Langsung up dua bab, walau yang satu bab isinya perpisahan wkwk.
Selayang pandang.
Dalam struktur dramatik atau plot (rangka cerita), 'Epitasio' adalah tahapan yang berisi jalinan kejadian, peran, motif, mulai timbulnya masalah yang ada.
Sedangkan 'Catastrophe' adalah penyelesaian masalah atau penutupan cerita.
Sekian.
AAAAAAAAAA .... Part Akhir 💃💃💃
Selamat membaca, yeorobun 🥰
...
Pukul 8 malam.
Saat mayoritas orang mulai melepas penat setelah sejak pagi melakukan aktivitas harian, para operator di balik layar dari berbagai program televisi justru tengah dibuat panik.
Entah dari mana asalnya, seseorang dengan sengaja meng-hack sistem dan menyabotase jaringan seluruh siaran televisi nasional hingga tidak bisa diakses sama sekali. Layar televisi yang biasanya menampilkan berbagai acara hiburan, kali ini hanya menampilkan sebuah layar hitam dengan countdown timer yang mulai menghitung mundur dari menit kelima.
Peristiwa tak biasa itu sontak ramai memenuhi berbagai laman media sosial. Orang-orang yang mulai meninggalkan siaran televisi lokal, kontan berbondong-bondong memutar saluran televisi dengan pikiran penuh tanya tentang apa yang akan terjadi setelah waktu lima menit itu berakhir.
Tepat saat jam menunjukkan pukul 8 malam, seluruh saluran televisi secara serempak menayangkan gambar yang membuat seluruh penontonnya gempar.
Ratusan foto dan potongan video silih berganti ditampilkan. Mulai dari wajah orang-orang berpangkat tinggi--yang tengah menjabat saat ini, juga wajah para petinggi yang menjabat di masa jabatan sebelumnya--terlihat tengah melakukan sebuah transaksi. Selain itu, ada pula gambar yang menampilkan seluruh daftar aliran dana pada rekening-rekening rahasia milik para pejabat terlibat yang menjadi bukti bahwa telah terjadi penyimpangan dan pelanggaran kekuasaan yang diemban.
Tak hanya itu, rekaman percakapan negosisasi hingga kesepakatan kerjasama pun diputar dan dijadikan sebagai backsound sejak gambar-gambar itu ditampilkan.
Setelah nyaris setengah jam berlalu, ratusan slide itu akhirnya berakhir, berganti dengan sebuah video yang menampilkan wajah seorang wanita.
“Beberapa orang pasti sudah tahu tentang Kelompok Heidi. Beberapa di antara mereka--para petinggi yang gila harta--justru menjadi pembantu kelancaran bisnis Heidi. Sayangnya, orang-orang itu baru saja melakukan kesalahan besar,” tutur wanita dalam video dengan lugas. “Saya Zivana, perwakilan dari Kelompok Heidi yang pemimpinnya baru saja dibunuh oleh orang-orang tamak dalam foto-foto yang baru saja ditampilkan. Jadi ....” Wanita itu mengangkat dagu dengan seringaian menantang. “Ayo, kita mati bersama.”
...
Adifa berdiri di depan televisi, menatap video Zivana yang tengah mengacaukan ketenangan malam hari dengan serangkaian bukti yang ia punya. Bukti yang jauh lebih lengkap dan detail dari semua bukti yang pernah NoName miliki.
Game over.
Sebelah sudut bibir Adifa terangkat. Dengan semua bukti yang dipertontonkan kepada jutaan pasang mata ke seluruh penjuru negeri, tak ada alasan bagi pihak kepolisian untuk tak melakukan penyelidikan secara menyeluruh.
“Pemimpin Heidi dibunuh?” Ridan yang tengah duduk di atas sofa reflek bertanya. “Maksudnya ... Iddar?”
Adifa berdengung singkat sebagai jawaban.
“Wah ....” Ridan hanya bisa geleng-geleng kepala. “Gue nggak tahu harus kasihan atau seneng dengernya.”
Tak ada sahutan yang Adifa berikan. Lelaki itu hanya diam, menatap tayangan televisi yang kini sudah kembali normal seolah tak terjadi apa pun sebelumnya.
Dahinya sedikit berkerut. Zivana yang mempertontonkan wajahnya sendiri pada semua orang tentu tahu apa resiko yang akan diterimanya. Secara tidak langsung, wanita itu baru saja mengakui keterlibatannya dengan aktivitas Kelompok Heidi. Dalam arti lain, Zivana baru saja memasukkan sendiri namanya ke dalam daftar pencarian orang yang otomatis akan menjadi buronan kepolisian.
Hal itu terasa janggal.
Mengingat bagaimana Zivana telah dua kali bermain-main dengan bom, rasanya tak mungkin wanita itu menjual kebebasan dirinya semudah itu saat upayanya untuk mencelakai Zita belum terwujud.
“Coba lo telepon rumah Theo,” titah Adifa pada sang adik. “Tanyain keadaan atau keberadaan Zita sekarang.”
Namun, saat baru saja mengambil ponselnya, Ridan lebih dulu melihat layar ponselnya menampilkan sebuah panggilan masuk.
Kayla?
Alis Ridan bertaut. Ia lantas menjawab panggilan itu. “Ha--”
“Tolongin gue. Please ...,” sela suara di seberang sana yang terdengar panik dan setengah menangis. “Tolongin Kak Zi ....”
Kening Ridan berkerut. “Kak Zi? Zivana?”
Adifa yang mendengarnya lantas mengambil alih ponsel Ridan.
“Please. Please. Tolongin gue. Nggak ada yang bisa gue telepon selain lo.” Suara tangis Zita semakin jelas terdengar. “Please, tolongin kakak gue ....”
...
Adifa membuka pintu sebuah rumah, sesuai dengan lokasi yang Zita kirimkan. Begitu ia masuk, yang ia lihat pertama kali adalah sosok Zita yang tengah duduk bersimpuh dengan dahi penuh peluh. Pandangannya terlihat kosong, memandang wajah wanita yang tertidur di pangkuannya.
Cairan berwarna merah memenuhi area yang gadis itu duduki. Tak hanya lantai, tapi tangan dan pakaian gadis itu penuh dengan bercak darah. Begitu pula dengan wajah dan pakaian Zivana yang tubuhnya tampak diam tak bergerak.
Adifa buru-buru menghampiri. Ia berjongkok di sebelahnya, langsung memeriksa alur napas dan denyut nadi di leher Zivana. Nahasnya, tak ada satu pun di antara dua tanda kehidupan yang bisa Adifa rasakan.
Adifa mendesah berat. Wanita itu telah meninggal dunia.
Hal janggal yang ia rasakan sebelumnya akhirnya terjawab. Zivana nyatanya sudah menyiapkan rencana lain dari aksi beraninya mengungkap kebusukan para petinggi yang terlibat dalam kelancaran bisnis Heidi. Hanya saja, Adifa tak menyangka jika Zivana akan berakhir dengan cara seperti ini.
Pandangan Adifa beralih pada Zita yang masih diam tak bersuara. Matanya menelisik tubuh gadis itu. Sedikit bersyukur karena tak menemukan ada luka atau semacamnya. Itu artinya Zivana pergi tanpa sempat melukai gadis itu.
"Gue pikir, gue yang bakal mati.” Zita lebih dulu bersuara sebelum Adifa sempat bertanya. Arah mata gadis itu masih lurus tertuju ke wajah pucat Zivana. “Waktu dia bilang kalau dia berharap gue hidup bahagia, gue pikir itu doa buat menyambut kematian gue.”
Adifa tak mengerti apa yang Zita ucapkan.
Gadis itu tertawa getir. “Dan dengan bodohnya, gue juga mengucapkan hal yang sama. Gue bilang kalau gue juga berharap dia hidup dengan bahagia. Tapi ....” Ucapan Zita tersendat. “Tanpa gue tahu, harapan yang dengan tulus gue ucapkan biar dia hidup bahagia setelah kematian gue, justru jadi kalimat pengantar kematian dia sendiri.”
Gadis itu memeluk tubuh saudari kembarnya yang tidur teramat lelap di pangkuannya. Tak sedikit pun air mata yang keluar. Berbanding terbalik dengan suara yang ia dengar di telepon beberapa saat lalu.
Manik Adifa lantas mengedar mengamati ruangan itu untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi. Pandangannya kemudian jatuh pada sebuah meja kecil yang terbalik dan tea set mainan yang berserakan di lantai. Saat itu juga, netranya menangkap dua ampul kosong yang tergeletak di antara benda-benda itu.
“Gue pikir, gue yang bakal mati.”
Tanpa perlu bertanya, Adifa seolah sudah menemukan jawabannya. Ia kembali beralih pada Zita. Ditariknya gadis itu untuk menatap wajahnya.
“Lo abis minum sesuatu? Lo minum racun?”
Saat pertanyaannya belum terjawab, mata sembab Zita justru menutup dan tubuh gadis itu ambruk ke arahnya.
...
-SELESAI-
...
Cerita ini pertama kali dipublish tanggal 1 Oktober 2021 dan resmi selesai ditulis pada 11 Maret 2024.
Almost 3 years, hahahahahaha
Akhirnyaaa....
🤧
Kalau merasa endingnya menggantung, itu karena dari awal udah niat aku buat begini. Hoho.
Next, aku up extra part tentang beberapa hal yang belum terjelaskan.
Tapi nanti, habis lebaran. Haha.
Matur tengkyu buat semua yang sudah menemani MTM dari awal sampai akhir. Makasih buat temen-temen yang hobi nagih up di kolom komen, juga di DM. Karena berkat itu, hamba jadi terpacu buat rajin nulis a.k.a nggak mager2an lagi 👉👈
Maaf kalau ada salah-salah kata, typo, plot hole, alur yang gak sesuai keinginan, etc. Pokoknya ....
TERIMA KASIH BANYAK BANYAK BANYAK
❤🧡💛💚💙💜🖤🤍🤎
Terutama saat harus menghadapi ke-alay-an hamba setiap nulis note kayak gini 😅
Sampai jumpa di Extra Part atau di judul ceritaku yang lain.
Btw,
Selamat menunaikan ibadah puasa buat yang menjalankannya.
Ramadan Kareem 1445H
Mohon Maaf Lahir dan Batin
🙏
110324