Throw a dice

By Nitalya88

344 188 18

"Throw a dice" Berkisah dari Adryana Mira yang memiliki kekasih anggota geng sekolah. Adryana Mira yang kini... More

1. Adryana Mira
2. Naura Nevara
3. Lucia Nora
4. Helena Pricillya
5. Anggara Archambault
6. Neno Archambault
8. Bryan Zaky Alvarobi
9. Marco Allaire
10. Edward Lee
11. Berantem
12. Kalah Jumlah
13. Harimau Betina
14. Taruhan
15. Motor Rambo
16. Kesepakatan
17. Keadaan Edo
18. Sisi Rentan
19. Baikan
20. Celah di Tunas Muda

7. Marvin Allaire

19 14 2
By Nitalya88

.
.
.
.
.

Marvin Allaire

.
.

Remaja pria ini selalu menjadi center of interes di mana pun dia berada di Tunas Muda.

Dengan potongan rambut Two-block cut, potongan rambut yang memiliki dua tingkatan panjang yang jelas, dengan bagian atas rambut yang lebih panjang dan samping belakang yang lebih pendek.

Rambut cokelat kehitaman bagian depannya yang sedikit panjang itu bertekstur sedikit keriting acak dan mengembang. Seolah tak rapi hingga berkesan, seksi dan nakal.

Dia, amat sangat jarang terlihat bersama banyak teman saat di Tunas Muda. Kebanyakan waktunya dihabiskan untuk bermain basket, tidur siang, dan sesekali bersama beberapa orang, seolah membahas suatu hal penting.

Seragam sekolahnya seolah tak mau rapi saat dia pakai. Entah mengapa sesuatu yang melekat pada Marvin, selalu memberinya kesan bukan remaja pria yang baik.

"Cowo yang lo suka kaya Kak Marvin, Ra?" tanya Lucia saat mereka berempat menoleh ke arah lapangan basket. Di mana Marvin terlihat mendrible bola bersama Anggara.

Seketika Naura berwajah aneh, seolah mau menjawab tapi bingung.

"Udah jelas, Cia. Aneh lo, Ra. Tipe cewe kaya lo malah suka cowo gak beres kaya Marvin," sahut Helena usai berdecak kesal, seolah tak mau sahabatanya salah pilih pacar.

"Tampangnya emang kaya gitu, Na," jawab Mira meski tak menoleh ke arah lapangan basket.

"Lo bela Kak Marvin? Mentang-mentang dia sahabatan sama cowo lo, Mir? Gue heran, sebenernya cowo lo itu siapa? Dia anak baru yang udah masuk geng inti. Dan dia, satu-satunya orang yang bisa buat Kak Marvin tersenyum?"

Mira hentikan langkah, menatap Helena, dan mencoba menjawab keingintahuannya.

"Gara, adik kandungnya Kak Neno," jawaban ini seketika langsung membulatkan mata ketiga sahabat Mira.

"Kalo itu gue udah tahu, Mir. Coba lebih spesifik, deh." Lucia menatap Mira menunggu jawaban. "Han Seo Jun gue, kenapa jadi satu-satunya orang yang bisa bicara sesantai itu sama Kak Marvin?"

Helena menonyor lengan Lucia. "Han Seo Jun-Han Seo Jun gue. Anggara cowonya Mira. Cari yang lain, Cia."

"Iya, Ih! Gue udah tahu. Nih ya, sebagai perumpamaan aktor Korea aja nih. Kak Varo vibes nya kaya Kang Chul drama W, Anggara vibes nya kaya Han Seo Jun. Kepeminpinan Kak Neno kaya Lee Cheong San di drakor series All of us are dead. Dan Kak Marvin, vibes irit ngomongnya mirip sama Kang Hyuk di Dokgo Riwend. Lanjut, Mir. Yang lebih spesifik." Lucia ganti melirik Mira.

"Gak! Lo salah! Kak Marvin lebih badas dari Kang Hyuk! Udah Mir, lanjut aja ceritanya," potong Helena tak terima pernyataan Lucia, dan Mira menggeleng kepala melihatnya.

"Gara, udah ikut sejak dia masi SMP. Satu-satunya orang yang cocok berteman sama Kak Marvin," tambah Mira dan mulai berjalan lagi menuju kelas.

"Sama-sama beraura dingin kayanya," ucap Naura yang mengikuti langkah Mira.

"Gak, gak ada yang bisa nandingin kulkas seribu pintunya Kak Marvin," potong Helena. "Pas MOS, ada yang kena hukuman. Gak sengaja papasan sama Kak Marvin. Dia suka Kak Marvin, dan yah, cuman butuh sehari aja Kak Marvin bisa buat cewe itu gak niat lagi ngedeketin."

"Beneran, lo?" Lucia terperangah. "Gimana bisa?"

"Gak basa-basi. Kak Marvin dateng ke kelas si cewe yang kirim surat. Dia langsung bilang, lagi gak niat pacaran. Dia punya tipe cewe yang lebih sempurna. Dia gak sungkan buat minta si cewe ngejauh. Di kelas itu, si cewe di rosting habis-habisan. Dikatain yang enggak-enggak sampe nangis, karna si cewe masi ngeyel. Buat tipe cowo yang jarang bicara, dan sekali bicara itu langsung ngupas abis-abisan. Itu parah, sih."

Mira tinggikan alis mendengarnya. Dia sudah pernah bersama Marvin saat diajak Anggara main. Dan memang, Marvin memang tak sungkan untuk bicara kasar apa adanya. Seolah, dia sempurna.

Mira hentikan langkah. "Sebenernya niatnya Kak Marvin baik."

Kontan ucapan Mira membuat ketiga sahabatnya membulatkan mata kompak, melotot tak percaya.

"Cowo baik mana ditembak cewe malah ngrosting di tempat sampe cewenya nangis, Mir? Heran deh gue, sama pemikiran lo." Nada bicara Helena sedikit kesal.

"Gak seharusnya kaya gitu. Meskipun gue suka drakor dan suka cowo kaya gitu. Tapi, kalo diposisi si cewe, pasti gue malu. Lagian, ini dunia nyata, bukan drakor, Mir. Minimal bo'ong udah punya cewe." Lucia menambahi sembari menoleh ke Helena.

Naura menatap Mira. "Mungkin bagi Kak Marvin, lebih baik nangis saat ini daripada nanti. Mungkin, Kak Marvin gak mau kehidupan privasinya diganguin si cewe kalo masih ngenyel pengen deket. Gue denger dari kakak kelas, Kak Marvin gak pernah pacaran. Bisa aja itu karena masalah pribadi, atau karena masalah geng. Kak Marvin, mungkin ngrasa pacaran itu tanggung jawabnya sebesar jaga nyawa. Dia mungkin ngrasa, gak bisa jamin keadaan pacarnya baik-baik aja selama bersamanya. Itu mungkin karena trauma, karena masalah pribadi, atau karena posisinya di Garuda putih."

Mira mengulas senyum. "Lo tahu yang gue maksud, Na."

"Gue gak ngerti, Na, Mir. Jelasin, dong."

Helena menepuk bahu Lucia. "Ntar gue jelasin, oke? Kita ke kelas dulu." Helena menoleh ke Naura. "Na, pemikiran lo terlalu jauh. Itu cuman spekulasi lo, kenyataannya kita semua gak tahu. Sifat Kak Marvin emang udah jelek. Akuin aja kaya gitu." Helena berjalan dengan Lucia lebih dulu.

"Dia marah, Mir?" tanya Naura pada Mira, lalu menoleh lagi ke Helena yang sudah berjala lebih dulu. "Helena kenapa, sih? Lagi PMS?" tambahnya lalu berjalan cepat ke kelas.

Keempat sahabat ini kembali duduk di bangkunya. Masih membahas perkara Marvin yang sering habiskan waktu bersama Anggara, semenjak pacar Mira ini menjadi siswa Tunas Muda.

Dibanding dengan Neno, postur tubuh, sikap dan perilakunya lebih cocok menjadi saudara kandungnya Anggara.

Wajah dingin dalam sorot mata tajam, melengkapi pesona keduanya saat bersama. Seolah menjadi sepasang pria paling cocok menjadi ketua geng yang beringas, kasar dan berkesan seksi.

Berkawan dengan kedua pria itu, bisa dipastikan tak akan berisik. Entah gaya komunikasi keduanya bagaimana, hingga membuat kesan bisa tahu tanpa saling bicara dulu.

"Mir, menurut lo Kak Marvin orangnya gimana? Se-badboy tampangnya? Atau, itu cuman cover, dingin dan nakal, tapi dalemnya kebalikannya?" Naura membuka suara.

"Mir, sahabat kita yang satu ini kayanya udah bucin sama Kak Marvin. Kasi penjelasan Mir, biar dia sadar buat ganti tipe cowo lain. Heran deh gue, sama lo, Ra. Cari cowo tu yang jelas. Baik, cakep, perhatian, pengertian, cinta ke lo. Atau apa kek, yang punya nilai positif buat lo. Pinter kek, apa kek."

Mendengar Helena yang semakin kesal membahas perkara Naura dan Marvin, membuat Mira mengangguk spontan.

"Mir, bisa gak sih lo, ekspresif dikit ke Naura," tambah Lucia yang membuat Mira tertegun. "Temen kita lagi salah arah, lho. Seenggaknya pasang muka yang seolah bilang, 'Gawat, Ra. Jangan, Ra. Gue kenalin ke yang laen, Ra.' Gitu kek, Mir."

Mira segera tersenyum, mengangguk dan menepuk pundak Lucia. "Iya, gue ngerti, Cia. Lo lebih peka, lebih ngerti, dan saat ini lebih dewasa dari Naura kayanya."

"Kok lo gitu, Mir? Padahal gue cuman tanya pendapat kalian soal Kak Marvin. Udah dijelekin aja dari tadi." Naura memasang wajah aneh.

"Gue yakin logika lo ngerti gimana Kak Marvin, tapi perasaan lo terlanjur bilang suka, Ra. Lo bisa analisa sendiri gimana orangnya. Yang dingin, gak selalu buruk. Dan yang terlihat buruk, gak selalu jahat. Cover, tampilan, sikap, perilaku, gue percaya itu semua cuman tembok buat nglindungin kerapuhan di baliknya."

"Gimana kalo itu sifat aslinya dari kecil?" spontan Helena.

"Gue gak ngerti. Yang jelas, gue yakin seluruh anak kecil di dunia ini pada mulanya berhati baik, berkelakuan baik, tergantung didikan orang tuanya."

"Asli, gue gak nyampe. Kak Marvin nglindungin tembok siapa dari siapa?" Lucia menggeleng mendengar ucapan Mira.

"Bobo gemes aja dede cantik," jawab Helena spontan.

"Jadi?" ucap Naura menggantung.

"Gue gak bilang baik-bener, positif-negatif. Pada kenyataannya, cowo gue hampir mirip sama Kak Marvin. Gue suka, gue nyambung, dan ada kekurangan pasti ada kelebihan. Intinya, lo suka, lo bertanggung jawab pada perasaan lo sendiri. Kalo cape, ya berhenti ngejar aja sebelom tambah sakit."

Naura membuang muka, dan Lucia tersenyum. Sedang Helena, malah embuskan napas panjang.

"Gue rada bingung sama tipe ideal lo berdua yang notabennya udah tomboy kaya gini. Harusnya nih ya, lo berdua suka cowo-cowo yang nurut, ngejar cinta kalian. Bukannya kalian yang malah ngejar dan suka cowo dingin. Kalian butuh sosok yang lebih maskulin dari sikap tomboy kalian?"

Helena menggeleng kepala, tak hiraukan bagaimana raut wajah Mira dan Naura yang kini memandangnya.

"Iya, ya. Gue juga heran, Na. Harusnya dua sahabat kita ini nyari pasangan yang bisa ngimbangin sikap mereka yang tomboy gini. Cowo yang lebih perhatian, ceria, yang ngisi kelemahan sikap dan kelakuan kalian lah, pokoknya."

Helena berdecak usai kalimat Lucia berakhir dengan nada tak terima. "Intinya nih, saran gue sama Lucia itu sama. Lo berdua kan tipe punya sifat dan sikap tomboy, harusnya cari pacar yang lebih feminim, bukannya lebih maskulin. Heran deh, gue. Mau gaya pacaran sedingin kutub selatan apa gimana kalian ini."

Helena kontan melebarkan mata setelah ucapannya selesai. Wajah paniknya segera membuat Mira dan Naura mengikuti arah pandangnya.

Pria tinggi yang hampir memenuhi tingginya daun pintu itu, terlihat mematung di sana. Pria itu masih mengenakan kaos putih tanpa seragam sekolah, sama seperti saat dia bermain basket tadi.

Matanya menyisir seolah mencari seseorang. Tanpa berbicara, dia segera berjalan dengan langkah dan wajah yang dingin, menuju bangku Mira dan Naura.

"Kembaliin jaketnya Togo," ucap Marvin yang kini sudah berdiri di depan Mira duduk. Tatapan pria ini tajam menusuk. Bersuara dingin dengan tangan bersedekap.

"Gak."

"Lo gila, Mir?" kompak Naura, Lucia dan Helena.

***

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 142K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
19.3K 293 52
Tentang senja, serupa guratan memerah dan kilauan emas terindah. Tentang kau yang ada di dalamnya sebagai frekuensi mengapa aku sisipkan kata untuk...
1.2K 489 24
Note: Apabila dengan membaca karyaku menjadikan kamu jauh dari Tuhan, maka menjauh dan tinggalkanlah :) Gadis beribu luka bernama Rasya. Hinaan serta...
4.2K 1.1K 32
Sekumpulan geng motor yang punya pamor? Pasukan bad boy cap badak yang punya penggemar membludak? Bukan. Ini kisah tentang Perserikatan MaFiKiBi Soci...