"Gus, kok mau nikah sama dia cantikan juga aku?" Terdengar suara Elisa yang mengikuti Azizan dari belakang.
"Enggak ada yang lebih cantik dari istri saya, bagi saya dia yang paling cantik," ucap Azizan berusaha semakin menjauh dari jangkauan Elisa.
Mungkin itu pertama kalinya kata-kata panjang Azizan yang Elisa dengar langsung. Muak sekali Elisa mendengarnya. Sekalinya Azizan tidak irit berbicara menceritakan istrinya.
"Alzena, Alzena terus enggak ada yang lain apa? Jadiin aku istri kedua gitu," putus Elisa merasa putus asa.
"Dokter satu ini bucin banget ya sama istri, pertahankan, Dok. Jangan tergoda sama rayuan setan." Jadd bergabung bersama mereka. Jadd tahu kalau Azizan tidak nyaman berdekatan dengan yang bukan mahram.
"Dia semakin indah karena tidak memamerkan kecantikan itu buat yang tidak halal baginya, kata-kata yang dokter bilang waktu aku tanya," lanjut Jadd.
"Apasih lo nyindir gue mulu? Enggak penting banget." Elisa tidak nyaman dengan keberadaan Jadd diantara mereka.
"Pergi sana, udah tau kalau punya istri. Masih aja digoda," geram Jadd ingin rasanya mengusir Elisa dengan sapu. Kesabarannya yang setipis tisu seolah diuji.
"Dokter, ada pasien darurat!" panggil Qeenan.
Sedangkan Azizan hanya mengangguk.
"Elisa, jangan temui saya lagi!" ucap Azizan sebelum pergi. Azizan segera berlari. Tidak peduli dengan teriakan Elisa. Pasien lebih penting. Ia juga risih dengan Elisa.
Elisa membuang mukanya menatap Jadd dengan tatapan yang mengerikan. Akan tetapi Jadd tidak peduli. Ia memilih meninggalkan Elisa.
***
Lembayung senja kini membawa fisik Azizan yang tegap menuju rooftop. Indah. Sangat indah. Azizan memotretnya dan mengirim foto hasil jepretannya pada sang istri.
Azizan segera menuju parkiran untuk pulang. Saat di jalan Azizan melihat kobaran asap rokok yang berasal dari siswa SMA lewat spion mobilnya. Di depan mini market saat Azizan tidak sengaja melihat. Azizan jadi khawatir dengan Alzam, di sisi lain Azizan yakin kalau Alzam tidak mungkin seperti itu. Alzam juga sudah menceritakannya.
*Flashback 17 Januari 2017
"Abang masa aku ditawari rokok coba, parah banget untung langsung nolak."
"Alhamdulillah kalau kamu nolak, ngerokok enggak baik nyari penyakit asapnya aja yang dicium orang lain itu bahaya. Udah tau di cangkang rokoknya aja ada peringatan bahaya. Tapi, masih aja dibeli."
"Iya, makanya. Terus juga pernah dengar kalau yang bikin rokoknya aja enggak ngerokok. Tapi, ada tau Bang. Teman-teman aku dia awalnya udah ngerokok tapi sekarang enggak cuman jadi suka jajan sama makan permen."
"Enggak apa-apa pengganti rokok itu itung-itung sedekah ke penjual."
*Flashback off
Azizan mendoakan mereka agar diberikan hidayah untuk tidak merokok. Yang membuang uang dan mencari penyakit.
Kebetulan sekali. Alzam meneleponnya.
"Abang, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, kenapa?"
"Besok disuruh ke rumah sama umi ajak Kak Alzena juga."
***
Beberapa waktu kemudian.
"Beb, aku udah berhasil hafal surat Al-Waqiah. Kamu gimana?"
Fira tersenyum bangga. "Wah masyaAllah, kamu hebat banget, aku baru hafal setengahnya, tapi aku enggak mau nyerah. Kita masih punya waktu untuk terus belajar dan menghafal lebih banyak lagi."
Hikam mengelus pundak Fira. "Yang penting kita terus berusaha dan dekatkan diri pada Allah dengan Al-Qur'an. Kita bisa saling dukung dan jadi pasangan yang menginspirasi dalam menghafal Al-Quran."
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung. (Qs. Al-Maidah ayat 35)
Langit senja bersinar dengan keindahan warna oren keemasan. Suara jangkrik dan burung malam yang riuh memenuhi udara.
Dalam tempat lain kala itu, Azizan melihat sebuah mobil mendekat dengan kecepatan tinggi dari arah yang berlawanan. Azizan langsung menghindar dengan refleks yang cepat, sehingga mobil tersebut melewati dengan selamat.
***
"Bi, aku belum mandi loh selama 3 hari ini," adu Alzam memeluk Yadi.
"Pantesan bau kecium sampe sini astaghfirullah," balas Yadi seraya menutup hidungnya.
"Abi mau nyoba sesuatu enggak?" ajak Alzam dengan tatapan yang mencurigakan.
"Aku janji kalau abi bisa abi boleh tes hafalan aku lagi enggak masalah diceramahi Abi, diomelin abi karena terlalu sibuk dengan dunia emang nyatanya gitu aku yang masih lalai maaf ya abi, belum bisa banggain tapi aku mau nyoba buat enggak lalai lagi," ucap Alzam.
"Kamu ini kok jadi galau gini? Enggak cocok. Mau nyuruh Abi ngapain?" ujar Yadi agar tidak terbawa perasaan si bungsu.
"Coba makan seblak pakai tusuk gigi bentar, Bi seblaknya aku ambilin dulu. Silahkan dimakan Abi." Alzam menyodorkan seblak yang baru saja Alzam beli.
"Enggak masuk akal banget."
"Masuk akal kok, Bi. Kalau Abi bisa Abi boleh tantang aku harus hafal berapa juz dalam sebulan buat ziyadah hafalannya. Aku sanggup."
Tanpa berlama-lama Yadi menurut. Walaupun kesusahan karena seblak itu terlalu besar jika dimakan dengan tusuk gigi.
***
Suatu hari, mereka berdua sepakat untuk pergi berjalan-jalan di pedesaan sekalian disuruh oleh umi mereka untuk mengambil barang di rumah yang ada di desa. Hujan turun begitu deras.
"Dingin banget ya? Aku lihat kamu menggigil," tanya Azizan mulai peka.
"Sedikit," jawab Alzena, tersenyum.
"Enggak apa-apa, ayo lari sambil pegangan tangan biar tubuh kita hangat." Azizan meraih tangan Alzena dan mereka mulai berlari, saling menatap dan tersenyum. Hujan deras membuat jalan berlumpur dan licin, membuat mereka harus berhati-hati untuk tidak terpeleset. Meskipun keduanya lelah, mereka tidak pernah membebaskan tangan satu sama lain.
"Kayaknya hujan tambah deras Allahumma shoyyiban nafi'an', alhamdulillahnya sampai rumah yang ada di sana," kata Azizan, menunjuk ke sebuah rumah di tengah perkebunan yang jaraknya tidak terlalu jauh.
*Allahumma shoyyiban nafi'an, artinya, Ya Allah, turunkan lah pada kami hujan yang bermanfaat.
Alzena mengikuti bacaan doa turun hujan depan pelan sambil mengaminkan.
"Alhamdulillah," jawab Alzena sambil tersenyum lagi.
Ketika mereka sampai di depan rumah, Azizan membuka pintu dan mengajak Alzena masuk. Mereka berdua duduk di bangku dekat jendela, menikmati pemandangan hujan yang semakin deras.
"Masih dingin enggak?" tanya Azizan, mencari-cari topik pembicaraan.
"Iya, aku rasain dingin banget dari tadi," jawab Alzena, masih menatap ke luar dengan mata setengah menutup karena kantuk.
Azizan merapatkan tubuhnya ke Alzena dan memeluknya erat-erat. "Udah hangat sekarang?" tanya Azizan pelan.
Alzena mengangguk dan merapatkan dirinya ke Azizan. Keduanya saling memandang dan akhirnya memeluk tubuh satu sama lain. Mereka merasakan kebahagiaan yang luar biasa, bahkan meskipun hujan membasahi tubuh mereka.
"Kamu tahu, aku udah lama suka kamu," ucap Azizan.
"Aku juga suka kamu," jawab Alzena dengan gembira.
Tiba-tiba Elisa datang. Tanpa sepengetahuan mereka. Membuat mereka terkejut tapi Azizan tidak mau melepaskan Alzena dari pelukannya.
***
Tinggalkan jejak dan ajak teman-teman kamu buat baca cerita ini ya, semoga bermanfaat, makasi✨