KEPASTIAN DENGAN GUS

By aleyanakarim

352K 15.4K 974

Azizan dingin dan Alzena cuek. Azizan pintar dan Alzena lemot. Azizan ganteng dan Alzena cantik. Azizan lahir... More

1) Pertemuan
2) Lamaran
3) Terlalu Cepat
4) Percaya Diri
5) Ikatan Suci
6) Janji
7) Istimewa
8) Pelabuhan Terakhir
9) Hancur
10) Sebelum Shubuh
11) Utuh
12) Mencintai Manusia
13) Memaafkan
14) Terlambat
15) Laksana Mutiara
16) Menghabiskan Waktu
17) Hadiah
18) Zona Nyaman
19) Belajar Agama
20) Manusia Terindah
21) Pusat Hiburan
22) Kapal Tak Berlayar
23) Pegangan Erat
24) Empat Perkara
25) Kucing
26) Penghujung Minggu
27) Dalam Keheningan
28) Rahmat Bagi Seluruh Alam
29) Kota Tarim
30) Mengudara Bersama Waktu
31) Separuh Jiwa
32) Sejarah Palestina
33) Warisan Akhlak
34) Perjalan Hijrah
35) Pecahan
36) Mulai Membaik
37) Terlalu Cantik
38) Dimuliakan Allah
39) Dini Hari
40) Lelaki Dayyuts
41) Dialog Sebelum Shubuh
42) Rezeki Terindah
43) Penentu Kebahagiaan
44) Perjuangan Kesetaraan
46) Turun Dari Surga
47) Kemuliaan Lelaki Dan Wanita
48) Godaan Setan
49) Lelucon Aneh
50) Sholat Itu Sebentar
51) Saksi Bisu
52) Sensasi Senja
53) Lembayung Senja
54) Ujian
55) Namanya Juga Belajar
56) Beragama Dengan Jujur
57) Langit Tak Biru
58) Jangan Sedih
59) Pria Terbaik Di Dunia
60) Samar-samar
61) Cinta Dalam Diam
62) Hati-hati Dalam Menaruh Hati
63) Setetes Kecil
64) Tertata
65) Hagia Sophia
66) Jalan Pulang
67) Mendung
68) Seusai Hujan
69) Suka Bintang
70) Tidur

45) Tanda Istiqomah

1K 68 5
By aleyanakarim

Alzena baru saja selesai dari pertemuan rumitnya. Hari itu terasa lebih panjang dari biasanya, dan dia merasa lelah. Dia memutuskan untuk berjalan kaki pulang, menikmati udara segar dan suasana sore yang tenang di kota. Rumahnya tidak terlalu jauh, hanya beberapa blok dari tempat pertemuan.

Namun, seiring dengan langkahnya yang semakin mendekati rumah, dia merasa ada yang tidak beres. Badannya mulai lemas, seolah-olah semua energinya telah terkuras. Dia mencoba mengabaikan rasa itu, berpikir mungkin dia hanya kelelahan.

Tapi kemudian, denyut di kepalanya mulai terasa. Pusing yang semula ringan, perlahan menjadi semakin kuat. Dia berhenti sejenak, mencoba menenangkan diri dan mengatur napasnya. Dia berharap ini hanya kelelahan dan bukan sesuatu yang lebih serius.

Namun, rasa lemas dan pusing itu tidak kunjung hilang. Alzena merasa khawatir, tapi dia berusaha tetap tenang dan berpikir positif. Dia berharap bisa segera sampai di rumah dan beristirahat.

Alzena juga merasa mual.

Sampai akhirnya tubuh Alzena terjatuh namun Alzena berusaha bangkit.

Alzena berdiri dengan sekuat tenaga. Tapi, malah terjatuh lagi. Jalan itu tampak sepi tidak ada orang yang lewat.

Di saat yang bersamaan Rayno tanpa sengaja melihat Alzena.

"Zen, Zena, kenapa?" Raut Rayno begitu khawatir.

"Enggak apa-apa," balas Alzena memaksakan untuk jalan. Tangannya menepis Rayno agar tidak menyentuhnya.

"Masuk dulu ke mobil gue." Sebenarnya Rayno tidak enak memapah tubuh Alzena. Tapi, mau bagaimana lagi keadaan Alzena seolah tidak memungkinkan. Jika tanpa bantuannya.

Dan Alzena tidak bisa menolak lagi karena kehabisan tenaga.

Rayno dengan hati-hati membantu Alzena masuk ke mobil. Dia melihat wajah Alzena yang pucat dan merasa gelisah. "Tahan sebentar, Zen," katanya lembut, menyalakan mesin mobil dan segera menuju rumah Alzena.

Sehingga Alzena menutup mata.

***

"Kalian enak kajian bareng sama istri kita berdua gimana?" protes Jaya tidak terima.

"Jomblo yang sabar ya," ledek Hikam dengan candaannya.

"Udah kasian jangan diledekin gitu. Kalian masa sendiri itu nikmatin dengan baik mendekat sama Allah," timpal Azizan dengan menenangkan.

Ekram mengangguk. "Setuju. Mungkin jodoh yang belum ketemu sekarang dia lagi berusaha memperbaiki akhlaknya makanya belum ketemu sama kita, Jay. Begitu juga sama kita harus berusaha perbaiki diri."

***

Selama perjalanan Rayno curi-curi pandang. Berharap Alzena baik-baik aja. Hanya membutuhkan waktu 5 menit akhirnya Alzena sadar.

Beruntungnya Rayno membawa teh hangat. Ia memberikan pada Alzena.

"Lambung lo kambuh?" ujar Rayno berusaha fokus mengemudi.

"Lo pasti belum makan?" tebak Rayno tepat sasaran.

"Kita ke rumah sakit aja," putus Rayno.

"Iya, makasih udah nolongin. Enggak usah dibawa ke rumah sakit. Bentar lagi nyampe ini. Langsung ke rumah aja, entar juga mendingan," pinta Alzena.

"Azizan tau lo punya penyakit lambung?" ujar Rayno pelan.

Alzena menggeleng-gelengkan kepalanya. "Enggak."

"Kenapa? Dia itu suami lo!" Emosi Rayno seolah tidak bisa dikendalikan sampai urat lehernya terlihat.

Alzena merasa terkejut.

"Azizan enggak pernah tau selama ini. Tiap gue pingsan dia suka sibuk," tutur Alzena dengan wajah yang masih pucat.

"Bego dipelihara!" umpatnya.

"Gue enggak butuh umpatan lo. Makasih udah nolongin." Alzena segera turun dari mobil.

Rayno masih sama, masih marah jika terjadi hal yang tidak diinginkan pada Alzena dan Rayno merasa menyesal karena meluapkan emosi terhadap Alzena sampai membantingkan setirnya.

Rayno beristighfar sesudah menyadari kesalahannya.

Sebelum Alzena masuk ke dalam rumah Rayno memanggilnya.

"Zen."

"Kenapa?"

"Maaf udah bentak sama marahin lo."

***

Hikam dan Fira sedang duduk di sofa di ruang tamu mereka. Hikam sedang berbicara dengan antusias tentang film terbaru yang ingin dia tonton.

"Beb, kamu tahu enggak? Ada film baru yang katanya kocak banget! Aku baca review-nya dan semuanya bilang lucu. Kita harus nonton bareng!" ajak Hikam.

Namun, saat Hikam sedang bersemangat menjelaskan lebih lanjut tentang film tersebut, Fira tiba-tiba berdiri dan meninggalkan ruangan.

"Eh, kok kamu pergi? Aku belum selesai cerita," ujar Hikam kebingungan.

"Maaf, aku lupa kalau ada kue yang masih di oven. Aku harus cepat-cepat keluarin sebelum gosong," balas Fira masih di dapur.

"Oh, jadi kue lebih penting daripada cerita aku, ya? Oke, aku tunggu di sini." Tawa Hikam meledak merasa cemburu dengan kue.

Hikam duduk sendirian di sofa, sedikit kecewa tapi tetap tersenyum. Beberapa saat kemudian, Fira kembali dengan sepiring kue yang masih hangat.

Fira menyerahkan piring kue. "Maaf ya. Aku nggak tahan lihat kue yang hampir gosong. Ini kue favorit kamu, semoga kamu suka."

"Tenang. Kue favorit aku pasti enak, tapi lebih enak lagi kalau kamu ada di samping aku. Kita bisa nonton film itu sambil kita makan," timpal Hikam dengan senyumannya.

"Baru aja. Ya, baru aja aku dengerin kajian kemarin lupa belum cerita ke kamu ternyata kalau jaga lisan agar tetap adil seperti jujur, jaga agar enggak nyakitin hati orang lain, jauhi buruk sangka itu termasuk tanda orang beriman yang Istiqomah." Curahan hati Fira.

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat : 12)

***

Sepulang dari rumah sakit Azizan menyandarkan kepalanya di bahu Alzena. "Hari ini udah murojaah belum kalau belum aku simak?"

Segera setelah Azizan menyandarkan kepalanya di pundaknya, Alzena merasa hangat di hatinya. Dia tahu persis bagaimana harapan suaminya dan berusaha memenuhi kebutuhannya dengan sabar. "Belum, Sayang. Tapi enggak apa-apa, kita bisa kerjainnya barengan nanti kalau udah makan," kata Alzena dengan lembut sambil membelai rambut suaminya.

"Aku tahu pentingnya murojaah bagi kita. Kita berusaha ngerjainnya enggak sembarangan," sambungnya dengan murah hati.

Alzena memahami betapa Azizan selalu berusaha membawa pembelajaran dari Allah dan dia selalu berusaha mendukungnya.

"Ayo, makan dulu, Sayang. Aku udah nyiapin di meja," ajak Azizan ramah.

"Aku abis makan enggak bisa temenin kamu muroja'ah baru inget mau main basket, maaf ya, aku telat izin." Kali ini Azizan menggenggam tangan istrinya.

"Oke, enggak apa-apa," balas Alzena santai.

"Muka kamu kok pucat?" Azizan baru menyadarinya.

"Paling nanti juga mendingan," balas Alzena sangat tenang.

Aku pingsan.

Rasanya tenggorokan Alzena tercekat ingin mengatakan hal seperti itu pun sulit.

Memegang dahi Alzena yang terasa panas Azizan segera berlari dengan panik mencari obat-obatan hingga Alzena tercengang.

"Minum obat ya? Jangan sepelein penyakit," tutur Azizan.

"Istirahat aja, besok jangan ke kafe," pinta Azizan tatapannya melembut.

"Oke, Bos." Alzena memasang hormat seolah baik-baik saja.

"Kalau ada yang apa-apa bilang jangan dipendam." Sejujurnya Azizan merasa ada sesuatu dengan Alzena.

"Enggak jadi tanding aku," putus Azizan akhirnya.

"Kok gitu?" tanya Alzena seraya mengerutkan kening.

"Kamu lagi sakit. Siapa yang jagain?" Azizan bertanya balik.

"Enggak apa-apa tinggal aja. Aku bisa sendiri," tolak Alzena berat hati.

"Aku bisa temenin," balas Azizan bersikukuh.

Alzena merasa lemah, demamnya membuatnya terasa seperti berada di bawah beban berat.

Alzena berusaha membantunya, tetapi Azizan menatapnya dengan tatapan lembut dan berkata, "Istirahat, sayang. Aku aja yang kerjain."

Alzena duduk di kursi dapur, menonton Azizan mencuci piring dengan cermat. Cahaya senja menembus jendela, memberikan kilauan hangat pada wajah Azizan. Alzena tersenyum lemah, merasa beruntung memiliki Azizan di sisinya. Meski sakit, dia merasa hangat.

***

Di balik tirai malam yang tebal, bayangan-bayangan bergerak, mencerminkan obsesi yang tak pernah berakhir. Cahaya rembulan memantul di permukaan danau, menciptakan kilauan yang memecah kegelapan, mirip dengan obsesi yang memecah ketenangan hati.

Setiap detik berlalu seperti abad, setiap menit terasa seperti hari. Obsesi ini mengisi setiap celah pikiran, mengendalikan setiap detak jantung. Seperti bayangan yang tak pernah lepas dari objeknya, obsesi ini tak pernah lepas dari pikiran.

Suara-suara malam bergema, menciptakan simfoni yang misterius dan memikat. Setiap nada, setiap irama, semuanya membawa pesan, sebuah teka-teki yang menunggu untuk dipecahkan. Obsesi ini adalah sebuah misteri, sebuah puisi yang ditulis oleh hati, menunggu untuk dibaca dan dipahami. Obsesi ini adalah bayangan yang tak pernah hilang, selalu ada, selalu mengikuti, selalu menunggu.

"Gue tunggu kehancuran lo," ucap Rezki sambil meremas-remas kertasnya.

***

Makasih udah mau baca, jangan lupa doain Palestina ya ✨🌻

Continue Reading

You'll Also Like

894K 69.3K 62
Karya ini murni hasil pemikiran dan kegabutan saya sendiri! NO COPAS/PLAGIAT!!❌❗ Dimohon untuk meninggalkan jejak VOTE dan KOMEN di cerita ini 🙏🏼 T...
4.6K 272 7
⚠️BIAR BAROKAH, FOLLOW DULU SEBELUM BACA⚠️ Tentang Muhammad Abidzar Al Ghifari. Lelaki yang dikenal angkuh, tegas dan arogan jika sudah menyangkut se...
9.7K 567 26
Deskripsi nyusul. Langsung baca aja, dijamin seru.
250K 14.9K 43
FOLLOW TERLEBIH DAHULU!! SEBELUM BACA! 📌 Dilarang untuk plagiat karena sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha melihat. kisah ini menceritakan...