SISTEM : Antagonist Harem

RaraVania11

80.6K 9.1K 508

Sistem : pemindaian tubuh yang cocok telah selesai. **** Manusia-manusia menyebalkan itu mulai bersikap lemb... Еще

Comingsoon
Blurb
PROLOG
1. Beginning
2. Keluarga Baru
3. Makan Malam Yang Sial
4. Benci dan Dendam
5. Target Pertama
6. Siapa pembunuhnya?
7. Mansion Marquis Carlo
8. Pesta Kekacauan
9. Ayo Bertunangan!
10. Anjing Setia
11. Hipotesis
12. Bukan Kakak Kandung
13. Pembunuhnya Bukan Aku
14. Pembalasan Dendam Tuntas
15. Bolehkah Aku Egois?
16. Maafkan Aku
17. Akademi
18. Mereka Berkumpul, Para Targetku
19. Hari Pertama
20. Duel
21. Kemarahan
22. Jangan Jatuh Cinta Padaku
23. Ramon Jadi Sadboy
24. Putra Mahkota Kekaisaran
🎥 SEDIKIT CUPLIKAN 🎥
26. Keputusan
27. Acara Berburu
28. Diculik
29. Kilas Balik Masa Lalu (Flashback)
30. First Love (Flashback)
31. Apa yang dipikirkan Noah? (Flashback)
32. Anaya & Kyle (Flashback)
33. Tragedi (Flashback)
34. Fakta yang Terbongkar (Flashback)
35. Zee Gila (Flashback)

25. Konflik

1.2K 135 20
RaraVania11

Hai guys. Kalau dipikir-pikir udah sebulan ya aku ga up cerita ini. Rencananya aku mau triple up, tapi ya tau kan ya. Banyak kendalanya. Dua chapter lagi cuma bisa aku ketik sebagian, worknya belum selesai.

Aku juga lagi sibuk karna aku udah kelas IX. Banyak Tugas kelompok atau tugas individu lainnya. Pokoknya nih otak mau meledakkkkkk.

Masih syukur bisa nulis lagi, ye kan. Nah, di chapter ini udah masuk konfliknya guys. Ternyata Kairos tidak sebaik yang kita kira~

Oke, baca langsung aja, ya. Maybe nih chapter bikin emosi mungkin(?) karna sikap Kairos?

Part kali ini panjang.

>2300+ kata.

****

Sudah lima hari Adel menjalani hari-harinya di akademi. Selama itu pula dia tidak melihat penampakan Ramon. Tapi, Adel yakin bahwa laki-laki itu mengawasinya dari jauh. Anehnya, Adel tak tahu mengapa Ramon tidak mendekatinya dan malah mengawasinya seperti penguntit.

Seperti saat ini, saat melakukan perjalanan menuju laboratorium untuk menghadirkan kelas sains, Adel bisa merasakan sepasang mata menatapnya tajam.

"Ramon, kau benar-benar tidak akan menampakkan dirimu padaku?"

Ramon yang bersembunyi di balik pilar tersentak. "M-Maaf, aku ada kelas. Aku hanya mengantarmu sampai sini. Sampai jumpa, Anaya!"

Adel melongo ketika laki-laki itu berlari secepat kilat. Helaan napas lelah keluar dari bibir gadis itu. "Lebih baik aku ke lab sekarang."

Pintu yang terbuat dari besi itu terbuka dan menampilkan peralatan untuk meneliti yang berjejer rapi. Adel melihat sudah banyak murid yang berada di dalam laboratorium.

Semua atensi murid di sana terarah padanya. Adel tak heran lagi kenapa kedatangannya mengundang banyak tatapan yang berbeda dari semua murid.

"Hei, apa dia akan mengambil kelas ini?"

Di setiap langkah yang diambil Adel, bisik-bisik mulai terdengar. Indra pendengaran Adel menajam.

"Kalau iya, aku menyesal mengmbil kelas ini. Sungguh."

"Aku juga. Aku banyak mendengar rumor buruk tentangnya. Pantas saja saat pertama kali melihatnya aku langsung tidak suka."

Adel melirik dua gadis yang bergosip tentangnya lewat ujung mata. Mata merah Adel berkilat merah, menatap mereka dengan aura intimidasi.

{ Sihir intimidasi diaktifkan }

"Hei, Hei, Hei! Kenapa kalian semua terlihat tegang seperti itu, hm?"

Suara berat seseorang menyadarkan Adel. Kepalanya tertoleh, melihat laki-laki berjas putih dengan seringai menjengkelkannya berjalan menghampiri Adel.

"... Kenapa aku harus satu kelas lagi denganmu, sialan?" Suara Adel tertahan melihat Jamie semakin melebarkan seringainya.

"Ya mana kutahu? Mungkin itu sudah ditakdirkan?" Jamie mengangkat bahunya acuh. "Oh iya, Putri. Senang bertemu denganmu lagi. Dan... Kuharap kau menjaga mulutmu agar tidak mengumpati anggota keluarga kerajaan."

Adel berjalan cuek melewati Jamie. Gadis itu berkata, "Memangnya aku terlihat peduli, huh?"

Perempatan silang terlihat di pelipis Jamie. "Sial... Kenapa kau dingin sekali padaku?" tak kenal menyerah, Jamie mengikuti Adel dari belakang. Tidak peduli dengan tatapan semua orang di sana yang mengarah pada mereka berdua.

"Apa aku harus bersikap ramah pada orang yang berkata membenciku?" tanya Adel, sarkas.

"Hei, kenpa kau masih mengungkit masalah di pesta saat itu? Itu sudah berlalu sangat lama. Bahkan aku tidak lagi mengingatnya."

"Kenapa tidak boleh? Aku kan, korban di sana. Yang aku katakan juga fakta. Jadi, menjauh dariku!" titah Adel dengan nada mengusir.

"Jika aku tidak mau?"

Alis Adel menukik tajam. "Kau-"

"Putri."

Adel dan Jamie tersentak saat seseorang menyelip ke dalam pembicaraan serius mereka. Adel merasakan sentuhan lembut di pundaknya. Kepala gadis itu mendongak, menatap heran Amon yng tersenyum ke arahnya.

"Amon...?"

Amon tersenyum, mata laki-laki itu mengarah pada Jamie. "Sepertinya aku mengganggu kalian, ya?"

Jamie menatap tidak suka ke arah Amon. "Jika kau tahu, maka menyingkir-"

"Maaf. Tapi, aku punya urusan dengan Putri Anaya," potong Amon.

"Tidak bisakah kau mengurus urusanmu nanti?"

"Tidak bisa, maaf..." Amon tersenyum tak enak hati.

Adel yang masih bingung dengan situasi hanya menurut saat pergelangan tangannya ditarik oleh Amon ke sisi barat ruang laboratorium. Adel bisa bernapas lega saat sudah tidak banyak lagi mata memandangnya.

"Kau..." Adel meneliti wajah Amon yang memperlihatkan raut tenangnya. "Apa kita punya sesuatu untuk dibicrakan?"

"Oh?" Lagi-lagi, Adel melihat senyum terpampang di wajah Amon. "Saya melihat putri dari jauh. Dari raut wajah putri, saya melihat ada keengganan saat putri berbicara dengan Jamie."

Adel menatap penuh selidik. "Benar hanya karena itu?"

"Uh? Ya... Hanya karena itu? Saya tidak bermaksud membuat putri tersinggung." Amon mendadak tersenyum canggung. "Maaf kalau itu membuat Putri tidak nyaman... Saya hanya berniat membantu, kok."

Adel makin dilanda rasa curiga. Apa benar ada orang sebaik Amon ini? Siapa pun juga pasti tahu kalau tidak akan ada orang yang mau membantu orang seperti Anaya. Dan Amon... Membantunya tanpa niat apa pun?

"Aku bukannya tidak nyaman. Hanya saja, jika kau membantuku karena menginginkan sesuatu, maka enyahlah dari hadapanku." Adel berucap dingin. Gadis itu berbalik membelakangi Amon.

Amon mengerjap pelan. Laki-laki itu menyeringsi tipis. "Kenapa Putri bisa tahu kalau saya menginginkan sesuatu?"

Deg.

Adel mengepalkan tangannya. Sudah kuduga... Apa yang aku harapkan, sih?

"Jadi... Apa yang kau inginkan dariku?"

Lama tak mendengar sahutan, Adel merasa bingung. Saat tubuhnya berbalik, Adel menahan napasnya saat aroma lavender menusuk indra penciumannya. Tubuh Adel seketika mematung.

"Saya ingin menjadi teman putri..." Amon menunduk, menyeringai saat melihat tatapan Adel yang terlihat tidak fokus. "Bisakah saya menjadi teman Anda?"

Sialan!

Adel tersadar dari lamunannya. Ia menoleh ke samping, menyembunyikan rona merah di pipi yang terlihat samar. "Jika kau membutuhkan teman, aku yakin banyak yang mengantri untuk itu."

Adel perlahan menjauhkan diri, mencari celah untuk kabur. "Maka dari itu, aku tidak akan menjadi temanmu. Sampai jumpa!"

Secepat kilat Adel berlari menjauhi ruangan yang ditempati Amon. Amon hanya diam di tempat, memandangi punggung Adel yang perlahan menjauh.

"Apa kau puas?" Amon melirik belakang lemari, dimana seseorang bersembunyi di sana. "Apa ini yang kau inginkan? Apa keinginanmu sudah terwujud, sepupu?"

Kairos menyembunyikan senyum di balik telapak tangannya. "Oke. Kerja bagus, sepupuku tercinta!"

Amon melirik tidak suka ke arah Kairos. "Memangnya untuk apa kau menyuruhku mendekatinya? Kau ingin aku memberinya harapan, hah?"

"Memangnya kenapa?" Kairos memiringkan kepalanya, bingung. "Berhenti seakan apa yang kau lakukan barusan adalah sebuah dosa besar."

"Tentu saja itu dosa!" Amon mengepalkan tangannya. "Aku tidak sekeji itu untuk memberinya harapan. Dan terlebih orang itu adalah Anaya. Apa kau tidak kasihan padanya?"

"Kasihan, huh?" Kairos tertawa lebar. "Memangnya dia pantas untuk dikasihani?"

Gigi Amon bergemelatuk. "Kau benar-benar keji, seperti ayahmu."

"Sekeji apapun aku, itu tidak mengubah fakta bahwa Anaya adalah orang yang merenggut adikku. Kau paham?"

Amon menghela napas gusar. "Kenapa kau masih terjebak di masa lalu? Dan kau juga tahu, itu bukan salah Anaya! Tapi itu semua karena Zee, Kairos!"

"BERISIK!" Napas Kairos memburu. Tatapan kebencian ia lemparkan ke arah Amon. "Bukankah itu salah Anaya? Dia yang membuat adikku jatuh cinta padanya. Dan karenanya pula, dia dibunuh oleh Zee!"

"Mau sampai kapan kau tutup mata dan telinga dengan semua yang terjadi sebenarnya? Kau ingin menyesal karena terlambat mengetahuinya setelah semuanya terjadi, hah?!" Amon menaikkan nada bicaranya. Wajah laki-laki itu terlihat geram.

"Memangnya apa yang membuatmu berpikir bahwa Anaya tidak salah?" tanya Kairos. "Kau juga melihatnya tadi, kan? Dia tersipu saat kau dekati. Dan aku juga melihatnya berduaan di ruang lukis dengan Nuel. Lalu, sekarang dia didekati oleh Jamie. Padahal dia sudah memiliki Zee. Apa namanya kalau itu bukan pelacur?"

Brak!

Tubuh Kairos terhempas saat pusaran angin menghantam tubuhnya. Amon menggigit bibirnya, menahan amarah. "Jika bukan karena kau sepupuku, aku pasti benar-benar akan membunuhmu!"

Kairos tersenyum tanpa beban. "Benarkah? Kenapa kau terlihat seperti berada di pihak Anaya? Apa sekarang kau ada rasa padanya? Hah... Sudah kuduga, semua orang dia embat. Bagaikan lalat yang menghinggap sana sini."

Karena tidak ingin amarahnya terlepas, Amon segera pergi dari hadapan Kairos. Kairos menatap kepergian sepupunya dengan tatapan kosong.

"... Kau tidak akan pernah tahu rasanya kehilangan seorang saudara, karena kau hanya anak tunggal. Sialan."

***

Adel memukul dadanya yang terus berdegup kencang sehabis dari ruang laboratorium. Ekspresi gadis itu terlihat bingung. "Uh? Kenapa jantungku tidak berdetak dengan normal?"

Segala cara sudah Adel lakukan untuk menghentikan detak jantungnya yang terasa tidak nyaman. "Sialan... Aku benar-benar tidak suka dengan sensasi yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya."

Adek menghela napas lelah. Dia berjalan melewati koridor hendak menuju asrama. Jangan tanyakan dia pergi dengan siapa, karena selama lima hari ini Adel belum mendapatkan satu orang teman. Boro-boro mendapatkan teman, dia saja dijauhi.

"Peduli setan dengan teman. Aku tidak membutuhkannya," kata Adel, mengumpat.

Adel terkejut bukan main saat sosok manusia tiba-tiba berdiri di hadapannya. "Astaga! Zee, tidak bisakah kau datang dengan normal?!"

Adel berteriak spontan. Memegangi dadanya yang kembali berdetak cepat. Sial, rasanya dia diserang dua kali.

Zee menyengir lebar. Tanpa beban, dia menggenggam tangan Adel dan mencium punggung tangan gadis itu. "Maaf kalau aku mengagetkanmu. Lain kali akan kuulangi, hehe."

Adel melirik kesal. "Jangan diulangi. Jika kau ulangi, saat itu juga..."

Zee terlihat menanti lanjutan dari perkataan Adel. "Saat itu juga...?"

Adel tidak bisa berkata-kata. Sebab, dia pun tidak tahu harus melakukan apa pada Zee. Karena Adel tahu Zee bisa melakukan apa pun tanpa bantuan dirinya.

"Aku... Tidak ingin melihat wajahmu!" Hanya itu kata yang terlintas di otak Adel. Namun, Adel tak menyangka perkataannya berhasil memengaruhi Zee.

"Jangan gitu, dong! Baiklah, aku tidak akan datang tiba-tiba lagi." Zee mendadak panik. Wajahnya memelas seketika.

"Kau janji?"

"Janji!"

Adel tersenyum puas. Tatapannya turun ke bawah, melihat tangannya masih tertaut dengan jari jemari Zee. "Kau... Tidak berniat melepaskan ini?"

Zee ikut melihat objek yang dipandangi Adel. Bukannya melepaskan kaitan tangan itu, Zee malah mempererat genggamannya pada telapak tangan Adel. "Aku tidak berniat melepaskannya."

Adel semakin bingung. "Kenapa?"

"Karena aku merindukanmu. Jadi, jangan harap kau lepas dariku!"

Kalimat yang membuat Adel merotasi kan bola matanya. Namun, gadis itu tidak protes. Dengan kehadiran Zee di sisinya saat ini, mengurangi rasa kesepiannya karena tidak ada Ramon yang biasa menemani gadis itu kemana pun ia pergi.

Ramon... Apa aku melakukan kesalahan, ya? Makanya dia menghindariku?

"Anaya?"

Adel tersentak saat sebuah tangan melambai di depan wajahnya. "Ya...?"

"Apa yang kau pikirkan saat sedang bersamaku?"

Entah sejak kapan Adel tidak melihat senyum lebar di wajah Zee lagi. Kapan ekspresinya berubah? Aku tidak menyadarinya.

"Aku... Tidak memikirkan apapun, kok," jawab Adel seadanya.

Zee memandang Adel lamat. Laki-laki itu memilih diam, tapi genggamannya pada telapak tangan Adel semakin kuat. Beraninya... Memikirkan orang lain saat berdua denganku?

Zee mengeraskan rahangnya. Kau akan ada di sampingku sepanjang hari ini, Anaya.

***

Adel memasuki ruang lukis. Tidak sendiri. Ada Zee yang sejak pagi tadi mengekorinya ke mana pun. Adel heran sekaligus bingung, tapi tidak tahu harus bertanya seperti apa saat melihat wajah tanpa dosa yang ditampilkan Zee.

Dia membuatku kesal. Tapi kenapa aku merasa tidak enak hati menegurnya sih, sialan?

Adel menarik napas dalam. Rasanya dia dimanipulasi. "Zee," panggil Adel. Zee sontak menoleh. "Kau tidak mengambil kelas ini, kan?"

Dengan pelan Zee menggeleng dengan mata yang mengerjap.

"Lalu, kenapa kau mengikutiku ke sini?"

"Karena aku ingin terus berada di sampingmu?"

Adel melirik sekeliling. Banyak mata yang memandang mereka berdua. Tapi anehnya, mereka seakan melihat pemandangan yang sudah biasa. Tidak ada tatapan terkejut atau heran orang-orang dengan sikap Zee.

Apa Zee juga seperti ini pada Anaya, dulu?

"Kembalilah. Kau ada kelas, aku juga ada kelas," ujar Adel.

"Aku tidak mau," tolak Zee mentah-mentah.

"Jika kau tidak kembali, maka aku akan-"

Melihat Adel yang ingin melontarkan ancaman, dengan cepat Zee memotong ucapan Adel. "Iya-iya! Aku akan kembali sekarang. Kau mainnya ancaman, huh."

Dengan wajah kesal, Zee membalikkan tubuhnya. Namun, sebelum benar-benar pergi, kepala laki-laki itu menoleh ke belakang. Tatapannya dingin menatap satu objek yang saat ini duduk anteng di pojokan kelas.

"Anaya, jaga dirimu. Jangan biarkan lalat hinggap padamu. Mengerti?"

Nuel menyeringai mendengar ucapan Zee. Dia tahu lalat yang dimaksudkan adalah dirinya. Sedangkan Adel semakin bingung, lantas mengusir Zee keluar.

"Iya, kau cepat pergi sana!"

Helaan napas berat keluar dari mulut Adel setelah perawakan Zee benar-benar menghilang. Namun, tak ayal juga ujung bibir gadis itu tertarik ke atas saat sebuah notifikasi masuk.

{ Rasa tertarik Zee pada player meningkat sebanyak : 15% }

Rasa sukanya meningkat sebanyak ini?

"Anaya!"

Perhatian Adel terpusat pada seseorang yang saat ini melambaikan tangan ke arahnya. Nuel menepuk bangku kosong di sebelahnya saat melihat Adel berjalan menghampiri dirinya.

"Kali ini kau tidak protes, huh?" Nuel menyeringai ketika Adel duduk diam di sebelahnya. Terlebih, melihat ekspresi datar Adel merupakan sebuah kesenangan baginya. Entahlah, wajah cantik itu meski datar, tapi tetap menarik perhatiannya.

"Kenapa Zee mengantarmu sampai ke sini?" Nuel mendekatkan diri, namun Adel sengaja menciptakan jarak di antara mereka berdua. "Kau... Enggan berdekatan denganku?"

"Tidak. Aku suka berdekatan dengan orang-orang tampan," jawab Adel lugas. "Hanya saja, aku tidak menyukai aroma tubuhmu."

Aku lebih menyukai aroma lavender dibanding mint, batin Adel berkata tanpa sadar.

Deg.

Nuel mengerjap. Dia tidak salah dengar, kan? "Kau... Mengatakan kalau aku bau, begitu?"

Adel melirik sekilas. Ujung bibirnya sedikit tertarik ke atas. "Tidak. Tapi, jika kau berpikir begitu, silahkan. Maka dari itu jangan dekat denganku."

Hampir memberi jeda diantara mereka berdua, Nuel tiba-tiba tertawa lebar. Matanya bahkan mengeluarkan air mata karena terlalu keras tertawa. "Hahahaha! Anaya.... Anaya. Apa kau orang yang sejujur ini?"

Adel mengangkat bahunya acuh. "Entah."

"Jadi, karena itu wajahmu selalu kusut saat berdekatan denganku?" tanya Nuel yang berusaha menghentikan tawanya.

"Itu salah satunya."

"Salah satunya?" Nuel menaikkan satu alisnya penasaran. "Ada alasan lainnya kenapa kau selalu cuek padaku?"

"Ada. Kau tidak mengatakan siapa dirimu sebenarnya."

Meliht raut serius di wajah Adel, membuat Nuel tak kuasa menahan senyumnya. "Memangnya kau anak kecil, huh? Marah hanya karena tidak mengatakan siapa diriku sebenarnya?"

Tangan Nuel tanpa permisi mengacak rambut Adel. "Astaga... Kau sungguh sesuatu. Kau berbeda dari rumor yang aku dengar."

Adel spontan menepis tangan Nuel di kepalanya. "Kau belum mengenal diriku sepenuhnya."

"Benarkah? Lalu... Apa Zee mengenal dirimu sepenuhnya?"

Deg.

Entah sejak kapan wajah Nuel berada di depannya. Adel refleks mendorong kepala Nuel agar menjauh darinya. "Kenapa kau bertanya tentang itu? Wajar dia mengenalku karena aku tunangannya."

Nuel terdiam mendengar ucapan Adel. Mata laki-laki itu menyipit. "Jadi kau tidak menentang pertunangan itu, ya..."

Adel melirik Nuel. Satu alis gadis itu naik sebelah. Ia yakin baru saja mendengar Nuel mengatakan sesuatu. "Kau bilang apa?"

Dan dengan polosnya, Nuel tersenyum lebar seolah-olah tidak ada yang terjadi. "Tidak apa-apa. Hari ini, biarkan aku melukismu sepuasnya!"

***

SISTEM : Antagonist Harem.
25. Konflik

Weh anjir... Sebenarnya kenapa sama si Zee, ya? Terus, adik Kairos nih mati karena apa?

Nanti akan ada flashback atau POV Zee (Sudut pandang Zee) ya teman-temankuh.

Guys, aku bingung mau kasih part uwu untuk mereka. Untuk sementara, part uwu nya aku kasih buat Zee dan Nuel, ya. Soalnya apa ya... Mereka tuh, kayak cocok aja gitu buat Adel. Nuel nih tipe-tipe romantis. Sifatnya pun murni dan gak ada maksud dari pendekatannya dengan Adel. Karena dari awal dia emang udah sejatuh hati itu sama Adel pada pandangan pertama. Udah liat, kan, awal mula Nuel mau dekat sama Adel? Karena bagi dia tuh, Adel pemandangan yang indah. Dia pengen banget melukis wajah Adel karena itu yang membuatnya tertarik sama Adel.

Nah, kalau Zee ini, masih misteri. Tapi aku kasih clue dikit yah. Zee ini tipe-tipe romantis tapi ada ngeri-ngerinya dikit. Hehe. Ngerinya dikit doang, kok. Ngeri-ngeri sedap.

Tapi, untuk Jamie, aku mau bikin sifat dia tuh nyebelin karena ngekorin FL (Adel) mulu. Padahal waktu itu dia yang bilang kalau benci Anaya. Kairos juga awalnya kan, rasa tertariknya pada Anaya 7%. Itu belum membuatnya merasakan benih-benih cinta. Terlebih dia kayaknya punya konflik sama Anaya yang dulu.

Nah, konflik kematian Adik Kairos ini bakal terungkap di POV Zee ya teman-temankuh.

Buat Amon, yang menjadi target ketiga Adel, aku rasa dia dapat part dikit. Tapi dia tetap masuk list target Adel. Jangan khawatir, Amon ini emang murni baik. Dan maksud dia ngedekatin Adel tuh karena disuruh sepupunya, Kairos. Lalu, kenapa si Adel jantungnha jedag-jedug as dekat sama Amon, ya?

Nah jawabannya karena si Adel ini kan tipe cewek new girl atau sikapnya tuh kayak kita, cewek remaja pada umumnya. Plin-plan. Mungkin ada sifat dia yang bikin kalian geram. Contohnya lembek atau gamau mempermasalahin sekitarnya atau cuek. Ya gitulah pokoknya. Dan ya... Si Amon ini emang tampan. Jadi wajar si Adel klepek-klepek ye kan. Aku kalau di posisi Adel juga bakal klepek-klepek walau udah ada Zee. Tenang aja, nih anak belum sadar sama perasaannya karena belum pernah jatuh cinta sebelumnya. Hehe.

Dah, sekian. Maapkeun kalau ada dari kalian yang masih ga ngerti sama penjelasan aku. Kalau belum ngerti, mending kalian bersabar ya. Karena dari awal aku udah bilang ini cerita alurnya agak lambat.

Spoiler chapter depan. Si Kairos bakal lebih nyebelin lagi nanti. Terus, saat acara perburuan, Adel bakal diculik.

Dah, sampe sana aja spoilernya.

Oh, pasti ada yang nanya, "Kak, Ramon nya gimana? Dia ga bakal ada part lagi kah sama Adel?"

TENANG AJA GESSS, kapal aku tetap Ramon Adel meski karam di awal hiks. Tenang aja, chap depan si Ramon udah ga main kabur-kaburan lagi sama Anaya wkwk.

Dah, sekian dari author note yang panjangnya lebih dari satu chapter. Canda.

See you, kawanku.

Продолжить чтение

Вам также понравится

31K 2.1K 45
sᥱ᥆rᥲᥒg gᥲძіs ⍴ᥱmᑲᥙᥒᥙһ ᑲᥲᥡᥲrᥲᥒ ᥲᑲᥲძ kᥱ 20×× sᥱᥴᥲrᥲ 𝗍rᥲgіs mᥲ𝗍і ძі𝗍ᥲᥒgᥲᥒ rᥱkᥲᥒᥒᥡᥲ һᥲᥒᥡᥲ kᥲrᥱᥒᥲ sᥲᥣᥲһ ⍴ᥲһᥲm ᑲᥙkᥲᥒᥒᥡᥲ ⍴ᥱrgі kᥱ sᥙrgᥲ ᥲ𝗍ᥲᥙ ᥒᥱrᥲkᥲ gᥲ...
168K 10.8K 21
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...
433K 73 1
HANYA BISA DIBACA LENGKAP DI INNOVEL/DREAME. Giat bekerja, pelit terhadap orang lain maupun diri sendiri, kemudian mati penyakitan. TAMAT. Namun, ket...