LOVE IT

By EmiLiani00

7K 1.3K 376

ADA sesuatu yang ingin ku katakan padamu sejak dulu, sampai sekarang aku belum mengatakannya karena.... yah... More

Cast
1✓
2✓
4✓
5✓
6✓
7✓
8✓
9✓
10✓
11✓
12✓
13✓
14✓
15✓
16✓
17✓
18✓
19✓
20✓
21✓
22✓
23✓
24✓

3✓

315 65 4
By EmiLiani00

Hari pertama syuting sangat melelahkan karena seharian itu sutradara Jang memutuskan untuk mengambil adegan di luar ruangan. Lokasi syuting hari itu berkisar di Hyde Park dan West End, terutama di Piccadilly Circus. Tentu saja syuting ditempat umum bukan hal yang gampang karena sisa-sisa musim dingin masih terasa dan banyak orang berlalu-lalang. Namun sutradara Jang adalah sutradara yang perfeksionis. Dia sangat memperhatikan gerak-gerik Jisoo didepan kamera, dari ekspresi wajah, posisi tubuh, langkah kaki, gerakan tangan, bahkan sampai tatapan mata.

"Cut!" Seru sutradara Jang untuk yang kesekian kalinya.

Jisoo menegakkan tubuh dan menoleh ke arah si sutradara. Langit sudah berubah gelap sejak berjam-jam yang lalu. Mereka pun sudah mengulangi adegan didepan toko barang antik bercat merah cerah ini setidaknya enam kali dan tidak ada satu adegan pun yang memuaskan bagi sutradara Jang.

"Kali ini coba kau yang menyebrang jalan dari sana ke sini," kata sutradara Jang ketika ia sudah berada di samping Jisoo. "Lalu berhenti sebentar didepan toko ini, melongok kedalam, seolah-olah kau ragu, lalu kau masuk. Oke? Kita coba yang ini."

Jisoo tersenyum dan mengangguk walaupun rasa lelah mulai menjalari tulangnya dan tubuhnya menggigil. Ditambah lagi kakinya terasa sakit dalam sepatu bot yang kekecilan. Tentu saja ini bukan pertama kalinya ia merasakan semua itu. Sebagai model pekerjaannya sangat menuntut waktu dan tenaganya. Dia pernah pulang ke rumah pada pukul dua pagi setelah tampil di London fashion week sepanjang hari dan harus keluar lagi dari rumah pada pukul empat pagi untuk acara pemotretan di Cornwall. Jadi rasa lelah sama sekali tak asing baginya, malah kadang-kadang ia merasa ia membutuhkan perasaan lelah itu.

Sutradara Jang mengangguk. "Kita akan mulai lima menit lagi," katanya, lalu berjalan ke salah seorang kamerawan di sana.

Hyeri bergegas membawakan jaket untuk Jisoo. "Terima kasih," gumam Jisoo sambil menggenakan jaketnya dan menjejalkan tangan ke saku.

"Duduk di sini," kata Hyeri sambil mendorong Jisoo ke salah satu bangku didekat cahaya lampu dan mulai memperbaiki riasannya.

Ketika Hyeri pergi mengambil peralatannya yang lain, Jisoo memejamkan mata sejenak. Waktu istirahat yang didapatkannya hanyalah sedikit waktu di sela-sela pekerjaan seperti ini. Jisoo tidak tahu apakah ada orang yang pernah menghargai lima menit waktu luang seperti dirinya. Tiba-tiba ia mencium aroma yang enak. Matanya terbuka dan langsung dihadapkan pada secangkir teh yang mengepul.

"Capek?"

Mendengar suara berat dan asing itu, Jisoo mengangkat wajah dan langsung bertatapan dengan mata gelap Taehyung yang ramah. Sejak pertemuan pertama mereka pagi tadi, sepanjang hari itu mereka sama sekali belum sempat saling bicara. Mereka sama sekali belum melakukan adegan bersama dan adegan mereka masing-masing diambil secara terpisah. Dan setiap kali tidak berada di depan kamera, Taehyung langsung kembali pada perannya sebagai asisten sutradara Jang, sibuk dibelakang kamera. Jisoo tahu dari Hyeri bahwa tujuan utama Taehyung datang ke London sebenarnya memang untuk bekerja dengan Jang Taeyoo dan laki-laki itu hanya setuju menjadi model di video musik ini tanpa dibayar adalah karena si penyanyi adalah sahabat baiknya.

Karena Jisoo tetap bergeming, Taehyung meraih tangan Jisoo, ingin membuatnya menerima cangkir teh yang disodorkan. Tetapi Jisoo langsung tersentak dan secepat kilat menarik kembali tangannya. Taehyung mengerjap dan menatap Jisoo dengan alis terangkat heran. Walaupun udara terasa dingin, Jisoo merasa pipinya memanas. Selama beberapa detik tidak ada yang bergerak. Lalu Taehyung menghela napas dan menempelkan cangkir teh yang hangat itu ke tangan Jisoo.

"Ini minumlah. Kau akan merasa lebih baik," katanya ringan.

Jisoo menggenggam cangkir teh yang disodorkan itu dengan kedua tangan. Ia mendesah pelan ketika merasakan kehangatan menjalari ujung jari dan tangannya. Sedikit ketegangan pun menguap dari pundaknya.

"Sutradara Jang memang agak keras, tapi dia selalu berhasil mendapat gambar yang bagus." Kata Taehyung sambil memasukkan kedua tangan ke saku celana. "Kau akan lihat nanti."

Jisoo menatapnya sejenak, lalu mengangguk singkat.

Tepat pada saat itu terdengar suara sutradara Jang yang menyatakan syuting akan dimulai lagi.

Taehyung menoleh ke arah si sutradara, lalu kembali menatap Jisoo. "Bertahanlah sebentar lagi," katanya sambil tersenyum menghibur sebelum berbalik dan meninggalkan Jisoo.

Jisoo menatap punggung Taehyung yang menjauh sejenak, lalu menunduk  menatap cangkir teh yang masih penuh dan bergetar dalam genggamannya. Ia menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya, dan meletakkan cangkir itu ke tanah.

                                    ***

Akhirnya syuting hari itu selesai juga.
Jisoo mengusap-usap bagian belakang lehernya sambil mengumpulkan barang-barangnya. Ia menatap jam yang tertera di layar  ponsel. Kalau ia bergegas, ia bisa naik kereta bawah tanah yang terakhir. Besok ia harus bangun pagi-pagi karena ia diminta tiba di lokasi syuting jam delapan pagi. Sekarang ini ia hanya ingin tidur.

"Jisoo."

Jisoo berbalik ketika mendengar sutradara Jang memanggilnya. "Ya?"

"Kau akan pulang sendirian?" Tanya sutradara Jang.

"Ya," sahut Jisoo dan tersenyum. "Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa. Aku masih sempat naik kereta terakhir."

Sutradara Jang mengerutkan kening sejenak. "Sekarang sudah terlalu larut. Tidak baik membiarkan seorang gadis berjalan sendirian," katanya. Kemudian ia memandang berkeliling, ke arah para staf produksi yang sedang sibuk mengumpulkan dan merapikan perlengkapan. Matanya berhenti pada Taehyung yang sedang membantu mengangkat perlengkapan ke mobil.
"Oi, Taehyung," seru sutradara Jang.

Taehyung menoleh. "Ya?"

"Kau bisa mengantar Jisoo pulang?" Tanya sutradara Jang kepada Taehyung. "Aku tidak mau dia pulang sendirian malam-malam begini."

Mata Jisoo melebar. "Tidak," katanya cepat. Terlalu cepat dan terlalu keras sampai kedua pria itu menoleh memandangnya. Jisoo menggoyang-goyangkan tangan dan tersenyum gugup. "Tidak perlu repot-repot," katanya dengan suara yang diusahakan tidak terdengar panik. "Aku bisa sendiri. Sungguh."

Taehyung berjalan menghampiri mereka. "Aku tidak keberatan. Lagipula, aku setuju dengan Hyung. Sekarang sudah malam dan sebaiknya ada yang mengantar mu pulang. Kau tinggal dimana?" Tanyanya.

Jisoo menggoyangkan tangannya lagi. Kali ini lebih cepat. "Sungguh, aku tidak perlu diantar. Aku bisa pulang sendiri. Aku sudah terbiasa pulang sendirian," katanya sambil meraih tas dan topinya. Ketika ia melihat Taehyung membuka mulut seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, Jisoo cepat-cepat membungkuk. "Selamat malam," katanya cepat, lalu berbalik tanpa menunggu jawaban dan berjalan pergi.

Mengamati punggung Jisoo yang menjauh, Jang Taeyoo bergumam. "Rasanya tidak benar membiarkannya pulang sendirian  malam-malam begini."

Taehyung menoleh. "Tapi dia sendiri tidak mau ditemani," balasnya. Lalu ia mengangkat bahu. "Hyung tidak perlu cemas, tidak akan terjadi apa-apa."

Jang Taeyoo mendecakkan lidah dengan pelan. "Tapi tetap saja..." Gumamnya enggan. Ia menghela napas dan berbalik. "Ya sudah. Ayo, Taehyung. Kita bereskan tempat ini dan pulang."

"Ya. Tentu saja," gumam Taehyung. Namun ia tidak beranjak dari tempatnya berdiri sampai sosok Jisoo menghilang di belokan di seberang jalan sepi itu.

                                  

***

Sementara itu Jisoo meragukan keputusannya sendiri. Jalanan sudah sepi. Stasiun kereta bawah tanah juga tiba-tiba terlihat remang-remang dan menakutkan. Hanya ada segelintir orang yang berdiri menunggu kereta. Jisoo tidak suka tempat sepi. Kepanikan mulai meresapi otaknya dan membuat tubuhnya menggigil.

Apakah tadi sebaiknya ia menerima tawaran Taehyung untuk mengantarnya pulang? Tapi ditemani laki-laki yang baru ditemuinya hari ini juga sama sekali bukan pilihan yang pantas dipertimbangkan.

Sepanjang perjalanan pulang jisoo menyibukkan pikirannya dengan mengingat jadwal kerjanya selama sebulan kedepan, berusaha mengabaikan keadaan kereta yang hampir kosong dan dua pria yang berpenampilan kusam yang berdiri di dekat pintu sambil mengobrol dan menegak bir. Ketika ia akhirnya tiba di Hampstead, Jisoo baru bernapas sedikit lebih lega. Hanya sedikit. Karena sekarang ia harus berjalan kaki ke flatnya. Memang tidak jauh dari stasiun, tapi ia tetap merasa paranoid kalau harus berjalan sendirian malam-malam.

Sambil terus menyibukkan pikirannya sehingga tidak berpikiran macam-macam, Jisoo berjalan cepat menyusuri jalan dari bebatuan yang mengarah ke flatnya. Ia baru bisa benar-benar bernapas lega ketika sudah mendekati gedung flat. Robin's Nest di lantai satu gedung itu masih buka dan masih ramai. Cahaya lampu yang terang, suara orang tertawa, bercakap-cakap dan bunyi genting gelas membuat Jisoo merasa santai.

Baru saja ia merasa lega, tiba-tiba bunyi keras dibelakangnya membuatnya terperanjat, disusul disusul suara yang mengumpat. Jisoo terkesiap, berputar cepat, dan membelalak.

"Oh, sialan," gerutu sesosok bayangan gelap dibawah salah satu pohon yang berjejer di tepi jalan. Bayangan itu sepertinya sedang membungkuk dan mengangkat sesuatu dari tanah.

Jisoo seakan terpaku ditempat. Tidak bisa bergerak, tidak bisa bersuara, tidak bisa bernapas. Dengan mata terbelalak ia menatap bayangan itu membetulkan letak.... Tong sampah?

"Jangan panik. Ini aku. Aku menabrak tong sampah. Tapi tidak perlu khawatir. Tong sampahnya baik-baik saja."

Jisoo mengerjap mengenali suara itu sementara bayangan gelap tadi melangkah kebawah sinar lampu jalan sambil mengangkat kedua tangan. Mata Jisoo melebar setelah wajah laki-laki itu terlihat jelas. "Kau...?"

Taehyung menurunkan tangan dan tersenyum lebar.

"Sedang apa kau disini?" Tanya Jisoo heran bercampur curiga, ia memandang berkeliling, lalu kembali menatap Taehyung. Matanya disipitkan. "Kau mengikuti ku?"

Taehyung tidak langsung menjawab. Ia terlihat sedang memikirkan sesuatu. Lalu ia berkata dengan nada merenung. "Kau tahu, ini pertama kalinya kau mengucapkan lebih dari dua kata padaku. Dan aku baru tahu kau punya logat London yang jelas. Sebenarnya sudah berapa lama kau tinggal disini?"

Jisoo terdiam sejenak dan tetap menatap laki-laki dihadapannya. Lalu, tanpa menjawab pertanyaan Taehyung, ia bertanya sekali lagi. "Sedang apa kau disini?"

Taehyung menjejalkan kedua tangan kesaku jaket abu-abunya dan mengangkat bahu, "Karena kau tidak mau diantar pulang, aku memutuskan untuk mengikuti mu."

Kening Jisoo berkerut tidak mengerti. "Kenapa?"

"Hanya untuk mematikan kau baik-baik saja. Memastikan kau tiba di rumah dengan selamat," sahut Taehyung ringan. "Hyung__maksudku sutradara kita itu takut sesuatu terjadi padamu."

Jisoo mengerjap bingung. "Oh."

"Jadi," kata Taehyung sambil mendongak memandang gedung didepannya, "kau tinggal disini?"

Jisoo menoleh, mengikuti arah pandang Taehyung, lalu kembali menatap laki-laki itu. "Ya."

Mendengar nada suara Jisoo, mata Taehyung beralih kembali kepada Jisoo dan ia tertawa pendek. "Tidak perlu curiga begitu. Aku tidak minta diajak masuk," katanya. Ia menatap Jisoo dari kepala sampai ke kaki, lalu kembali ke wajahnya dan berkata, "Lagipula kau bukan tipeku."

Jisoo mengerjap kaget, membuka mulut, lalu menutupnya lagi. Otaknya berkutat mencari balasan yang cocok, tetapi tidak ada satupun yang terpikirkan olehnya. Otaknya mendadak kosong. Ia hanya bisa menatap laki-laki yang tersenyum lebar itu dengan sebal.

"Baiklah. Karena kau sudah sampai di rumah dengan selamat, aku pergi dulu," kata Taehyung sambil mengangkat sebelah tangan. "Sampai jumpa besok."

Ketika laki-laki itu berbalik dan mulai melangkah pergi. Jisoo baru berhasil memikirkan selusin cara membalas kata-kata Taehyung tadi. Tapi tentu saja sudah terlambat. Dengan jengkel Jisoo membalikkan tubuh sambil menggali tasnya, mencari kunci pintu tangga depan.

"Siapa laki-laki itu?"

Jantung Jisoo hampir jatuh ke tanah ketika Jennie tiba-tiba sudah ada tepat didepan wajahnya. "Ya tuhan, Jennie!" Jisoo menempelkan tangan ke dada. "Sedang apa kau disini?"

Jennie memberi isyarat dengan ibu jarinya kearah Robin's Nest yang ramai. "Aku sedang bersama teman-temanku. Kebetulan aku melihatmu dengan laki-laki itu. Siapa dia?"

"Rekan kerja," sahut Jisoo, masih merasa sebal pada diri sendiri karena membiarkan dirinya terlihat seperti orang bodoh didepan Taehyung.

Alis Jennie terangkat. " Dan dia mengantarmu pulang? Jisoo, aku tidak pernah melihatmu diantar pulang oleh laki-laki."

"Tidak, dia tidak mengantarku." Sela Jisoo cepat, "dia mengikuti ku."

Kali ini alis Jennie berkerut. "Dia mengikuti mu sampai kesini? Untuk apa?"

Jisoo tidak langsung menjawab, ia menoleh kebelakang. Taehyung sudah tidak terlihat. Ia menggeleng dan mendesah. "Entahlah. Aku lelah sekali dan aku mau tidur," katanya sambil mengeluarkan kunci dari tas dan berjalan melewati Jennie. "Kembalilah kepada teman-temanmu."

"Oh ya, Jisoo," panggil Jennie. "Sana menelepon mencari mu berkali-kali hari ini. Katanya ponselmu tidak bisa dihubungi."

Jisoo baru teringat ia mematikan ponselnya selama proses syuting agar tidak menganggu. Ia mendesah berat. "Sana. Aku hampir lupa. Aku berjanji akan menyerahkan artikelnya besok." Ia menghembuskan napas panjang. Bahunya melesak. "Kurasa aku harus membatalkan rencanaku untuk tidur."

Selain bekerja sebagai model, Jisoo juga berkerja sebagai editor freelance disalah satu majalah fashion populer di Inggris. Ia sangat suka dan tahu banyak soal dunia fashion, jadi ketika Minatozaki Sana, mantan teman seprofesi dan putri pemilik majalah itu, meminta bantuannya menulis artikel fashion untuk majalahnya, Jisoo dengan senang hati menerima pekerjaan itu. Namun sekarang ia mulai mempertanyakan keputusannya sendiri untuk membantu Sana karena sepertinya ia sekarang bukan hanya bertugas menulis artikel fashion, tetapi juga sering diminta mengerjakan tugas yang seharusnya dikerjakan Sana sendiri sebagai editor in-chief karena temannya itu bukan tipe orang yang bisa mengambil keputusan sendiri.

Jennie menatapnya dengan tatapan prihatin. "Kurasa sudah waktunya kau memilih salah satu, Jisoo. Model atau editor majalah. Kau tidak bisa melakukan dua-duanya dengan jadwalnya yang sekarang. Memangnya kau tidak capek?"

Jisoo memutar kunci dan membuka pintu, lalu ia berbalik menatap sahabatnya. "Jangan khawatir. Aku bisa mengatasinya," katanya sambil tersenyum.

Jisoo tidak pernah memberi tahu siapa-siapa, tetapi kesibukan adalah perlindungannya. Kesibukan bisa mengalihkan perhatiannya. Kesibukan bisa membuatnya tidak memikirkan hal-hal yang tidak ingin dipikirkannya.
    
Misalnya hal-hal yang berhubungan dengan Kim Taehyung.









Budidaya votemen 🖤🌈~

Continue Reading

You'll Also Like

6.5M 336K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
1.1M 44.2K 37
Mereka teman baik, tapi suatu kejadian menimpa keduanya membuat Raka harus menikahi Anya mau tidak mau, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa ya...
3.7M 40.1K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
563K 3.2K 24
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.