GIOFI

By Rifannah_

14.3K 3K 1.5K

Syafika dituntut untuk menjadi seperti kakaknya yang sukses di dunia kerja. Dia harus meraih nilai sempurna... More

● PROLOG ●
01 - Sistem Unik
02 - Apa yang Salah?
03 - Risi Sebangku
04 - Hindari Sebangku
05 - Tolong Kembali
06 - Jadi Itu, Gio?
07 - Aksi Terbaik
08 - Fakta dan Opini
09 - Sudut Kelompok
10 - Jefri Curiga
11 - Di Bawah KKM
12 - Seleksi Teman
13 - Tak Lama Lagi
14 - Harus Bersama
15 - Nilai Ulangan
16 - Pengakuan di Pengumuman
17 - Sidang Kejujuran
18 - Sesal pada Pencapaian
19 - Dua Insan Pusat Perhatian
20 - Beauty Privilege
21 - Kalimat yang Sama
22 - Lukisan Gio
23 - Orang yang Dilukis
24 - Goresan dari Ucapan
25 - Cari Penyakit
26 - Merindu Momen
27 - Ya, Fi dan Ya, Gi
28 - Hasil Bujuk
29 - Nekat Tanya
30 - Teori Kesepakatan
31 - Sebotol Air Mineral
32 - Protagonis dan Antagonis
33 - Ramai Diserang?
34 - Tak Sesuai Harapan
35 - Biang Keladi
36 - Masa Kelam
37 - Katakan Damai
38 - Karena Jeritan
39 - Sumpah dan Sampah
40 - Minta Maaf
41 - Meluruskan Cerita
43 - Pemicu Prinsip
44 - Malam Emosional
45 - Bagian Rencana
46 - The Monster
47 - Jefri
48 - Janji Baru
49 - Giat Belajar
50 - Remaja Penuh Drama
● EPILOG ●
● GIOFI'S Arts ●

42 - Tarik Balik!

197 43 19
By Rifannah_

"Gue cuma mau lo tarik kalimat itu."

-Giorufal Ardenas-

= GIOFI =

Tepat sekali ponsel Afi berdering sebelum Gio menjelaskan, cepat-cepat cewek itu melihat layar dan menemukan nomor ibunya sedang menghubungi.

"Maaf banget Fi, semenjak kelas sebelas ini gue seakan-akan lupa kalau lo dulunya teman sebangku, sebenernya juga karena faktor masuk kelas XI IPS 1 tiba-tiba dan disusul kehadiran Rofira di kelas sepuluh, ngebuat gue agak susah buat nyapa lo sesekali. Dia anaknya emang agak posesif sama takut kehilangan juga, jadi supaya lo sama dia nggak saling salah paham, maaf banget gue perlahan ngejauh dari lo. Gue nggak nyangka, kalau lo bakal berantem sama Rofira sehebat itu sampai kepala dia bocor."

Afi berpura-pura paham mendengar omongan Gio, padahal dia tahu di balik kalimat itu ada sedikit kebohongan yang tidak berhasil disembunyikan. "Terus gimana sekarang? Udah tercapai apa yang lo mau?"

Gio mengernyit, sontak menoleh menatap Afi. "Maksudnya Fi?"

"Kali ini lo mau manfaatin apa lagi dari gue?" tanya Afi lagi dengan tatapan seperti seorang detektif yang menemukan tersangka dari kasus pembunuhan.

Tiba-tiba ponsel Afi berdering lagi, mengganggu percakapan tegang mereka. Cepat-cepat cewek itu menerimanya dan membiarkan sang ibu berbicara.

"HALO AFI? Di mana kamu?!" Suara Rimawanti sudah lebih dulu menyakitkan telinga Afi. "PULANG SINI!"

Tanpa menjawab kalimat sang ibu, Afi langsung mematikan ponselnya begitu saja tanpa sepatah kata pun. Dia mendongak dan menatap Gio dengan satu alis yang terangkat.

"Kenapa dimatikan?" Gio bertanya heran. "Itu nyokap lo, Fi."

"Nanti, jangan jadiin telepon barusan itu sebagai bahan buat lo menghindar. Gue tahu lo itu lagi sembunyiin sesuatu, Gi!" tegas Afi. "Cepat, sekarang jawab pertanyaan gue, lo mau manfaatin apa lagi dari gue? Hm? Setelah lo berhasil dapatin segala kekayaan karena menjilat ke bokap Rofira, sekarang lo mau dapatin apa lagi dari gue?!"

Gio tersentak dengan kalimat itu, lantas menghentikan mobil secara mendadak. "Lo bilang apa tadi?"

"Dih, budek ah. Capek tahu ngulang, pikir sendiri," balas Afi lebih kasar daripada biasanya.

Lagi, Gio dibuat kaget dengan sifat Afi yang seperti itu. "Lo lebih dulu percaya pendapat lo sendiri daripada harus dengerin gue? Tarik balik omongan lo itu, Fi."

"Daripada lo suruh gue tarik balik omongan itu, kenapa nggak langsung jelaskan aja?"

"Tarik balik," tegas Gio kali ini dengan tatapan tajam.

"Nggak!"

"Fine, you'll see."

Afi sedikit menggeser posisi duduknya untuk lebih dekat dengan pintu mobil. Namun, tiba-tiba saja dia menyadari bahwa pintu itu sudah dikunci oleh Gio dan dirinya tidak bisa ke mana-mana sekarang. Napas Gio sedikit memburu disusul gemeletuk gigi yang menandakan bahwa emosinya naik kali ini. Gio menyalakan mobilnya, menghasilkan bunyi memekakan telinga. Afi mulai merasa takut dengan sifat lain dari Gio ini.

Mobil pun mulai melaju, melintasi jalanan kota menuju sebuah jalan kosong dengan hutan di sekitarnya. Afi tak tahu daerah ini. Gio semakin meningkatkan kecepatan mobilnya melebihi seratus kilometer per jam. Jantung Afi mulai berdegup tak stabil.

"Gio!" Afi menegur. "Gi!"

Gio tidak menjawab, malah semakin meningkatkan kecepatan mobilnya.

* * *

"Apa yang dipikirin sama anak itu?" Rimawanti bertanya frustrasi setelah mendengar keluhan Rofira dan pembelaan Afi.

Jefri melirik dari sofa, sedikit tidak percaya dengan pengakuan Rofira. Yang benar saja, tadi dia lebih mendengar suara nyaring Rofira daripada adiknya sendiri. Walaupun menyimak Fuad dengan baik, tak menutup kemungkinan bagi Jefri untuk terus memantau Afi dari sudut matanya.

Istri Fuad sedikit terdiam setelah membuka semua akun media sosial putrinya. "Kamu hujat siapa Rofira?"

"Bukan siapa-siapa itu Ma, itu cuman keluhan anak remaja aja," kata Rofira, "siapa suruh si Syafika itu nggak sopan sama aku."

"Dia apain kamu memangnya?" tanya Istri Fuad, masih membaca beberapa tweet putrinya.

"Dia buat komplotan untuk bully aku, dia siram aku pakai air, dia suruh orang untuk jambak aku, dia suruh orang sembunyikan sepatuku, dia sebarin rumor aneh-aneh tentangku sama Gio, dia bikin aku dihujat satu sekolah, dia pukul aku pakai penggaris besi," jelas Rofira dengan memutarbalikkan fakta yang ada, bangga, seolah menjadi orang yang pantas dikasihani oleh para orang tua.

Dari pintu, seorang pria dengan setelan jas hitamnya masuk ke dalam kamar rawat inap dengan bingkisan makanan untuk Rofira. Itu Handoko, tetapi tanpa Gio.

Rimawanti syok mendengar pengakuan gadis mungil yang cantik itu. Cepat-cepat meraih ponsel dan berjalan keluar, segera menelepon Afi agar kembali.

Tak jadi sedih, Rofira kembali bergembira sampai akhirnya dia menyadari bahwa Gio tidak datang. "Om, Gio mana?"

"Tadi dia ada di depan Om," balas Handoko sambil cepat-cepat menjabat semua orang di sana.

Di luar, Ibu Afi mulai panik karena panggilannya tidak dijawab oleh sang putri. Dia semakin cemas dan takut jika pikiran keluarga Fuad berubah. Jangan sampai Afi benar-benar dikeluarkan tanpa syarat dari sekolah karena pengakuan Rofira barusan.

Panggilan kedua juga tidak terjawab.

Jefri yang berhenti berbincang dengan Fuad pun ikut menelepon Afi, tetapi tidak diangkat padahal ponselnya aktif.

Panggilan ketiga Rimawanti pun dijawab oleh Afi. Dia lantas membentak, "HALO AFI? Di mana kamu?!"

Panggilan tiba-tiba diputus. Rimawanti terkejut lagi, buru-buru berjalan masuk ke dalam ruangan dan membicarakannya dengan Jefri. Malang, pria itu juga tidak bisa menghubungi adiknya, termasuk Bu Andrina. Ponsel Afi yang mendadak tidak bisa dihubungi itu membuat kekhawatiran mereka memuncak.

Handoko pun duduk bersama Fuad, menyadari kekhawatiran dari keluarga yang menjenguk Rofira. Begitu juga dengan istri Fuad yang kembali duduk ke sofa dengan alis berkerut karena isi pikirannya yang berantakan seperti benang kusut.

Rofira jadi ikut curiga, terpikirkan satu hal yang sama. Cewek cantik nan manis dengan tampang tidak bersalah itu pun bertanya kepada Handoko, "Om, Gio nggak datang ya? Lama."

"Tadi dia di depan saya, kok, bawa mobil sendiri," jawab Handoko dengan alis bertaut juga. "Mungkin dia beli sesuatu untuk kamu."

Jefri meneguk saliva. "Saya permisi sebentar."

Mata Rofira melotot melihat kepergian Jefri. Rasanya dia ingin bangkit juga dari tempat tidur dan memeriksa segala bagian rumah sakit ini. Afi hilang, bersamaan dengan Gio yang tak datang-datang, bukankah pantas saja jika Rofira curiga?

Jantung cewek itu berdegup kencang.

* * *

Melaju seperti tak sayang nyawa, Gio benar-benar tak mau mendengarkan segala ucapan Afi yang memintanya untuk berhenti. Justru, semakin cewek itu berbicara, maka semakin gatal kakinya untuk menginjak pedal gas semakin kuat.

"Gu-gue minta maaf, Gi." Satu kalimat itu akhirnya keluar dari bibir Afi, penuh keraguan. Ada kemungkinan di saat seperti ini, Gio tidak akan menerima semua kalimat, termasuk pemintaan maaf. "Gue ... percaya sama lo."

Mobil dihentikan Gio tiba-tiba, membuat decitan ban dengan aspal terdengar sangat menusuk. Gio tak peduli dengan keadaan Afi yang sedang menutup telinga atau terguncang saat ini. Cengkeramannya pada kemudi itu cukup kuat untuk mengendalikan mobil yang berhenti mendadak.

Gio pun berhasil menghentikan mobilnya tanpa oleng, meskipun setelahnya terlihat asap mengepul di sekeliling. Dia masih emosi, pandangan lurus ke jalan, menunggu Afi melanjutkan kalimatnya.

Namun, cewek itu malah terdiam karena ketakutan. Bukannya menarik balik kalimat sadis yang dia katakan tadi.

Padahal itu yang Gio inginkan, walau Afi sudah meminta maaf. Dia ingin Afi menyesal sudah mengatakan bahwa Gio 'menjilat' ke ayah Rofira.

Dengan emosi, Gio pun memerintahkan, "Keluar!"

"Apa, Gi?" Basa-basi Afi bertanya, masih tak percaya.

"Keluar!" Gio kini menatap Afi, tajam.

"Enggak!" bantah Afi. "Ini sudah malam, jam sebelas! Ini jalan sepi yang gue nggak tahu. Ini malam, Gi, malam!"

Bantahan Afi itu membuat emosi Gio semakin tersulut. "Terus kenapa? KELUAR!" bentaknya dengan memukul kemudi, kesal dengan Afi yang keras kepala.

Afi seketika bungkam. Tubuhnya semakin bergetar hebat ketika melihat sisi lain dari diri Gio muncul. Ini pertama kalinya, dia melihat Gio yang penuh emosi. "Gi ... jangan begitu." Dia lebih memilih untuk membujuk cowok ini daripada menarik kalimatnya tadi.

Gio menggeretakkan gigi dan lantas meninjukan tangannya ke dashboard lalu kembali menatap Afi. "Nggak keluar, lo kelar Fi!"

"Biar!" tantang Afi.

Gio mendekat ke Afi, perlahan. Tangannya terulur untuk membuka pintu sebelah Afi. "Keluar sebentar aja." Nada perintah Gio berubah, kali ini jauh lebih lembut.

Afi terlihat ragu-ragu, masih tidak mau bangkit dari tempat duduknya. "Lo mau apa?"

"Gue nggak mau lo jadi samsak gue, Fi." Gio menatap tajam lagi. "Keluar sekarang, tolong."

"Gue keluar tapi lo jangan tinggalin gue. Janji?"

Gio mengangguk.

Begitu Afi berhasil termakan bujukannya, Gio lantas meninju dashboard sekali lagi karena kesal dengan sifat Afi yang berbeda, berani menentang, tidak mau menarik kalimat itu, dan malah membujuknya dengan nada menyedihkan.

Lihat apa yang terjadi pada mereka sekarang, Gio amat kesal dan sedih dengan perubahan di pertemanan mereka. Hancur luluh, bahkan tidak lagi saling percaya. Berujung saling menentang, menuduh, dan membenci satu sama lain. Gio menyesali tindakannya selama ini.

Dia ingin Afi merasakan hal yang serupa.

Pikiran licik cowok itu bermain, tangannya refleks menyalakan mesin mobil serta menjalankannya pelan-pelan. Dari dalam terlihat Afi yang ketakutan, menepuk-nepuk kaca mobil sambil memanggil namanya. Gio pun melajukan mobil, ingin melihat seberapa bisa Afi mempertahankan egonya.

Bukan main, ternyata Afi malah mengejarnya, bukan berteriak bahwa dia menarik kalimatnya yang tadi.

Gio hanya ingin Afi menarik kalimat itu, seolah tidak pernah dikatakan dan menyesal. Afi salah besar telah menuduhnya sebagai penjilat.

Gio pun jadi lupa rasa iba.

= GIOFI =

Continue Reading

You'll Also Like

122K 4.5K 37
Crystal Callysta Anggita.. gadis berusia 18 tahun, model majalah remaja yang lumayan terkenal, Namun baru merintis karirnya. Memiliki seorang adik ya...
313 50 12
Layaknya seorang pengembara yang berjalan mengelilingi dunia. Namun bukan untuk mencari kehidupan, melainkan mencari sebuah penawar untuk lukanya yan...
502 186 9
Tacenda mengandung arti "hal yg lebih baik di biarkan tidak terucapkan" "Ketika lautan menghantammu dengan kekuatannya yang tak terkira, kehidupanmu...
63.6K 10.2K 17
Huang Renjun dan Lee Jeno adalah dua orang yang memiliki ketenaran di bidangnya masing-masing. Dibalik nama keduanya yang terkenal, mereka mempunyai...