Youniverse

由 secondaybreak

19.1K 2.6K 741

"We found each other and our universe was born." Cuma cerita dari semesta lain Bangtanvelvet. Bangtanvelvet... 更多

Cast
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu

Sembilan Belas

514 87 18
由 secondaybreak

"Sekarang Pak Abraham dimana?" tanya Jendra dengan sedikit kepanikan dalam nada bicaranya.

"Di ruang Pak Dirut" jawab Viona apa adanya.

"Aduh, tamat gue" ucap Jendra pada dirinya sendiri. Jendra sama sekali tidak menduga kalau kakeknya akan langsung bertindak. Hari ini tidak ada dalam bagian rencana Jendra. Apalagi setelah hari pertemuannya dengan Irene, Jendra belum sempat berbicara lebih lanjut tentang bagaimana mereka akan menjelaskan hubungannya kepada orang tua Irene dan juga kepada Kakek Jendra.

Jendra segera bergegas menuju ruang direksi rumah sakit untuk mencegah hal-hal yang tidak dia inginkan. Namun langkahnya tertahan karena Viona menarik lengannya.

"Dok!"

"Hmm..." Jendra sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi bahkan untuk menjawab pertanyaan Viona.

"Don't ruin my expectation, ya. Semangat. You owe my many things. Ga mau tau pokoknya Dokter Jendra harus cerita."

"Hmm... Iya tapi ga sekarang, ya. Buru-buru nih. Emergency" jawab Jendra lantas bergegas pergi.

"Dok, ada Mas Arkaan juga, loh" ucap Viona setengah berteriak yang langsung membuat Jendra berlari lebih cepat.

Viona hanya bisa mendoakan yang terbaik sambil menatap Jendra dari kejauhan. Semoga Jendra tidak mendapatkan kemurkaan dari sang Kakek karena ulahnya mengobrak-abrik susunan perjodohan. Tapi, bukan Jendra Wiguna Malik kalau tidak melakukan hal diluar dugaan seperti yang ia lakukan.

•••

Jendra berulang kali menghela napas sebelum masuk ke dalam ruangan Direktur rumah sakit yang merupakan ayah dari Irene.

Tepat saat Jendra akan menyentuh kenop pintu, seseorang keluar dari dalam ruangan.

"Arkaan?"

Arkaan hanya menatap Jendra dengan senyum tipis di wajahnya.

"Masuk aja, Bang. Udah ditungguin di dalam. Gue udah selesai" ujar Arkaan sesaat setelahnya.

"I--iya, gue mau masuk kok" jawab Jendra terbata.

"Bang Jendra ga pernah berubah. Selalu aja seneng bikin heboh. But thanks, gue bisa sekalian ngomong ke Mbah Kung soal Viona. Good luck, Bang" kalimat terakhir Arkaan membuat Jendra akhirnya bisa bernapas lega. Itu pertama kalinya Arkaan mengucapkan sesuatu yang membuat Jendra bisa tersenyum.

Rasanya sudah lama sekali sejak mereka berdua berbicara dengan kasual seperti itu. Kecanggungan nyaris tak terasa dan rasanya Jendra ingin memeluk erat sang adik namun urung ia lakukan tatkala teringat bahwa ia harus segera bertemu dengan kakeknya.

"Lo juga. Selamat memperjuangkan Viona. Gue percaya sama lo" sahut Jendra, setelah itu ia pun masuk ke dalam ruangan.

Setibanya di dalam ruangan, Jendra terkejut karena kakeknya tersenyum cerah saat sedang mengobrol dengan Irene. Jendra seperti sedang bermimpi dan itu membuatnya terdiam sejenak sembari menyaksikan pemandangan langka di hadapannya.

"Dokter Jendra? Kok berdiri di situ aja? Silahkan duduk" suara ayah Irene seketika membuyarkan lamunan Jendra. Dengan langkah yang pelan, Jendra mendekat ke tempat duduk Irene dan kemudian duduk di sebelahnya.

"Ndra, Irene udah cerita semuanya" ujar sang Kakek setelah Jendra mengambil tempat duduk di sebelah Irene.

"O-ooh, gitu" Jendra hanya bisa menjawab seadanya. Jujur saja, Jendra bingung harus berkata apa karena dia tidak tahu tentang rencana Irene. Setelah pertemuan terakhir keduanya, mereka tidak pernah bertemu lagi untuk membahas perjodohan. Jendra tidak menyangka hari ini akan tiba. Ini bahkan lebih cepat dari dugaannya.

"Weekend ini kalian ga ada jadwal kan? Mbah Kung mau ngajak Irene ke rumah. Sekalian ketemu sama ibu kamu."

"Eh?? G-gimana Mbah?"

"Papanya Irene udah mengizinkan. Jadi, Mbah Kung ngga nerima alasan dari kamu" ujar Pak Abraham.

Jendra hanya bisa melirik ke arah Irene dengan pasrah dan dijawab dengan anggukan kecil oleh Irene.

•••

"Mas Arkaan gapapa jauh-jauh ke sini cuma buat makan siang? Sendirian pula" ucap Viona saat ia dan Arkaan berada di cafetaria rumah sakit. Pemandangan yang amat sangat mencolok. Viona sampai bisa mendengar bisik-bisik di sebelah kanan dan kirinya.

"Apa ga sebaiknya kita pergi aja? Orang-orang pada ngeliatin" ucap Viona sambil berisik. Dia benar-benar tidak nyaman dengan suasana saat ini.

"Ga usah kepedean kamu, Viona. Lagian saya emang sengaja makan siang di sini buat ketemu sama kamu. Kita sama-sama sibuk, kalau salah satu dari kita ga bisa meluangkan waktu untuk yang lain, pasti hubungan kita akan jalan di tempat dan saya ga mau itu terjadi" ujar Arkaan.

"Mas, ini kalimat terpanjang Mas Arkaan sejak pertama kita ketemu" Viona tampak sangat terkejut karena Arkaan bisa berbicara sepanjang itu.

"Kamu ngeledek saya?"

Viona hanya terkekeh.

"Maaf, Mas. Saya belum terbiasa sama Mas Arkaan yang ngomongnya panjang panjang."

"Kamu harus terbiasa. Saya kalo udah deket sama orang pasti cerewet. Tanya aja sama Aksa. Oiya, ngomong-ngomong soal Aksa, kamu kok bisa kenal sama Aksa?"

"Oh itu. Dulu saya sama Aksa pernah satu tim pas lomba, Mas. Jaman SMA. Kita sama-sama mewakili Provinsi. Cuma emang beda sekolah. Ga nyangka bisa ketemu lagi."

"Hmm. Kok kamu bisa inget sama dia?"

"Ya masa lupa sih Mas? Orang Aksa ga berubah sama sekali. Ya bedanya sekarang lebih berwibawa aja sih. Lebih cakep juga."

"Cakepan mana sama saya?"

"Harus banget saya jawab?"

"Kamu calonnya Aksa atau calon saya, Vi?"

Viona lantas terbahak.

"Mas Arkaan lucu banget kalo lagi cemburu. Mas Arkaan cakep. Cakep banget. Paling cakep pokoknya."

"Kayaknya kamu ga niat deh."

"Idih, gitu aja ngambek. Tapi Mas Arkaan lucu loh kalo ngambek. Kayak kucing. Gemes."

"Masa sih?"

"Serius."

"Ya udah, berarti kamu mau dong kalo ntar saya kenalin ke orang tua saya?"

"Loh. Kok tiba-tiba?"

"Kata Aksa, keburu saya ditikung orang. Jadi, saya ga mau lama-lama."

"Saya aja belum kenal sama Mas Arkaan, sekarang harus kenalan sama keluarga Mas Arkaan."

"Emang kamu mau tahu apa aja dari saya?"

"Semuanya. Semua tentang Mas Arkaan."

"Oke. Hari ini udah?"

"Lumayan?"

"Kalo gitu besok lagi."

"Eehh jangan. Jangan sering-sering ke sini. Saya malu disamperin Mas Arkaan terus. Semua orang kenal Mas Arkaan soalnya."

"Emang kamu bisa nyamperin saya?"

"Bisa. Kalo saya ada libur."

"Kalo gitu saya yang ga bakal sanggup. Soalnya saya pengennya ketemu kamu terus."

"Mas Arkaan apaan sih?"

"Ngomong-ngomong, makasih ya."

"Makasih buat apa?"

"Buat hari ini."

"Harusnya saya yang bilang makasih. Mas Arkaan sampe jauh-jauh ke sini."

"Saya tadi ke sini sekalian ketemu sama Kakek saya, kok. Jadi sekalian."

"Oiya, berarti tadi Mas Arkaan ketemu sama Dokter Jendra."

"Iya, ketemu bentar doang tapi."

"Trus?"

"Ga ada terusannya. Kamu ga kepo soal saya ketemu sama Kakek saya tadi?"

"Engga. Soalnya saya tahu tadi bahas apa."

"Kamu tahu juga saya aslinya dijodohin sama Dokter Irene?"

"Tahu. Tapi kan Dokter Jendra udah sama Dokter Irene sekarang. Saya kaget loh karena awalnya saya pikir mustahil Dokter Jendra bisa sama Dokter Irene."

"Bang Jendra selalu ngelakuin sesuatu yang ngga terduga. Ini bukan pertama kali dia kayak gini."

"Tapi saya senang karena Dokter Jendra jadinya sama Dokter Irene."

"Kayaknya kamu semangat banget biar Bang Jendra sama Dokter Irene berjodoh."

"Kelihat banget ya, Mas? Itu karena mereka orang yang spesial buat saya. Selama di sini mereka banyak bantuin saya dan saya paling deket sama mereka berdua di rumah sakit ini. Kebetulan mereka sama-sama belum nikah. Jadi sekalian aja kan?"

"Bener-bener ya, kamu. Kayaknya saya belum bisa nyaingin posisi Dokter Irene sama Bang Jendra."

"Kalau Mas Arkaan beda cerita. Mas Arkaan juga spesial tapi mungkin saya butuh waktu."

"Gapapa. Saya bisa nunggu. Asal endingnya saya sama kamu."

***

"Pak Gala ngapain?"

Gala sontak berbalik ketika sebuah suara mengejutkannya. Siapa lagi kalau bukan Raisa? Stafnya yang super kepo.

"Dilarang kepo" ucap Gala singkat.

"Cieehhh yang udah wangi padahal mau pulang kantor. Mau kencan ya, Pak? Pantesan seharian sumringah terus."

"Emang ga boleh wangi pas pulang kantor?"

"Yaa ga biasanya Pak Gala auto rapi pas mau pulang kantor. Biasanya Pak Gala kalo pulang kantor pasti kusut kayak cucian ga disetrika."

"Enak aja. Saya selalu rapi, ya" sahut Gala tidak terima. Ya memang Gala tidak serapi Dirga atau Arkaan tapi Gala termasuk rapi kalau di kantor, kecuali pas lembur aja sih.

"Kalo Bapak mau kencan ya ga masalah, Pak. Saya malah ikut seneng. Berarti Pak Gala punya alasan buat ga ikut perjodohan keluarga."

"Sayangnya belum, Raisa. Doain aja semoga saya bisa secepatnya menaklukkan hati perempuan idaman saya."

"Aamiin. Saya suka kalo Pak Gala optimis. Semangat, Pak. Semoga berhasil."

"Sama-sama. Btw, kamu kalo beneran naksir sama Pak Dirga saya dukung, kok."

"Eh? Pak Gala jangan aneh aneh ah. Mana berani saya naksir Pak Dirga?" Raisa tampak kaget mendengar ucapan Gala barusan.

"Ah masaa??"

"Ih engga naksir. Cuma kagum aja, dikit. Saya mah kalo naksir sekalian naksir Pak Arkaan, Pak."

"Dih, kepedean."

"Makanya itu. Ya kali saya naksir Pak Dirga. Itu terlalu too good to be true, Pak."

"Kalo naksir beneran jangan curhat ke saya, ya. Saya ga buka sesi konsultasi."

"Siap Bapak Aryastia Manggala. Selamat kencan, Pak. Semoga kencan Bapak sukses, aamiin."

Gala hanya bisa tertawa mendengar ucapan Raisa yang mendoakan keberhasilannya. Padahal Gala memang tidak bermaksud berkencan. Gala hanya sengaja tampil lebih rapi karena akan bertemu dengan Kira. Hari ini jadwal Kira mengajari anak-anak di rumah baca yang dikelola oleh Gala, Abim dan Qilla.

Dua minggu tidak bertemu, rasanya seperti berabad-abad bagi Gala. Karena itu Gala begitu bersemangat untuk hari ini.

Gala melesat segera setelah jam kantornya berakhir. Bahkan Gala sengaja mengerjakan semua pekerjaannya sebelum hari ini tiba agar tidak ada alasan bagi atasannya untuk membuatnya lembur.

Sepanjang perjalanan Gala bersenandung riang sembari membayangkan wajah Kira. Wajah yang teduh tetapi menyimpan begitu banyak rahasia. Sosok yang terlihat tangguh tapi mungkin juga rapuh. Kalau saja Kira tahu betapa Gala ingin selalu melindunginya dan berada di sisinya. Meskipun di saat yang sama Gala juga tahu, Kira selalu menjaga jarak darinya. Tapi, apapun itu setidaknya Gala mencoba dulu. Tidak ada salahnya mencoba, kan?

.
.

Gala berdiri cukup lama sembari memperhatikan Kira yang sibuk mengajar melukis. Anak-anak tampak begitu antusias mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh Kira. Semua bersemangat dan belajar dengan ceria. Gala tersenyum melihat Kira begitu mengayomi anak-anak asuhnya. Gala merindukan senyuman itu. Senyuman yang ditunjukkan oleh Kira di hadapan anak-anak asuhnya. Gala berpikir, kapan Kira akan tersenyum seperti itu kepadanya?

Tak ada yang menyadari kehadiran Gala di sana sampai Kira menoleh ke belakang.

"Gala? Sejak kapan kamu berdiri di situ?"

***

Semoga tidak kaget, ya ☺️
Maaf banget karena ceritanya baru update setelah berabad-abad lamanya.

继续阅读

You'll Also Like

179K 19.6K 40
Xiao Zhan kabur dari kejaran orang-orang yg ingin melecehkannya dan tidak sengaja memasuki sebuah ruangan, ruangan dimana terdapat seorang pria yg se...
269K 22.9K 34
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
102K 7.4K 50
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
106K 4.8K 24
[ 18+ Mature Content ] Gerald Adiswara diam diam mencintai anak dari istri barunya, Fazzala Berliano. Katherine Binerva mempunyai seorang anak manis...