Rifaldino (PREQUEL IPA & IPS)...

Door ceritapucai

135K 8.2K 942

SUDAH TAMAT & PART MASIH LENGKAP [FOLLOW DULU SEBELUM BACA, PRIVATE ACAK] ✨ Perasaan yang tak pernah berjalan... Meer

Prolog
1. Penembakan
2. Rifqi & Arin
3 (A). Cireng Pembawa Takdir
3 (B). Cireng Pembawa Takdir
4. Kekasih dan Sahabat
5. Satu Tahun Bersamamu
6. Pria Tanpa Nama
7. Dia, Antartika
8. Misi Rahasia : Mencari Jodoh Rifa
9. Diam-Diam Suka
10. Rifa 'Sabar' Aprillia
11. Namanya Aldino Mahendra
12. Pembatas Manusia
13. Arkanza
14. Bus Kota
15. Rapat OSIS
16. Kelas Tambahan Matematika
17. Emosi dan Kesabaran
18. Lanjutan Misi Rahasia
19. Tatapan Pertama
20. cos 90
21. Sampah
22. Pengorbanan
23. Impian Semua Perempuan
24. Berjuang untuk Menyerah
26. Terungkap
27 (A). Tak Pernah Terbalaskan
27 (B). Tak Pernah Terbalaskan
28. Janji Manis
29. Yang Terpilih
30. Jaminan
31.Terkekang
32. Hilang
33. Tutor Terakhir
34. Lembaran Baru
35. Kemudahan
36 (A). Perlawanan
36 (B). Perlawanan
37. Nostalgia
38. Kejelasan
39. Berharap dan Kecewa
40. [END] Kawan jadi Lawan

25. Simbiosis Mutualisme

1K 57 1
Door ceritapucai

Seperti biasa kita ritual dulu yahh

Kalian baca tanggal berapa?

Hari apa?

Jam Berapa?

SPAM RANDOM COMMENT DISINII!!

Makasii udah mau jawab, lov u

met baca all <3

***

"Pada akhirnya takdir lah yang merestui kita untuk menepati atau mengingkari sebuah janji."

***

"Fa lo duluan aja deh gue mau ke kantin dulu bentar beli minum," ujar Ani setelah mereka selesai mengganti baju mereka dengan seragam putih abu-abu.

"Ayo gue temenin."

"Eh gak-papa gak usah, lo lupa abis ini pelajaran siapa?" Ani langsung menolak ajakan Rifa.

Sebelum Rifa bertanya-tanya, Ani langsung melanjutkan ucapannya, "Pak Jaya kan sensi banget sama lo, bisa abis dimarahin lo kalo sampe ikutan telat dateng ke kelas."

Rifa terdiam sejenak. Perkataan Ani ada benarnya juga, Pak Jaya pasti akan lebih marah jika dia melihat Rifa lah yang terlambat datang ke kelasnya. "Bener juga, tapi lo gak-papa sendiri?" Tanya Rifa sedikit khawatir.

"Santai aja, lo mau nitip beliin apa gak?"

"Makaroni aja deh rasa balado, butuh yang pedes-pedes nih sambil dengerin pak jaya dakwah," jawab Rifa yang kemudian disusul dengan kekehannya.

Ani ikut tertawa, "Hahahaha, oke siap."

Rifa dan Ani pun melangkah ke arah yang berbeda. Sebelum Rifa sampai di dalam kelasnya, langkah gadis itu secara tidak sadar terhenti di tengah-tengah perjalanan. Lebih tepatnya, dia berhenti di depan mading sekolah.

Tubuh Rifa terasa lemas seketika. Dia tidak menyangka bahwa ternyata suatu hal yang selama ini dia anggap tidak mungkin terjadi malah berubah menjadi sebuah fakta. Kini PORSENI gagal diadakan tahun ini menjadi sebuah fakta yang cukup mengejutkan bagi Rifa.

Rifa tentu kecewa setelah melihat informasi itu. Namun dia paham Arkanza selaku ketua OSIS untuk periode tahun ini pastinya sudah membuat keputusan yang baik. Rifa tidak tahu apa yang terjadi di belakang sana. Namun dia yakin Arkanza telah berjuang semaksimal mungkin untuk mengadakan PORSENI meskipun kali ini dia harus gagal.

Rifa yang hendak melanjutkan langkahnya kembali terdiam. Pandangannya kini terpaku pada punggung seseorang yang sedang bersandar di dinding pada pertigaan koridor sekolahnya. Rifa merasa tak asing dengan pemilik punggung itu.

Seketika perempuan itu lupa untuk segera kembali ke kelasnya. Rasa penasarannya kini mengarahkannya untuk menghampiri pemilik punggung tersebut.

"Kak Arkan?" Panggil Rifa ragu-ragu.

Sebelum Arkanza berbalik dia sudah tahu siapa yang datang kali ini. Hanya Rifa yang memanggilnya seperti itu. Dia sengaja membuat Rifa menjadi sosok yang spesial dalam hidupnya meskipun sebetulnya mereka belum sedekat itu.

"Sendirian aja kak? Lagi jamkos yah pasti," tebak Rifa asal.

Masih belum ada respon dari Arkanza. Cowok itu tetap diam. Mulutnya tertutup rapat tak seperti biasanya.

"Enak banget deh gue juga pengen lah ada jamkos gini," Rifa melanjutkan ucapannya, gadis itu masih berusaha untuk mencairkan suasana.

"Ohiya gimana kak sama tugas akhir–"

"Gue gagal Fa," Arkanza langsung memotong ucapan Rifa.

Rifa terdiam. Bibirnya langsung tertutup rapat dalam sekejap.

"Gue gagal buat ngewujudin keinginan lo," lanjut Arkanza penuh penyesalan.

Arkanza menurunkan pandangannya dan menatap sepasang manik mata gadis itu. "Lo pasti udah berharap banyak juga yah kaya yang lain? Maaf yah gue gak maksud buat nyakitin lo kaya gini."

"Maaf kalau tahun ini masa SMA lo jadi berat gini gara-gara batalnya PORSENI."

"Jangan jadi stress ya Rifa? Kalau lo butuh bantuan apapun gue bakal ada buat lo," pinta Arkanza dengan nada sedikit memohon.

"Aku gak-papa kok kak beneran deh, dari awal juga sebenernya gak jadi masalah buat aku kalau PORSENI gak bisa diadain tahun ini," Rifa akhirnya kembali bersuara. Perempuan itu berusaha untuk menenangkan Arkanza, dia tidak mau membuat cowok itu merasa bersalah.

"Jadi kak Arkan juga harus baik-baik aja."

"Malu banget gue Fa," Arkanza tertawa miris.

Cowok itu kemudian mengusap wajahnya dengan kasar, "Berani-beraninya gue janji ke diri sendiri buat wujudin keinginan lo itu tapi malah gagal gini."

"Kak–"

Belum sempat Rifa menyelesaikan ucapannya gadis itu udah dibuat bungkam lagi oleh Arkanza. Dalam satu kali tarikan cowok itu membawanya ke dalam dekapannya.

Jantung Rifa berdegup cepat dalam sekejap. Dia yakin jantungnya berdebar bukan karena dia menyukai Arkanza. Itu semua karena Rifa tidak menyangka Arkanza akan melakukan hal ini padanya. Entah Arkanza menganggapnya apa selama ini sampai dia terlihat sehancur itu hanya karena dia gagal untuk mewujudkan keinginan Rifa.

"Fa, janji yah sama gue lo gak boleh berharap sama janji yang mungkin bakal gue ucapin nantinya," bisik Arkanza tepat di depan telinganya. Kali ini suaranya terdengar sangat sendu.

Kini Arkanza sadar bahwa dengan berharap kita akan mendekatkan diri pada luka. Pada akhirnya sekuat apapun janji yang telah dibuat akan hancur jika takdir tak merestui. Sekuat apapun upaya kita untuk tidak mengingkari kalau memang takdir berkata lain, kita bisa apa?

"Gue gak boleh nyakitin lo," gumam Arkanza. Namun ucapannya itu masih terdengar jelas di telinga Rifa.

Gue gak bisa liat orang yang gue sayang tersakiti apalagi karena ulah gue sendiri, batin Arkanza.

***

Hari ini Rifa langsung pulang menggunakan ojek. Sudah berhari-hari dia tidak bertemu Aldino. Semenjak kejadian itu, Rifa malas untuk melanjutkan les matematikanya. Dia hanya akan kembali merasakan luka itu jika harus bertemu dengan Aldino.

Berhubung ujian akhir semesternya akan segera tiba, Rifa memutuskan untuk belajar lebih giat lagi terutama dalam pelajaran matematika. Dia tahu bahwa ilmu yang kemarin sudah dia dapatkan dari Aldino akan menghilang begitu saja jika tidak digunakan untuk latihan soal.

Oleh karena itu, kini gadis itu sudah duduk dalam bangkunya selama beberapa jam. Sudah belasan nomor pula yang berhasil ia kerjakan dengan kemampuannya sendiri. Sampai detik ini Rifa tidak menyangka bahwa perkembangannya untuk memahami materi akan secepat ini.

Aldino : Rifa

Rifa sontak bangkit dari kursinya setelah melihat nama pengirim pesan yang membuat ponselnya bergetar sedetik yang lalu. Gadis itu kemudian meraih ponselnya yang ia taruh di atas meja belajar dan segera membalasnya.

Rifa : Apa?

Aldino : Rifa

Rifa : IYAAAA ALDINO ADA APA???

Aldino : Lo masih mau jadi wakil gue kan?

Rifa : Lo gak ada niatan mau minta maaf dulu apa?

Aldino : Maaf?

Rifa : Al, lo beneran gak ngerasa bersalah sama sekali?

Rifa menghela napasnya. Di chat aja Aldino sudah semenyebalkan ini, gimana kalau ketemu langsung? Mungkin kesabaran Rifa akan habis detik ini juga jika dia harus melihat wajahnya.

Aldino : Soal yang waktu itu, gue minta maaf ya Fa kalau omongan gue jahat banget tapi gue gak maksud

Aldino : Rifa? Gue di maafin gak?

Aldino : Kok di read aja?

Rifa : astaga Al...

Aldino : Kenapa?

Rifa : LO BUJUK GUE APA?? NIAT MINTA MAAF GASIHH

Rifa : Gue lama-lama ubanan nih ngobrol sama lo

Aldino : Gue gak ngerti Fa

Aldino : Jadi ini lo masih mau atau nggak?

Aldino : Pak Jaya udah nanyain gue

Rifa : Yaudah iya gue mau

Aldino : Oke

Sebelum Rifa kembali membalas pesan dari Aldino, perhatian Rifa langsung teralihkan pada panggilan telepon yang tiba-tiba masuk. Entah setelah sekian berapa purnama Rifqi akhirnya kembali menghubunginya. Mereka sudah semakin merenggang setelah Rifqi fokus memberikan perhatiannya untuk Arin.

"Fa," panggil Rifqi ketika panggilan mereka sudah terhubung.

"Hmm."

"apa kabar nih bestie gue?" Tanya Rifqi berbasa-basi.

"Baik," jawab Rifa singkat.

Jauh di seberang sana, Rifqi mengerutkan keningnya. Dia merasa ada yang beda dari respon rifa. Gadis itu terdengar lebih cuek.

"lagi apa sih? kayanya sibuk banget," tanya Rifqi sedikit heran.

"Kerjain soal matematika yang tadi di kelas," jawab Rifa

"Wihh sahabat gue jadi rajin gini, boleh dong nanti dijoki sama lo tugas gue," puji Rifqi.

"Enak aja, kerjain sendiri lah," tolak Rifa.

"Dih pelit ilmu ya lo, mentang-mentang udah diajarin sama ahli-nya matematika," ejek Rifqi.

"Kalo lo mau minta gue ajarin ya boleh-boleh aja, atau lo mau ikut kelas tambahannya bareng gue boleh banget biar gue ada temen," ujar Rifa meluruskan.

"Kagak ah skip," tolak Rifqi mentah-mentah.

"Yaudah ada apa Rif? Gue jadi ga fokus nih lo tau sendiri kan gue kalau masalah itung-itungan bolot banget," tanya Rifa to the point. Dia merasa pembicaraan mereka kali ini malah keluar dari

"Lo mau yah jadi wakil ketua OSIS gue?" tawaran Rifqi kali ini terdengar seperti kata perintah di telinga Rifa.

Rifa mematung seketika. Gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali. Dia tidak menduga Rifqi pada akhirnya akan tertarik dengan OSIS. Bahkan Rifa tahu betul sahabatnya tidak pernah suka berurusan dengan sekolah. "Sejak kapan lo mau ikut-ikutan OSIS?"

"Gak sudi aja gue Porseni gagal dilaksanain tahun ini," ungkap Rifqi.

"Udah lah Rif kita sekarang mending fokus belajar aja di sekolah itu, lo kalau mau main atau hiburan kan bisa di luar jam sekolah," Rifa menyarankan.

"Dih tinggal bilang gamau aja apa susahnya," Rifqi menggerutu.

"Ehh bukan gitu Rif–"

Sebelum Rifa membuka mulutnya Rifqi sudah lebih dulu memutuskan sambungan telepon itu. Jujur saja Rifqi sudah tidak kaget jika Rifa menolaknya. Gadis itu kurang lebih sama sepertinya, Rifa tidak begitu suka jika dirinya harus terlibat dan berurusan dengan sekolah.

Kini satu-satunya harapan yang Rifqi punya hanyalah Agnes. Bagaimana pun caranya dia harus berhasil membujuk Agnes untuk menjadi wakilnya. Cowok itu kemudian bangkit dari kasurnya dan bergegas pergi menuju rumah Agnes.

***

Rifqi : Nes

Rifqi : Jalan bentar yuk

Agnes : Gak, males ah

Rifqi : Tapi gue udah di ruang tamu lo

Agnes : CURANG NIH KEBIASAAN LO!!😤

Rifqi : Ini effort namanya, bukan curang😉

Agnes : Iyadeh terserah lo

Rifqi : 😜

Agnes : Eh awas aja kalo sampe pacar lo nyerang gue lagi

Agnes : Gue gak akan mau lagi diajak ketemu sama lo gini

Rifqi : Siap aman kok

Tak sampai lima menit, Agnes akhirnya turun menghampiri Rifqi ke ruang tamu dengan pakaian yang cukup rapih. Namun wajahnya terlihat masih kusut karena kedatangan Rifqi yang secara tiba-tiba.

"Bi saya izin ajak jalan Agnes sebentar yah ke depan," Rifqi berpamitan.

"Ehiya nak Rifqi, lama juga gapapa kok non Agnes pasti seneng," balas seorang asisten rumah tangga di rumah Agnes.

"Ihhh bibi," Agnes memberikan peringatan.

Rifqi tertawa setelah mendengar percakapan singkat itu. Dia kemudian menuntun Agnes membawanya keluar dari rumahnya. Sudah beberapa minggu Rifqi tidak mengajaknya keluar seperti ini. Biasanya Roy, ayahnya Rifqi selalu memintanya untuk mengajak Agnes jalan-jalan. Namun kali ini Rifqi mengajak Agnes pergi tanpa adanya dorongan dari orang tua. Pertama kalinya cowok itu mau membawa Agnes pergi.

"Jadi lo seneng yah tiap gue ajak jalan gini?" goda Rifqi ketika mereka sudah berada di luar rumah.

"Gak usah kepedean deh lo," Agnes mewanti-wanti.

Rifqi terkekeh pelan. "Iyadeh gimana lo aja," Rifqi mengalah, dia tidak mau berdebat dengan Agnes untuk kali ini.

"Lo mau ngomong apa? Gak usah banyak basa-basi gini deh kerjaan gue banyak," Tanya Agnes galak tak seperti biasanya.

"Sambil makan nasgor yuk ngobrolnya? Gue udah lama gak makan nasgor di taman komplek lo," ajak Rifqi.

Agnes terdiam enggan untuk menjawab ajakan Rifqi. Gadis itu tidak bisa menolak tapi disisi lain dia terlalu gengsi untuk menerima tawaran itu.

"Gue traktir dehh, gue tau kok lo belum makan malem," Rifqi kembali bersuara memecah keheningan diantara mereka.

"Gak nolak sih," ujar Agnes malu-malu tapi mau.

"Nah gitu dong," Rifqi mengacak-acak puncak kepala Agnes.

"Rif jangan gitu dong," lirih Agnes.

"Jangan buat gue berharap sama ketidakmungkinan," lanjut Agnes dengan suaranya yang jauh lebih pelan namun ucapannya itu masih terdengar jelas oleh Rifqi.

Rifqi perlahan mengangkat tangannya dari puncak kepala Agnes. Dia baru tersadar kalau dirinya telah melampaui batas barusan. Jujur saja Rifqi tak ada niatan sama sekali untuk membuat Agnes semakin jatuh hati padanya. Terkadang Rifqi lupa dengan siapa dia saat ini. Mau tidak mau Rifqi harus lebih jaga jarak pada seseorang yang jelas-jelas mencintainya dari sejak lama.

Akhirnya mereka pun sampai di taman komplek. Rifqi dan Agnes segera menempatkan kursi yang kosong sembari menunggu pesanan mereka datang.

Selang beberapa menit, akhirnya pesanan mereka berdua pun datang. Tak ada satupun kata yang terucap diantara mereka setelah itu. Suasana diantara mereka mendadak menjadi canggung.

Terkadang hadirnya sebuah perasaan hanya akan membuat hubungan itu menjadi hancur. Hancur karena terciptanya suasana canggung. Dan itulah yang terjadi saat ini.

"Nes," panggil Rifqi memecah keheningan.

"Hmm," Agnes hanya berdeham.

"Lo mau gak jadi wakil gue?" tawar Rifqi secara to the point.

"Wakil apaan? Lo mau nyalonin jadi ketua geng motor?" tebak Agnes asal.

"Gue mau daftarin diri jadi calon ketua OSIS," jawab Rifqi meluruskan.

Agnes mengangkat alisnya sebelah. Dia merasa tidak yakin dengan ucapan Rifqi barusan. "Rif? Ini becandaan lo emang kaya gini atau gimana deh?"

"Lo deket sama siapa sih jadi garing gini?" Tanya Agnes terheran-heran.

"Eh siapa yang lagi becanda, gue serius nih," Rifqi menunjukkan keseriusannya dari raut wajah.

"Gak dulu deh, tar gue makin dirumorin yang aneh-aneh," tolak Agnes secara mentah-mentah.

Sebelum Rifqi kembali membuka mulutnya, Agnes sudah lebih dulu bersuara. "Lagian gue gak ada bakat di organisasi juga."

"Gue juga sama kok Nes," ungkap Rifqi dengan santainya seolah-olah itu bukanlah masalah besar baginya.

Agnes menghela napasnya, "Lo dapet bisikan setan mana sih tiba-tiba mau jadi ketos gini?"

"Gue gak mau aja Nes kalau tahun depan PORSENI harus batal lagi," jawab Rifqi.

Agnes terdiam beberapa saat. Ternyata PORSENI yang menjadi alasan bagi Rifqi untuk maju menjadi ketua OSIS berikutnya. Jujur saja Agnes turut kecewa setelah mendengar informasi itu. Padahal selama ini dia menunggu acara itu agar dia bisa tampil memancarkan pesonanya dalam perlombaan cheerleader.

"Mau ya? Lo pikir-pikir dulu deh ini menguntungkan buat kita berdua loh," Rifqi kembali mendesaknya agar cepat mendapatkan jawaban yang dia inginkan.

Rifqi melanjutkan ucapannya, "Gue tahun depan jadi bisa ngadain PORSENI kalau menang dan lo gak akan diomongin aneh-aneh lagi sama yang lain."

Agnes menautkan kedua alisnya, "Maksudnya?"

"Ya lo punya alesan buat deket sama gue Nes jadinya, lo gak akan dicap gatel atau pelakor lagi karena ulah cewek gue," jelas Rifqi.

Agnes terdiam. Ucapan Rifqi ada benarnya juga. Setelah dipikir ulang, sebetulnya ini bisa jadi kesempatan yang baik untuk dirinya agar dia bisa tetap berada di sisi Rifqi. Ini kesempatan yang sangat bagus untuk merebut Rifqi dari Arin secara perlahan.

Sudah saatnya dia berhenti untuk menunggu. Agnes merasa ini adalah waktu yang tepat untuk kembali memperjuangkan orang yang dia sayang selama ini.

Kesempatan tak pernah datang dua kali. Agnes tidak boleh menyianyiakannya atau dia akan menyesali keputusannya kelak.

"Oke deal!"

***

SPAM COMMENT SEBANYAKNYAA DISINI BIAR MAKIN CEPET UPNYAA!!

Vote dan Comment buat next part!

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

14.2K 1K 30
❝Udah selesai ya? Maaf udah naruh rasa tanpa peduli aturan semesta. Walau nggak bisa bersama, seenggaknya semesta pernah jadi saksi betapa bahagianya...
2.6M 127K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
1.3M 119K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
RATSEL Door arli_ina

Tienerfictie

13.1K 6.6K 52
"ᴴⁱᵈᵘᵖ ⁱⁿⁱ, ᵗᵉⁿᵗᵃⁿᵍ ˢⁱᵃᵖᵃ ʸᵃⁿᵍ ᵈᵃᵗᵃⁿᵍ ˡᵃˡᵘ ᵖᵉʳᵍⁱ." ••• Ini tentang Aleta-seorang gadis, belasan tahun. Di usianya yang masih sangat muda, ia harus...