Alana [END]

By bbyyzzii_

2.4M 184K 24.9K

DILARANG PLAGIAT! Alana Annatasya Wibawa merupakan siswi yang baru saja menginjak SMA. Alana punya satu kele... More

Prolog
Part-01 Awal
Part-02 Mengagumi
Part-03 Hadir
Part-04 Harapan
Part-05 Kak Key
Part-06 Terpaksa sekolah
Part-07 Dibandingkan
Part-08 Teman
Part-09 Club Renang
Part-10 Kissmark
Part-11 Follback
Part-12 Jalan
Part-13 Jauhin gue
Part-14 Cemburu
Part-15 Berarti
Part-16 Tidak Peka
Part-17 Rencana jahat
Part-18 Kemarahan Alana
Part-19 Mine
Part-20 Pacar
Part-21 Monster
Part-22 Datang Bulan
Part-23 Peringatan
Part-24 Kebijakan baru
Part-25 Modus!
Part-26 Pertengkaran
Part-27 Perpustakaan
Part-28 Cium
Part-29 Gagal
Part-30 Tes
Part-31 Peringkat 10
Part-32 Memburuk
Part-33 Pelakor?
Part-34 Liam Agiswara
Part-35 Athaya
Part-36 Kecewa
Part-37 Sosok lain
Part-38 Kehilangan
Part-39 UKS
Part-40 Keputusan
Part-41 Terluka
Part-42 Kehidupan baru
Part-43 Terpaksa
Part-44 Siapa yang salah?
Part-45 Batal
Part-46 Mereka
Part-47 Ancaman
Part-48 Hancur
Part-49 Impian
Part-51 Penyesalan
Part-52 Kembali
Part-53 Memulai
Part-54 Tak bisa
Part-55 Alres
Part-56 Salah satunya
Part-57 Takdir?
Part-58 Valenio
Part-59 Murahan
Part-60 Putus?
Part-61 Obsession
Part-62 Bodyguard
Part-63 Tidur Bareng
Part-64 Bertemu Jordan
Part-65 Kemarahan Alan
Part-66 Kepergok
Part-67 Kejutan
Part-68 Terbongkar
Part-69 Rindu
Part-70 Bolos
Part-71 Malam Terindah
Part-72 Balasan
Part-73 Apartment
Part-74 Rumah Sakit
Part-75 I'm your's
Part-76 Start
Part-77 Revenge
Part-78 My beautiful girl
Epilog

Part-50 Tired

15.3K 2K 592
By bbyyzzii_

"Aku tak ingin menyakiti siapapun lagi. Lebih baik aku pergi dari dunia ini."

- Alana Annatasya Wibawa.

-

"Pamit? Satu kata yang memiliki dua makna. Gue gak nyangka pamit yang lo maksud adalah pamit pulang ke sisi tuhan."

- Gevano Elang Prakarsa.

-

"Tidak ada kakak yang baik-baik saja saat adiknya terluka di depan mata."

- Alan Alvaro Wibawa.

-

"Baru saja memulai, mengapa harus mendapat kabar duka?"

- Alres Eldian Nicola

-

"Cerita ini hanya imajinasi."

- Z

-★☠★-

Seorang gadis kini tengah berendam dalam bathtub yang airnya sudah bercampur darah. Dia, Alana. Gadis itu melampiaskan emosi dengan cara menyakiti dirinya sendiri, berharap rasa sakit di hati pergi.

Wajah Alana semakin pucat, dengan bibir yang mulai membiru. Tapi gadis itu tak berniat untuk menyudahi acara berendamnya. Rasa pening mulai menjalar di kepala Alana, gadis itu perlahan memejamkan mata dengan kesadaran yang tinggal setengah.

Wajah Alana ikut tenggelam di dalam air, tubuh gadis itu sedikit menggigil. Alana kehabisan nafas dan perlahan ia kehilangan kesadaran.

Alan baru saja tiba di rumah Oma untuk mengecek keadaan Alana. Tiba-tiba saja firasat Alan memburuk tentang keadaan adiknya itu.

"Oma, Alana mana?"

"Sepertinya dia masih mandi. Coba kamu cek dulu," balas Oma.

"Iya."

Cowok berwajah datar itu menaiki tangga satu persatu. Walaupun wajahnya datar, hatinya begitu cemas. Dapat dilihat dari sorot mata Alan, bahwa dirinya sangat khawatir dengan Alana.

Saat tiba di kamar adiknya, Alan mengetuk pintu kamar mandi beberapa kali. "Na? Kamu masih mandi?"

Namun Alan tak mendapat jawaban apapun. Alan semakin cemas saat keadaan menjadi hening. Karena takut terjadi apa-apa di dalam sana, Alan mendobrak pintu dari luar karena Alana menguncinya dari dalam.

"Na!! Alana!! Buka pintunya!!"

Brak!!

"ALANA!"

Alan begitu terkejut melihat tubuh Alana yang tenggelam semua di dalam bathtub berisi air yang bercampur darah, sehingga air tersebut berwarna merah.

Jantung Alan berpacu kuat melihat pergelangan tangan Alana yang terluka. Alan mengambil handuk, menutupi tubuh Alana terlebih dahulu, lalu menggendong Alana keluar dari kamar mandi.

"Na? Alana?" panggil Alan begitu cemas.

Tidak ada respons apapun membuat kekhawatiran Alan semakin menjadi. Melihat wajah Alana yang begitu pucat, Alan segera mengambil piyama untuk adiknya. Alana adalah gadis yang tidak bisa tahan dingin. Makanya, Alan segera memakaikan baju untuk Alana.

Tatapan Alan jatuh pada luka sayatan di pergelangan tangannya. Cowok itu mengambil kotak P3K dan mulai mengobati luka Alana. Sayatan itu begitu dalam, sehingga darah tak henti keluar dari dalam sana.

"Na, bangun. Gue mohon bangun dulu."

Perlahan, Alana mampu membuka mata. Rasa perih di pergelangan tangan kembali terasa, membuatnya meringis kesakitan. Saat kesadaran Alana sudah kembali, ia terkejut melihat Alan.

"K-kak ...."

Alan memeluk Alana begitu erat. Hati Alan semakin gundah saat Alana hendak mengakhiri hidupnya. Sebagai kakak, Alan merasa gagal menjaga Alana.

"Maafin kakak Na, maaf. Harusnya kak Alan ada buat jaga kamu. Kalo ada masalah cerita sama kakak, jangan nyakitin diri kamu sendiri. Ada masalah apa Na?"

"Kak ... d-dingin ... N-nana gak k-kuat."

Alan ikut duduk di sebelah Alana, memeluk adiknya. Tangan Alan meraih selimut, membungkus tubuh Alana dengan selimut tebal itu.

Alana menenggelamkan wajahnya di leher Alan, mencari kehangatan. Sungguh, tubuhnya benar-benar dingin. Tangan Alan terulur, mengelus kepala belakang Alana. Cowok itu tak tega dengan keadaannya adiknya yang seperti ini.

"Kak Alan," panggil Alana melemah.

"Kenapa?"

"Punggung Alana mau dielus juga. Tolong kuatin Alana Kak."

Mata Alan memanas, sekuat tenaga Alan menahan genangan air mata yang siap tumpah. Alan sangat lemah jika sudah menyangkut Alana. Hati Alan, berdenyut nyeri melihat adiknya jadi selemah ini.

Alan mulai mengelus punggung Alana sesuai kemauan gadis itu. "Sabar Na. Jangan nyerah oke? Kakak ada buat kamu. Kamu kuat bisa bertahan selama ini. Kakak tahu kamu capek sama keadaan. Tapi nyakitin diri sendiri gak bakal ngerubah keadaan. Jangan nyerah, kak Alan sayang kamu Na."

Alana diam-diam tersenyum. Mendadak, dadanya terasa begitu sesak, dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Alana menangis, membuat leher Alan basah. Gadis itu meremas kaos Alan dengan kuat, berusaha menghilangkan rasa sesak yang menghimpit dada.

Hati Alan terasa sakit, melihat adiknya semakin rapuh. Tangan Alan terulur untuk menghapus air mata adiknya. "Jangan nangis lagi yah?" pinta Alan.

Alana mengigit bibir bawahnya sendiri, tangis Alana semakin sulit dihentikan. "K-kak dada Nana sakit,"

"Tarik nafas pelan-pelan," Alana mengikuti instruksi yang kakaknya suruh, perlahan rasa sakit di dada Alana mulai mereda.

"Masih sakit?" Gadis itu menggelengkan kepala.

"Na ...."

"Apa Kak?"

"Kenapa kamu lakuin ini?" tanya Alan sembari mengelus pergelangan tangan Alana yang terbalut perban.

Alana terdiam, tak sanggup mengatakan bahwa Alres telah merenggut kesuciannya, sehingga ia ingin mengakhiri hidupnya sendiri. Alana merasa jijik, dan ia ingin mati. Tapi Alana tak sanggup mengatakan hal itu. Suaranya seakan menghilang begitu saja.

"Jangan kaya gini Na. Kak Alan gak sanggup liat kamu terluka. Kalo ada seseorang yang nyakitin kamu, bilang sama kakak,"

"A-al ... res." Suara Alana tercekat saat dadanya kembali bergemuruh terasa sesak.

Alan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ternyata yang membuat Alana seperti ini adalah cowok itu. Alan menangkup wajah Alana, mencium kening Alana dengan lembut.

"Kak Alan pergi dulu. Kamu istirahat aja."

Alana mengangguk pelan, kemudian membaringkan tubuhnya di ranjang, dan mulai memejamkan mata. Alan tersenyum tipis, kemudian membetulkan selimut Alana.

"Siapapun yang nyakitin kamu. Gak bakal kakak biarin hidup." bisik Alan.

-★☠★-

"Gimana sama cewe kemarin Res? Udah jebol?" tanya salah satu teman Alres.

Para remaja itu kini membolos di warung belakang sekolah. Alasan utamanya, karena mereka bosan belajar, lebih baik mencari udara segar, dibandingkan harus diam di kelas.

Alres hanya bergumam, tatapannya tak lepas pada cincin berlian yang ada di tangannya. Cincin itu untuk Alana, tapi Alres ragu Alana akan menerimanya. Bahkan sejak hari itu, Alana tak lagi menampakkan diri. Gadis itu seakan menghilang dari bumi.

Pernah sekali Alres bertemu dengan Alan, kakak dari Alana, sekaligus kembaran gadis itu. Tapi Alan malah menghajarnya membabi buta. Bahkan luka yang Alan berikan, masih membekas di wajah Alres sampai sekarang.

Alres paham betul jika Alan merasa kecewa. Tapi Alan seperti belum tahu apa yang terjadi malam itu. Alan menghajar Alres karena hal lain. Yaitu jebakan yang dibuat seseorang. Karena Alres pemilik dari club malam, Alan menyalahkan dirinya. Menuduh Alres yang membawa Alana ke club.

Morren. Gadis itu sudah Alres selidiki. Ternyata memang benar Morren yang mengundang Alana ke club, tapi gadis itu tak ada di sana. Seperti sengaja menjebak Alana.

Alan juga menyalahkan Alres, karena Alana terluka. Hal inilah yang membuat Alres semakin cemas dengan keadaan Alana. Gadis itu sampai menyakiti dirinya sendiri.

"Apa kejadian malam itu buat lo depresi? Gue mau minta maaf dengan cara nikahin lo. Tapi gue gak yakin lo bakal terima gue," batin Alres.

"Diem-diem bae lu. Tu cincin buat siapa dah?" tanya Xelio, sahabat dari Alres.

"Alana."

Semua orang yang ada di sana sontak berteriak heboh. Mereka mengerumuni Alres meminta penjelasan. Tapi cowok itu malah membuang wajah, membuat sahabatnya mendesah kecewa. Mereka tahu setelah balapan beberapa hari yang lalu, Alres membawa Alana pergi. Dan sudah dipastikan keperawanan Alana hilang malam itu. Karena mereka tahu, Alres tidak akan menyia-nyiakan santapan lezat, terutama modelan Alana. Tapi mereka tidak menyangka Alres akan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Lo mau tanggung jawab ceritanya?" tanya Arga.

"Hm. Gue lakik. Gak sepatutnya gue tinggalin Alana setelah gue ambil keperawanannya. Gue bakal tanggung jawab walaupun Alana gak hamil anak gue."

"Dia mau gak sama lo?" celetuk Galang.

"Gue juga gak tahu. Alana gak bisa gue hubungin dari kemarin. Mungkin, gue bakal nunggu dia hamil dan minta pertanggungjawaban gue."

"Gak gantle lu. Lo harus tanggung jawab sekarang juga bangsat. Gue yakin cewek itu gak baik-baik aja. Mana ada cewe yang gak depresi saat dirinya gak perawan lagi? Kecuali emang dia ngelakuin itu karena mau." ujar Xelio.

"Mending sekarang aja lo lamar Alana di sekolahnya." usul Galang.

"Kira-kira, dia bakal nerima gue gak yah? Gue takut, dia masih cinta sama masa lalunya."

Xelio dan teman-temannya yang lain menatap Alres dengan tatapan yang sulit diartikan. Alres saat ini, seperti bukan Alres yang mereka kenal. Dimana sisi beringas cowok itu?

"Lo gak ke sambet jurig bi Mumun kan?" tanya Galang yang mulai was-was jika Alres benar-benar kerasukan.

"Tunjukkin kalo lo seorang pemimpin Res. Pemimpin neraka kok lemah." cibir Xelio.

Alres Eldian Nicola, ia merupakan pemimpin kelompok bernama Artavika. Nama geng mereka, diambil dari nama sekolah. Artavika, merupakan sekumpulan anak remaja bermasalah, yang sekolah hanya untuk mencari kesenangan.

Artavika telah didirikan delapan tahun yang lalu, setiap tahunnya mereka berganti kepemimpinan. Dan tahun sekarang, Alres lah yang menjadi pemimpin mereka.

Geng bukan sekedar geng. Mereka juga termasuk dalam daftar remaja paling nakal dan berbahaya. Karena banyak sekali orang yang tewas jika mengusik mereka. Jika dilihat dari jauh, mereka seperti anak SMA pada umumnya. Tapi jika dilihat dari dekat, kalian akan melihat betapa kejamnya mereka.

"Gas lah, mending lo langsung halalin. Biar gak dosa kalo lo lakuin yang iya-iya sama Alana," ucap Galang.

"Tumben bahasanya pake dosa segala lu Lang. Biasanya aja langsung coblos," sindir Xelio.

"Lagi mode waras gue." balas Galang dengan santai. Candaan teman-temannya tentu tak menyinggung Galang. Lagi pula, apa yang dikatakan temannya memang benar, ia mengakui dirinya brengsek.

Alres menyetujui ucapan Galang. Semua anggota Artavika Alres kumpulkan. Sebagian anak buahnya, Alres perintahkan untuk membeli bunga dan hadiah. Alres akan membuat kejutan untuk Alana.

Sedangkan di tempat lain. Alana tengah meratapi nasib. Ia duduk di kursi panjang rooftop, tempat pertama ia mengagumi Gevano. Dari sanalah pertama kali Alana mengagumi seseorang, yang bahkan sampai kini ia cintai.

"Ini tempat pertama dan terakhir. Cinta kak Gevan akan Alana ingat sampai mati." Alana mengadah ke atas dengan tatapan kosong, menatap langit yang berubah menjadi hitam, tanda akan turun hujan.

Perlahan, rintik-rintik hujan mulai turun membasahi bumi. Alana memejamkan mata, menikmati sensasi ketika tetesan air hujan mengenai pipi.

"Hujan ... bawalah air mata ini ikut bersama mu. Hanyut kan rasa sakit ini dengan air mu."

"Alana gak sanggup lagi. Alana capek sama semua ini. Kenapa tuhan gak adil? Kenapa tuhan gak kasih Alana kesempatan untuk bahagia bersama orang yang Alana sayang? KENAPA TUHAN JAHAT!!" jerit Alana dengan tangis yang kian menetes deras, ikut bersama lelehan air hujan yang membasahi wajahnya.

Alana memegangi dada yang berdenyut nyeri. Entah dengan cara apa lagi rasa sakit itu pergi.

"Alana capek ... Alana nyerah. Rasanya Alana ingin mati aja,"

"Dengan bunuh diri, apa semua akan selesai?"

Suara familiar itu terdengar di telinga Alana. Alana menoleh kebelakang dengan air mata yang tak bisa ia hentikan. Tak jauh dari Alana, di sana ada seorang pria tampan. Walaupun tampan, dia bukanlah manusia.

"Alana capek Liam."

Liam melayang mendekati Alana. Hantu tampan itu tak tega melihat Alana yang bersedih seperti ini. Setelah Alana bangun dari koma, sejak saat itu juga Liam berhenti mengganggu Alana. Karena ia tahu, dirinya telah menyakiti Alana, dan gadis itu lebih bahagia dengan pria pilihannya. Maka dari itu, Liam menyerah. Tapi jangan salah, selama ini Liam mengawasi Alana dari kejauhan.

"Tapi bunuh diri bukan cara yang tepat Alana. Dengan bunuh diri, jiwa kamu gak akan tenang. Kamu hanya akan mendapat penyesalan. Sama seperti aku saat ini," ujar Liam.

"Alana harus gimana? Semuanya udah hancur Liam. Gak ada lagi yang tersisa. Bahkan Alana udah gak punya masa depan. Alana cuman aib keluarga," ujar Alana dengan suara parau. Gadis itu terlihat rapuh, dan benar-benar kehilangan semangat hidup.

"Jangan sia-siakan hidup kamu Na. Kamu bisa berubah. Hilang keperawanan bukan berarti hidup kamu gak bermakna. Masih ada kehidupan yang bisa kamu jalanin."

"Gak bisa. Alana gak bisa Liam. Semua orang pasti kecewa. Terutama kak Gevan. Alana gak mau buat dia terluka, karena kenyataan ini begitu menyakitkan. A-alana malu ... kak Gevan pasti kecewa sama Alana. Dia pasti gak mau terima Alana yang udah kotor ini. Alana jijik sama diri Alana sendiri Liam."

Alana perlahan berjalan menuju pembatas rooftop. Di bawah sana, lapangan sudah basah karena air hujan yang turun semakin deras.

Alana berbalik kemudian tersenyum menatap Liam yang tak mampu melakukan apa-apa. Inilah takdir yang Alana pilih. Alana tidak akan menyesal jika dirinya mati.

"Na ... Alana! Jangan!"

"Alana jangan coba-coba kamu bunuh diri, kalo kamu gak mau menyesal nanti."

"Alana pamit ...."

Hujan semakin deras membuat Alan tak fokus mengerjakan soal. Tatapan Alan jatuh keluar jendela. Perasaan Alan menjadi gundah, hujan yang datang seperti menandakan kabar duka.

"Kalo Alana udah besar, Alana mau jadi kupu-kupu. Alana mau terbang."

Sekelebat bayangan tentang masa kecil Alana terbayang dalam benak Alan. Cowok itu berpikir keras, untuk mengetahui makna yang tersirat di dalamnya.

"Terbang?" pikir Alan.

Saat sedang membayangkan terbang yang Alana maksud, tiba-tiba saja tubuh seorang gadis melewati jendela kelas Alan.

Mata Alan terbuka lebar ketika gadis itu adalah Alana. Waktu seakan melambat bayang-bayang Alana terus menghantui pikiran Alan.

"Alana mau jadi kupu-kupu yang bisa terbang bebas."

BRAAKK!!!

Suara hantaman benda berat terdengar begitu nyaring. Kaki Alan melemas dengan tubuh yang tak bisa bergerak.

Semua orang yang ada di kelas Alan berbondong-bondong melihat keluar jendela. Mereka semua berteriak histeris, membuat cowok itu terdiam, seakan jiwa Alan terlepas dari raganya.

"LAN! ALANA LAN!!" teriak Leona panik.

"ALAN!!!"

Tanpa menjawab Leona, Alan segera berlari keluar dari kelas. Anak-anak kelas lain juga ikut keluar dari kelas untuk melihat apa terjadi sebenarnya.

Tubuh Alan membeku, jantungnya berdebar kencang melihat adiknya tergeletak di pinggir lapangan dengan tubuh bersimbah darah.

"ALANAAA!!"

Alan segera berlari ke sisi lapangan menerobos hujan. Dipeluknya tubuh Alana yang berdarah-darah. Tanpa bisa ditahan, tangis Alan pecah.

"NA!! ALANA!!!"

Dengan tangan gemetar, Alan menangkup wajah Alana. "Na? Hey. Alana bangun. Na ...."

Alan menggoyangkan bahu Alana, berharap gadis itu bangun. Ia tak peduli dengan hujan yang semakin deras membasahi tubuh mereka.

"Na ... jangan tinggalin kakak," lirih Alan.

"ALANAAA!!!"

Semua orang ikut menangis mendengar teriakan Alan yang begitu memilukan. Mereka ikut merasakan sakit, melihat Alan yang kehilangan adiknya. Bagaimanapun seorang kakak tak akan terima jika adiknya mengakhiri hidupnya sendiri.

Dari kejauhan, tubuh Alres terasa begitu kaku melihat pemandangan mengerikan di depan mata. Kaki Alres tak bisa bergerak sedikit pun dari tempatnya. Bunga yang ia bawa, terjatuh di lapangan yang basah.

Semua anggota Artavika tampak tak percaya dengan pemandangan di depan mereka. Niat hati memberi kejutan untuk Alana, mereka malah dikejutkan oleh Alana.

"Kenapa? Kenapa jadi gini?" tanya Alres dengan suara bergetar. Tatapannya tak lepas dari Alan yang memeluk tubuh Alana. Darah yang mengalir dari kepala gadis itu membuat kaki Alres semakin lemas.

Perlahan air mata Alres turun tanpa bisa ia cegah. Alres benar-benar menyesali perbuatannya. Ia kira tidak akan seburuk ini, tapi nyatanya salah. Alana lebih memilih mengakhiri hidupnya, dibandingkan menikah dengannya. Rasanya sangat menyakitkan melihat orang yang kita sayang mati di depan mata.

Tubuh Alres terjatuh ke bawah, Alres mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dada Alres ikut terasa sesak, mendengar Alan yang terus memanggil nama kembarannya.

"ALANAA!!" Alres kini meraung nama Alana sembari memukuli lapangan membabi-buta, melampiaskan kesedihannya.

Suara sirine mobil polisi dan ambulan terdengar tak lama dari situ. Beberapa petugas kesehatan membawa Alana menuju ke rumah sakit bersama Alan, sedangkan beberapa polisi mengamankan TKP.

Situasi tampak kacau dengan hujan yang tak henti turun deras. Untuk kesekian kalinya, kejadian bunuh diri di SMA Cahya Bangsa terjadi.

Raki, dia hanya bisa diam dengan jantung yang berdetak tak karuan. Alana baru saja mengakhiri hidupnya, apa yang harus ia katakan kepada Gevano? Raki tak bisa membayangkan betapa hancurnya Gevano saat ia tahu hal ini.

Drttt ....

Ponsel Raki bergetar menandakan telepon masuk. Saat melihat nama yang tertera, Raki menjadi ragu untuk mengangkat telepon itu. Tapi sang penelepon tak henti-hentinya menelepon Raki, membuat Raki mau tak mau menjawab telepon dari Gevano.

"ANJING BANGSAT YA LO GAK ANGKAT TELEPON GUE!!"

"...."

"Ki? Alana sekolah kan?"

"...."

"JAWAB GUE ANJING!"

Tidak. Raki tak sanggup mengatakan yang sebenarnya. Ia takut Gevano akan terluka dengan kabar ini.

"Monyet. Jangan buat gue khawatir bangsat. Gue gak bisa hubungin Alana. Gue takut dia kenapa-napa. Jawab gue. Alana sekolah kan? Dia baik-baik aja kan?"

"Van ...."

"Hm?"

"Alana bunuh diri."

"...."

-★☠★-

I'm so fucking tired

Next jangan?

Ada yang mau lanjut baca?

Jangan lupa vote dan komen

Continue Reading

You'll Also Like

4.2M 53.8K 40
Cerita Dewasa! Warning 21+ Boy punya misi, setelah bertemu kembali dengan Baby ia berniat untuk membuat wanita itu bertekuk lutut padanya lalu setela...
328K 16.2K 47
18+ Yang Risih Bisa Menjauh :) šŸŒ±šŸŒ±šŸŒ± Ketika gadis norak dan aneh menyukai seorang Starboy, dan mengambil keputusan bodoh yang menjerat nya den...