ARDEO MAHENDRA

By Coretanawang

521K 50.4K 2.9K

Ardeo Mahendra. Wajah sempurna perpaduan Rio dan Tata. Cowok murah senyum yang terkesan genit dengan sejuta p... More

Ardeo Mahendra
S a t u
D u a
T i g a
E m p a t
L i m a
E n a m
T u j u h
D e l a p a n
S e m b i l a n
S e p u l u h
S e b e l a s
D u a B e l a s
T i g a B e l a s
E m p a t B e l a s
L i m a B e l a s
E n a m B e l a s
T u j u h B e l a s
D e l a p a n B e l a s
S e m b i l a n B e l a s
D u a P u l u h
D u a S a t u
D u a D u a
D u a T i g a
D u a L i m a
D u a E n a m
D u a T u j u h
D u a D e l a p a n
D u a S e m b i l a n
T i g a P u l u h
T i g a S a t u
T i g a D u a
T i g a T i g a
T i g a E m p a t
T i g a L i m a
T i g a E n a m
T i g a T u j u h
T i g a D e l a p a n
T i g a S e m b i l a n
E m p a t P u l u h
E m p a t S a t u
E m p a t D u a
EXTRA PART: Jesica Dian jadi ibu
Bukan update story
Vote cover
PO
Ardeo Mahendra terbit Digital dan cetak

D u a E m p a t

7.8K 833 14
By Coretanawang

Deo berjalan santai di lorong menuju Apartemennya, sembari membawa beberapa paper bag dikedua tangannya. Semuanya perlengkapan untuk Jeje. Siapa lagi jika bukan untuk perempuan berwajah manis itu.

Setelah puas berbelanja dengan sang ibu dan hendak pulang, saat itu pula Rio datang menjemput sang istri. Sementara Deo kembali masuk ke pusat perbelanjaan dan berbelanja sendiri. Sebenarnya ia cukup bingung, namun hal itu teratasi dengan mbak-mbak penjaga toko.

"Jeje, Jes!" Deo memanggil Jeje sembari menaruh paper bag itu di sofa, berjalan menyusuri ruang Apartemennya dan menemukan Jeje tengah berdiri tenang di balkon kamar.

"Je," panggil Deo sekali lagi hingga akhirnya perempuan yang sekarang memakai kaos polos itu menatap Deo dan berjalan cepat ke arahnya. Memeluk tubuh tinggi Deo membuat cowok itu mematung.

"Deo, laper," ujar Jeje dan Deo terkekeh. Menggandeng tangannya dan membawa Jeje agar duduk di sofa empuk dan ia menyerahkan bungkus makanan berat padanya.

"Sorry ya. Yaudah makan!"

"Gue pake baju Lo, maaf ya. Jadi buka lemari deh," Deo menggelengkan kepalanya sembari mengusap rambut Jeje, ternyata dibalik sikapnya yang kasar. Jeje juga bisa manja.

"Gak papa kok, makan yang kenyang yah. Aku ganti baju dulu," Jeje mengangguk sembari menguyah makanan yang Deo beli untuknya.

Mcd lagi.

Lama sekali Deo dikamar hingga terdengar gemericik air disana, mungkin Deo juga mandi. Selesai makan dan mengambil minum dari dapur, Jeje kembali ke ruang tengah. Hanya duduk, lalu perhatiannya teralih pada pada paper bag yang ada disana. Jumlahnya ada delapan pula. Apa isinya, Jeje jadi penasaran. Tapi ia tidak mungkin membukanya sampai pemiliknya datang.

"Punya kamu semua," ujar Deo yang baru saja datang dengan rambut yang terlihat basah.

"Buat gue?" Tanya Jeje tidak yakin.

"Iyalah, buat siapa lagi."

"Deo," panggil Jeje saat Deo baru saja duduk disampingnya.

"Kenapa?"

"Ada rokok gak? Gak betah banget abis makan," Deo menghembuskan nafasnya setelah mendengar kalimat tidak mengenakan itu. Ia juga bisa menebak jika Jeje akan bertanya perihal itu. Lalu, Deo merogoh celana pendeknya dan menyerahkan sebungkus rokok juga pematiknya.

"Makasih," ucap Jeje dan Deo mengangguk.

Tidak lama kemudian asap-asap kecil keluar dari mulut Jeje, sementara Deo malah asik membongkar paper bag yang paling kecil disana. Isinya ponsel.

"Udah di setting, dan udah ada nomor aku disitu. Tinggal pake."

Mendengar itu, Jeje menghembuskan nafasnya lelah. Sebegitu perhatiannya Deo padanya, ia tidak habis pikir kenapa tuhan menciptakan Deo dan pria itu hadir di hidupnya.

Seharusnya, Deo mendapatkan perempuan yang masih gadis. Cantik, atau paling tidak sederajat dengan keluarganya. Bukan perempuan yang sudah tidak perawan dan miskin sepertinya.

Jeje ingin menangis saja rasanya.

"Je, kok ngelamun?" Tanya Deo mengusap sebelah pipi Jeje dan memegang ujung dagu Jeje dengan gemas.

"Nggak papa."

"Beneran?" Tanya Deo tidak yakin. Jeje menggelengkan kepalanya sembari tersenyum, mencoba menyakinkan Deo jika ia benar-benar tidak apa-apa.

"Mikirin apa sih?"

"Nggak mikirin apa-apa," jawab Jeje.

"Terserah deh," ujar Deo menyerah dan menyerahkan ponsel yang masih mulus itu pada Jeje. Bahkan cowok itu sudah menekan fitur kamera dan tersenyum lebar sembari menempelkan wajahnya di pipi Jeje.

"Cissss," ujar Deo dan Jeje tertawa.

"Alay tau gak!"

"Ih gak papa, ayo cepet!" Mau tidak mau Jeje menekan layar dan menangkap gambar mereka berdua. Namun, Jeje kesal karena Deo tiba-tiba mengapit kedua pipinya hingga bibirnya monyong ke depan.

"Makasih."

"Buat?" Tanya Deo tidak paham.

"Segalanya, cuma Lo yang berani bertaruh nyawa cuma gara-gara gue. Bahkan saat Lo koma pun, gue gak ngejenguk Lo, De."

"Gak usah di ungkit-ungkit, aku juga udah sembuh."

"Ngomongnya balik lo-gue aja bisa gak? Geli gue beneran," ujar Jeje dan Deo terkekeh.

"Kenapa sih emang? Kemaren aja bilang i love you, gak geli tuh!"

"Ihh itukan lain lagi, Deo!"

"Yaudah iya-iya, nggak."

"Nggak apaan?!"

"Yaudah, ngomongnya lo-gue lagi. Aneh banget sih jadi cewek."

"Biarin! Cewek kayak gue limited edition."

"Tau ah, bacot! Ni hp pake, save nomor yang perlu aja."

"Yang gak perlu?"

"Hapus. Kalo nggak blokir, menuhin memori."

"Ikhlas gak sih ngasihnya?" Tanya Jeje pura-pura meragukan apa yang Deo kasih padanya.

"Ikhlas astaga, pake nanya."

"Deo makasih ya."

"Buat apalagi?"

Cup. Jeje mencium pipi Deo dan tersenyum senang saat melihat ekspresi kaget dari cowok di depannya ini.

"Semuanya." Jeje seolah tidak tau apa kalimat yang lebih tepat selain terima kasih. Jeje juga tidak tau apa balas Budi yang harus ia lakukan pada Deo kelak.

"Kayaknya gue beneran udah cinta sama Lo deh," ucap Jeje mengigit bibirnya. Bagaimana bisa kalimat itu baru saja keluar dari mulutnya. Astaga, Jeje sudah tidak waras rupanya.

"Bau tembakau, tapi suka." Ujar Deo mencium bibir Jeje. Deo menangkup kedua pipi perempuan berwajah manis di hadapannya, menciumnya secara lembut dan begitu pelan.

"Jangan ragu sama gue yah," ucap Deo setelah ia melepaskan ciumannya.

"Tergantung. Lo serius gak sama gue?"

"Jesica, kalo gue gak serius. Mana mungkin gue bebasin Lo dari penjahat kelamin kayak cowok semalem." Jeje memeluk leher Deo dan menghirup aroma Deo beberapa menit. Ia tidak tau bagaimana nasibnya jika Deo tidak datang.

"Lo boleh terbuka sama gue, ceritain semuanya. Gue siap denger. Oke?"

Jesica Dian menganggukkan kepalanya, apa ini tanda kapal siap berlayar. Cowok tengil hobi main bekel bersama teman-temannya di sekolah kini menjadi tempanya berlindung. Sekumpulan pemuda-pemuda aneh yang bahkan Jeje tidak minat meski hanya melirik barang sedetik saja.

Ardeo, siswa yang katanya ganteng berambut panjang. Namun, sekarang sudah tidak lagi. Cowok yang kemana-mana harus siap sedia susu kaleng bergambar beruang. Deo yang setiap makan harus dengan kentang kukus, mungkin hal itu Jeje belum tau. Dimata Jeje, mungkin Deo adalah definisi kehangatan yang tidak pernah ia dapat dari siapapun. Hidupnya sunyi sepi dan gelap, Deo berhasil membawanya keluar dari jeratan ibu laknat seperti Rinda.

Untuk beberapa Minggu ke depan, semoga saja. Jeje tidak yakin jika ibunya tidak mencarinya lewat anak buahnya. Hari-harinya dipenuhi rasa takut, meski rasa itu sedikit terhalang dengan wajah masamnya yang setiap hari ia tampilkan di publik.

"Ngelamun lagi. Kenapa sih?!" Deo mencubit pipi Jeje dan perempuan itu mengasuh kesakitan. Meski ia merasa sakit di pipinya, Jeje tertawa melihat raut kesal Deo sampai pemuda tampan anak sulung Rio melihatnya heran.

"Diliat dari deket, Lo ganteng juga."

"Jelaslah anak bapak Rio!"

"Tapi bokap Lo lebih ganteng, bener kata Dara."

"Dara siapa?" Deo bertanya, ia tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya.

"Temen sebangku, dia sering banget ceritain Lo."

"Ceritain apa?"

"Ya elo orangnya gimana, anak siapa, bapak Lo kerja apa, ibu Lo cakep apa nggak. Pokoknya semuanya deh."

"Kayaknya gue tau deh Dara siapa," ujar Deo yang berhasil membuat kening Jeje mengerut.

"Siapa?"

"Pacarnya Dery, ya gak sih!" Jawab Deo antusias.

"Gak tau, iya kali."

"Dasar bucin banci, keknya iya deh."

"Emang kenapa sih? heboh banget!"

"Dara itu anak pejabat. Mangkanya Dery minder!"

"Minder?" Tanya Jeje dan Deo mengangguk. Jeje tidak paham kenapa Dery bisa seminder itu, maksudnya karena apa. Bukannya teman-teman Deo dari kalangan atas semua. Oh Jeje salah besar.

"Bokapnya Dara nyuruh Dery mutusin anaknya, kasian kan itu anak. Mana udah cinta banget lagi sama Dery, pokoknya bucin banget deh si Dara sama Dery. Tapi ya gitu, Dery emang ngerasa gak sederajat sama Dara."

"Kenapa jadi ghibah?" Ngomong-ngomong tidak sederajat. Apa kabar Jeje dengan Deo? Ia mendadak diam saat Deo berceloteh kembali.

"Nanti gue ceritain deh...,"

"Loh, mau kemana?!" Teriak Deo saat melihat Jeje berjalan menuju kamarnya. Apa Deo tidak sadar ya jika perkataannya mengenai status kekeluargaan sangat menyakiti hatinya.







______

Aku juga kadang ngerasa gitu, pengen dapet cowok yang mapan. Tapi nanti diterima gak ya sama keluarganya.

Aku belum ngalamin. Cuma ada gambaran aja di otak. Bayangin kalo dapet cowok kayak pangeran Mateen, haduh gimana itu. Harus bersyukur apa insecure.

See you.

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 127K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
6.9M 291K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
572K 27.4K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
236K 8K 39
"darel kepala lo ada apa nya tuh." ledek Vina "Gak usah ngeledek deh lo!" kesal Darel start : 19 oktober 2019 end : 7 november 2019