Saat ini yang kutau aku sulit mengenal diriku sendiri mungkin karena terlalu banyak ekspetasi di kepala ku yang selalu mengajakku bergelut setiap waktu.
_Revanza's story
47- Fakta yang sebenarnya
Sepulang dari pemeriksaan Saga di psikiater tadi, keluarga kecil itu memutuskan untuk mampir sejenak di Alabama's cafe. Mereka bertiga duduk di ruang VIP, karena sejak tadi Sam telah memesannya jika tidak ia dan keluarganya pasti tidak akan kebagian tempat karena cafe saat ini sangatlah ramai.
Makanan yang mereka pesan telah tiba. Berbagai hidangan satu persatu ditata di meja makan oleh para waiters, semua itu terlihat sangat menggoda.
Sam dan Agnes tersenyum saar waiters itu hendak pergi karena pekerjaannya telah selesai. Berbeda dengan Saga, dia hanya diam dengan tatapan kosong dan wajah pucat yang membuat laki-laki itu seperti tidak bernyawa.
"Terimakasih, mbak" ucap Agnes, ia tersenyum ke arahnya.
Waiters itu tersenyum, kemudian ia melangkah menjauhi meja Sam dan keluarganya.
"Ayo dimakan" suara berat Sam membuat Agnes menoleh ke arahnya. Agnes mengangguk—kemudian ia menoleh menatap Saga yang masih terdiam seperti patung.
Agnes mengelus punggung tangan Saga dengan lembut. "Sayang, makan dulu nak" ucapnya.
Seolah tak mendengar perkataan mamanya, Saga masih saja terdiam dengan ekspresi wajah yang sama, datar. Agnes yang menyadari itu hanya menghela nafas seraya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan perlahan.
Pandangan Agnes kini beralih menatap Sam yang masih menatap Saga dengan tatapan iba. Sadar jika diperhatikan, Sam menoleh ke arah istrinya itu. Sam tidak bodoh, ia bisa mengetahui apa arti isyarat yang diberikan istrinya lewat kontak mata yang melirik sekilas ke arah Saga.
"Makan dulu Ga, jangan mikirin sesuatu yang membebani pikiran kamu. Lebih baik perut kamu diisi dulu supaya nggak sakit" papar Sam menasehati.
"Papah tau? Beban pikiran ini hampir buat Saga gila, pah. Semuanya masih tentang Salsa, Salsa, dan Salsa. This is hard for me." Saga mengacak rambutnya frustasi. Ia memijat pelipisnya yang tersasa sangat sakit.
"Papah tau, berat buat kamu ngelupain Salsa. Tapi apa salahnya kalau kamu coba? Daripada ini semua bebanin pikiran kamu dan berujung memperparah keadaan kamu, Saga." Nada bicara Sam terdengar memaksa.
Saga melihatnya Sam sekilas. Ia mengusap wajahnya dengan gusar. "I've tried, tapi semua itu malah bikin aku semakin ngerasa bersalah, pah!" Saga adalah orang yang sangat tidak suka jika harus dipaksa seseorang.
"Hilangkan perasaan bersalah itu, Saga. Kamu harus mulai semuanya dari awal, jangan stuck disini aja sambil nangis gara-gara dia pergi. Kalau kamu begini terus, yang ada kamu cuma menyiksa diri kamu sendiri."
"Gimana aku hilangin perasaan bersalah itu? Sedangkan bayang-bayang wajahnya aja selalu muncul dikepalaku, pah" Saga menatap Sam penuh tanya.
"Buat diri kamu sibuk sampai lupa sama semuanya"
* * *
"Hallo Dad? Ada apa?"
[ "Ke Panthero Airline sekarang! Bawa barang-barang kamu. We have go to London now" ]
"Sekarang Daddy ada di Indonesia?"
[ "Iya, Daddy ada di Indonesia buat nyusul kamu" ]
"Daddy gila! Stella udah bilang kalau Stella belum mau pulang!! Kenapa Daddy nggak bisa pahami Stella?!"
[ "Baby girl, don't be angry. Daddy minta maaf, tapi tolong kali ini kami harus nurut sama daddy. Kalau kamu nggak datang kesini dalam waktu 30 menit. Anak buah Daddy yang bakalan cari kamu" ]
"Ah! Oke, Stella ke Panthero Airline sekarang"
Revan mengernyitkan keningnya, ada urusan apa dia di Panthero Airline? Apakah ada hal penting yang bisa dijadikan petunjuk nantinya? Sebaiknya dia terus mengikuti Stella sampai benar-benar menemukan apa yang ia cari.
Sedari tadi dia menguping bahkan memantau semua pergerakan Stella. Katakanlah, dia menguntit Stella mulai dari gadis itu keluar dari kamar hotelnya. Ya! Sejauh itu Revan mengikutinya.
Revan bersembunyi dibalik tembok tak jauh dari tempat Stella berdiri, sehingga apapun yang Stella katakan masih bisa ia dengar walaupun tidak begitu jelas.
Stella mulai melangkah meninggalkan tempat ini, begitupula Revan yang mulai keluar dari tempat persembunyiannya dan kembali mengikuti kemanapun gadis itu pergi.
Stella masuk ke sebuah taxi yang berhenti di hadapannya. Dengan segera Revan menaiki motor dan melakukannya dibelakang taxi yang Stella tumpangi.
Setelah 15 menit melakukan perjalanan, akhirnya mereka telah sampai di Panthero Airline. Stella berjalan cepat menuju ke suatu tempat. Revan masih mengikutinya dari belakang, ia selalu memantau gadis itu supaya tidak kehilangan jejaknya.
Stella sampai di suatu cafe yang berada di dekat sini. Ia mengedarkan pandangannya, seolah-olah sedang mencari seseorang disini. Tatapan mata Stella berhenti di meja nomer 24, disana sudah terdaftar pria berumur kisaran kurang lebih 45 tahunan dengan menggunakan setelan jas rapi.
Pria itu melambai ke arah Stella, dengan segera ia maju mendekati meja itu dan duduk bersamanya.
Revan memicingkan matanya, jarak Revan dengan Stella saat ini lumayan jauh, jadi dia tidak bisa melihat siapa orang itu dengan jelas. Tapi sepertinya, mereka sangatlah akrab.
"Siapa sih tu orang anjir! Kok nggak jelas ya mukanya?" Monolog Revan. Ia terus mencoba mengamati siapa orang tersebut.
"Apa gue agak deketan lagi ya?"
Revan memakai tudung Hoodie nya. Ia maju 10 langkah dari posisi awalnya. Revan memutuskan untuk mendekat ke arah Stella. Karena jika ia masih tetap disini, usaha penyelidikannya akan sia-sia saja.
Revan duduk di meja yang berada di samping jendela. Jaraknya kali ini dengan Stella hanya berkisar 2 meja.
"Dari samping kok itu orang kaya familiar banget ya, tapi siapa?" Pandangan Revan terus menatap Stella dan pria paruh baya itu dengan intens.
Revan terus memperhatikannya, sesekali keningnya mengerut saat melihat wajah Stella yang terlihat sangat marah kepada orang itu.
"Daddy apa-apaan sih?! Stella masih mau di Indonesia! Kenapa Daddy malah kesini dan jemput Stella?!" Stella nampak sangat marah kepada orang itu.
Tangan pria paruh baya itu bergerak menyentuh tangan Stella yang masih mengepal erat di meja. "Stella, disini nggak baik buat kamu sayang. Kamu nggak boleh lama-lama disini. Daddy bener-bener khawatir sama kamu."
Stella menepis tangan itu dengan kasar. Mungkin karena dia sedang emosi, begitu pikir Revan.
"Daddy jahat! Apa kurang selama ini kalian membatasi pergerakan Stella?! Stella cuma mau jalan-jalan di Indonesia! Cuma itu nggak lebih!"
"Daddy minta maaf, tapi ini semua buat kebaikan kamu sayang. Kamu tau? Dulu ada seseorang yang selalu mengintai kamu pas kita lagi tinggal di Indonesia. Bukan cuma itu, kamu juga celaka karena dia dan Daddy nggak pernah mau itu semua terulang lagi. Jadi tolong Stella, ayo ikut Daddy balik ke London."
"Om Tama?" Stella dan pria paruh baya itu menoleh ke sumber suara.
Stella mengernyitkan keningnya. "Revan?" Gumam Stella lirih.
Revan mengangguk. Tadi, saat ia sedang memperhatikan interaksi keduanya, tiba-tiba saja dia melihat wajah pria paruh baya itu sekilas. Karena merasa tidak asing, dia mencoba mengingat siapa orang tersebut.
Saat sedang berpikir keras, dia kembali melihat wajah pria itu. Kali ini, Revan melihatnya cukup lama. Revan terpaku saat ingatannya tentang masa lalu berputar kembali di kepalanya. Masa lalu yang membuat dirinya terpuruk selama kurang lebih satu tahun setelah kehilangannya.
Arsean Dirga Gautama, ayah dari Salsa Shevilla Gautama—perempuan yang telah meninggalkannya satu tahun yang lalu.
"Om Tama masih ingat sama saya?" Revan mengangkat sebelah alisnya.
Tama meneguk slavinanya dengan susah payah. Matanya masih melebar saking terkejutnya dengan kedatangan Revan di hadapan mereka.
"Apa kabar, om?" Revan tersenyum hangat ke arah Tama.
"Lo kenal sama bokap gue?" Kini pandangan Revan beralih menatap Stella yang baru saja berbicara.
Revan mengangguk. "Gue emang kenal sama om Tama. Beliau pemilik SMA Tariksa, sekolah gue. Tapi, gue nggak pernah ketemu sama beliau sejak anak perempuannya meninggal karena kecelakaan."
Bola mata Stella melebar, apa ia tidak salah mendengar? Anak perempuannya meninggal? Setahu Stella, dia anak tunggal dari pasangan Arsean Dirga Gautama dengan Sherinka Ayudia.
"Daddy, bisa jelasin apa maksudnya?" Stella menatap wajah Tama dengan tatapan penuh tanya. "Jadi selama ini aku bukan anak tunggal? Dan aku punya saudara kandung? Tapi kenapa Daddy nggak pernah cerita?" Manik mata Stella mulai berkaca-kaca. Hatinya sakit karena dia merasa telah dibohongi oleh kedua orang tuanya.
"Om Tama cuma punya satu anak!" Revan, Stella dan Tama menoleh ke sumber suara.
Disana terlihat Arbi yang memakai kaos putih dengan jaket Levis biru sedang berjalan mendekati mereka. Lagi dan lagi, Tama hanya bisa terpaku ditempat.
"Arbi?" Beo Revan. Ia juga sama terkejutnya dengan Tama.
"Om Tama cuma punya satu anak, dan itu Salsa. Bukan begitu, om Tama yang terhormat?" Arbi mengangkat sebelah alisnya. Ia terus menatap Tama yang masih terdiam.
"Ada yang mau om Tama jelaskan? Atau, saya sendiri yang akan menjelaskan semuanya?"
"Lo tau sesuatu?" Tanya Revan. Sementara Arbi hanya tersenyum tipis seraya menepuk pundak Revan.
Tama menatap mereka bergiliran, kemudian beralih menatap Stella yang masih menatapnya dengan tatapan kecewa.
"Ada sesuatu yang Daddy sembunyikan dari aku?" Tanya Stella dengan lirih. "JAWAB DAD!!" Sentak Stella dengan wajah memerah.
Tama menghembuskan nafasnya berat. "Daddy minta maaf sama kamu, dan buat Revan sama Arbi, om juga minta maaf udah bohongin kalian selama ini. Tapi Om ngelakuin itu karena kebaikan Salsa." Tama menundukkan kepalanya.
"Bohongin? Maksud Om Stella itu—"
"Benar, Stella itu Salsa dan berita tentang kematian Salsa itu semua bohong. Itu semua karangan yang sengaja saya dan istri saya buat. Saya berniat mau menjauhkan kalian berdua"
•To Be Continued
* * *
Aku update lagi hehe. Kira-kira masih ada manusia yang baca cerita ini nggak ya? Soalnya makin sepi aja ni lapak awkawkawk.
Apa kabar kalian? Semoga baik-baik aja ya.
Buat kalian yang nebak Salsa masih hidup, SELAMAT KALIAN BENAR! kalau ada diantara kalian yang nggak setuju, maaf banget soalnya ini emang udah pemikiran aku dari awal.
Makasih buat kalian yang selalu hadir disini, LOVE YOU!
Masih ada beberapa part menuju end~
Jangan lupa follow Instagram:
~ @ssaabilaa._
~ @ssaaaxll
~ @wpinaplle_
Follback dm aja ya
Yaudah gitu aja, See you next chapter 💘