My Friend Is My Mama

De jungle0

5M 369K 14.1K

"Len, jadi mama gue ya." Ucap Divia dengan wajah memerah dan air mata yang sedari tadi meluruh. Sontak gadis... Mais

Pembukaan
๐Ÿ’™1
๐Ÿ’™2
๐Ÿ’™3
๐Ÿ’™4
๐Ÿ’™5
๐Ÿ’™6
๐Ÿ’™7
๐Ÿ’™8
๐Ÿ’™9
๐Ÿ’™10
๐Ÿ’™11
๐Ÿ’™12
๐Ÿ’™13
๐Ÿ’™14
๐Ÿ’™15
๐Ÿ’™16
๐Ÿ’™17
๐Ÿ’™18
๐Ÿ’™19
๐Ÿ’™20
๐Ÿ’™21
๐Ÿ’™22
๐Ÿ’™24
๐Ÿ’™25
๐Ÿ’™26
๐Ÿ’™27
๐Ÿ’™28
๐Ÿ’™29
๐Ÿ’™30
๐Ÿ’™31
๐Ÿ’™Follow me๐Ÿ’™
๐Ÿ’™32
๐Ÿ’™33
๐Ÿ’™34
๐Ÿ’™35
๐Ÿ’™36
๐Ÿ’™37
๐Ÿ’™38
๐Ÿ’™39
๐Ÿ’™40
๐Ÿ’™41
๐Ÿ’™42
๐Ÿ’™43
๐Ÿ’™44
๐Ÿ’™45
๐Ÿ’™Selamat Hari Raya Idul Fitri๐Ÿ’™
๐Ÿ’™46
๐Ÿ’™47
๐Ÿ’™48
๐Ÿ’™49
๐Ÿ’™50
๐Ÿ’™51
๐Ÿ’™52
๐Ÿ’™53
๐Ÿ’™54
๐Ÿ’™55
๐Ÿ’™56
๐Ÿ’™
๐Ÿ’™57

๐Ÿ’™23

115K 7.6K 368
De jungle0

Tepat satu minggu sudah Arsya dan Alenza pergi honeymoon. Dan besok adalah hari terakhir keduanya berada di pulau Hawai. Perlakuan Arsya yang perlahan-lahan mulai berubah sudah menjadi hal biasa bagi Alenza, meskipun terkadang Alenza masih sering tersipu malu karena hal manis yang di berikan Arsya. Alenza berharap agar keharmonisan dalam rumah tangganya terjaga tanpa mempermasalahkan usia ataupun batas kedewasaan, karena mereka sama-sama belajar mendalami karakter satu sama lainnya terutama Alenza yang harus dapat beradaptasi dengan hal-hal baru dalam sebuah ikatan pernikahan.

" Mas gak silau?" Tanya Alenza mengusap pelan kening Arsya yang berada di pangkuannya.

Keduanya saat ini sedang berada di tepian pantai dengan Alenza yang memangku kepala Arsya yang berbaring diatas pasir pantai. Setelah membeli beberapa oleh-oleh, Arsya mengajak Alenza untuk berjemur di sore hari. Awalnya Alenza menolaknya, karena dirinya yang ingin beristirahat setelah lelahnya berkeliling untuk membeli oleh-oleh , tetapi berkat iming-iming Arsya yang mengatakan matahari sore akan jauh lebih  indah ketika dilihat secara langsung, apalagi saat melihat sunset Hawai untuk terakhir Honeymoon mereka di Pulau Hawai, sehingga Alenza tergoda untuk ikut bersama Arsya menikmati matahari sore ini dengan di temani deruan Ombak.

" Silau." Gumam Arsya pelan sembari merubah posisinya dengan menenggelamkan wajahnya di perut rata Alenza.

Meskipun Alenza memakai kaos besar milik Arsya yang ia pinjam, tetapi Alenza tetap merasakan geli saat nafas Arsya yang keluar dari hidungnya menerpa perut Alenza yang tertutup kaos.

" Geli Mas." Ucap Alenza.

" Setelah pulang Mas akan sibuk." Gumam Arsya pelan yang masih dapat Alenza dengar meskipun pelan.

" Gak papa, kan mas sibuk kerja, bukan sibuk cari Mama baru lagi buat Divia." Celetuk Alenza yang mendapati serbuan ciuman dari Arsya di bagian perut Alenza.

Alenza tertawa geli karena tindakan Arsya. Hingga Arsya berhenti dengan sendirinya saat tangan halus Alenza mengusap pelan rambut hitam milik Arsya.

"Mana ada yang mau di madu sama Mas." Ujar Arsya dengan suara datarnya.

" Ada lahhh, kan mas mapan, ganteng, hot lagi! Siapa yang gak tergoda iman saat melihat Mas, Ehhh..." Puji Alenza dengan menggebu-gebu tanpa sadar.

Arsya menyembunyikan senyum tipisnya saat mendengar Alenza yang memujinya.

" Tapi diawal kamu tidak." Ucap Arsya singkat.

" Alenza kebal kali Mas. " Sahut Alenza disertai tawa pelannya yang membuat Arsya terpaku menikmati tawa indah milik istrinya.

Bukan hanya Alenza saja yang terheran dengan perubahan sikapnya, dirinya pun juga heran dengan apa yang dilakukannya bersama Alenza yang sudah berstatus sebagai istrinya. Semenjak mendalami Seorang Alenza,  Arsya sedikit demi sedikit menjadi pribadi terbuka. Arsya tidak ingin istrinya merasa tidak nyaman saat berada di dekatnya. Arsya sadar dengan usianya yang terpaut jauh, tetapi setidaknya dirinya beruntung dapat merasakan kembali saat-saat usia mudanya bersama Alenza.

" Banyak ya? yang deketin kamu sebelum Mas." Ujar Arsya menggigit gemas perut Alenza.

" Banyak. Kan Alenza wangi." Sahut Alenza dengan percaya diri disertai senyum merekahnya.

" Meskipun tidak mandi seharian hm...." Ujar Arsya yang menyindir Alenza karena seharian ini yang belum juga mandi dan tentunya dengan alasan beragam yang keluar.

" Itu namanya hemat air Mas." Cicit Alenza.

" Mas tidak akan jatuh miskin hanya membeli seember air untuk kamu mandi. Kecuali kamu mau mandi dengan air mata Naga" Ujar Arsya.

Alenza terdiam dan tersenyum simpul mendengar perkataan Arsya yang terdengar seperti gurauan meskipun di ucapkan dengan wajah datarnya.

" Mas." Panggil Alenza.

" Hm."

" Alenza ingin bertanya tentang Mba Gea, Boleh?"

" Katakan."

" Alenza ingin tahu, apa.... Apa penyebab Mba Gea koma Mas?" Tanya Alenza menatap lekat suaminya.

💙💙💙💙💙

Hari ini adalah hari kepulangan Arsya dan juga Alenza dari acara berbulan madu mereka di pulau Hawai. Setibanya mereka di bandara setelah menghabiskan waktu berjam-jam di dalam pesawat, mereka pergi ke sebuah hotel berbintang milik Arsya untuk menjemput Divia yang meminta mereka untuk menjemputnya disana

" Di Mansion ada Mama dan yang lain." Jelas Arsya pada Alenza yang bertanya mengapa Divia menginap di Hotel.

Divia sangat tidak nyaman ketika bersama dengan keluarga besar Arsya, terbukti dengan Divia yang memilih untuk mengungsi dari Mansion tempatnya tinggal ke sebuah Hotel, setidaknya itulah fikiran yang ditangkap Alenza dari penjelasan singkat Arsya.

Beberapa menit kemudian akhirnya mobil Arsya dan Alenza tiba di sebuah hotel berbintang milik Arsya. Saat mereka turun, Divia sudah berlari menyambut antusias kedatangan mereka berdua di depan Lobi Hotel. Bahkan Antusias Divia membuat beberapa pegawai hotel dan pengunjung mengalihkan atensi mereka untuk melihat keantusiasan Divia yang notaben nya adalah anak dari pemilik Hotel.

" Kangennn!!!" Pekik Divia senang sembari memeluk tubuh Alenza dengan erat disertai loncatan-loncatan kecil.

Selama ini hari-hari Divia selalu bersama Alenza, meskipun tidak sering, tetapi kepergian Alenza berbulan madu cukup membuat hari-hari Divia seminggu lalu kosong tanpa keberadaan sahabatnya sekaligus ibu sambungnya. Divia sudah terbiasa dalam perihal merecoki Alenza, ketika tidak ada subyek sasaran nya, Divia sangat bosan melakukan aktivitas lainnya.

" Aku juga Div. Tapi......Kok kamu kurusan, kamu Diet?" Tanya Alenza penuh selidik.

Divia tidak membiarkan Alenza melepaskan pelukannya, meskipun saat ini Alenza sedang menginterogasinya. Alenza adalah orang pertama yang selalu melarang Divia untuk berdiet, bukan tanpa sebab Alenza melarangnya. Karena Divia adalah type orang yang sekalinya Diet pasti akan menjalankan Dietnya secara keras, seperti tidak makan ataupun melakukan olahraga secara berlebihan. Dan itu selalu membuat Alenza geram, karena tentu akan mempengaruhi kesehatan Divia. Meskipun Alenza sering mengatakan jika Divia boleh diet asalkan diet yang benar-benar sehat dengan aturan yang benar, tetapi Divia selalu menghiraukan perkataannya ataupun membantahnya dan melakukan Diet asal-asalannya.

" Gak bun, cuma jarang makan aja."sahut Divia dengan senyum lebarnya.

Sontak Alenza mendatarkan tatapannya, lalu apa bedanya dengan diet? Alenza tidak habis pikir dengan sahabat sekaligus Anak tirinya itu.

" Kamu tidak rindu Papa." Timpal Arsya yang berdiri dengan kedua tangan di dalam saku celananya.

Mendengar ucapan Arsya, sontak membuat Divia melepaskan pelukan eratnya pada Alenza dan kembali merentangkan kedua tangannya menghampiri tempat Arsya berdiri saat ini.

" BLACK CARD Diviaaa!!!" Pekik Divia memeluk tubuh tegap Sang Papa.

Dengan wajah datarnya Arsya menatap Divia yang saat ini memeluknya erat sembari merogoh saku jas Arsya yang terdapat benda berbentuk persegi panjang.

" Ayo bun!! Divia udah dapet akses menuju kesenangan!!!!" Seru Divia dengan antusias mengangkat tinggi-tinggi kartu yang ia cari dan berhasil ia dapatkan di dalam saku jas Arsya.

Arsya kembali mengingat saat dirinya harus membuat perjanjian dengan putrinya sewaktu Arsya berada di Pulau Hawai.

" Kenapa kamu tidak ikut saja kalau kamu mengirim banyak pesan pada papa setiap menitnya." Ujar Arsya saat menerima telfon dari Divia sekian kalinya.

" Divia pengennnn ikuttt!!! Tapi kan Papa butuh waktu berdua sama Alenza." Ucap Divia dengan memberengut di sebrang telfon.

" Apa bedanya dengan kamu yang neror papa terus Divia." Ucap Arsya dengan jengah.

Belum genap satu jam Arsya berada di Hawai, dan putrinya sudah beberapa kali menelfonya dan mengirimkan banyak pesan hanya sekedar untuk mengutarakan kerinduannya. Tetapi anehnya Divia hanya mengirimkan pesan kepada saja, dan tidak dengan Alenza. Tetapi beberapa saat kemudian Arsya baru mengerti saat Alenza beteriak kesal saat pakaian-pakaiannya di ganti yang tentunya adalah Ulah dari putrinya.

" Hehe.... Boleh kali pa Black card Divia." Ucap Divia dengan nada membujuk, menghiraukan perkataan dari Papanya.

" Papa beri setelah Papa pulang dari Sini."

Seruan senang Divia terdengar, setelah sekian lama black card nya di tahan oleh Arsya dan dirinya akan mendapatkannya kembali.

" Divia janji gak akan neror Papa lagi deh, tapi sesekali Divia akan telfon ya. Selamat bersenang-senang papa." Seru Divia.

Arsya segera menarik pinggang Alenza untuk mendekat ke arahnya saat Divia yang akan mengajak Alenza pergi.

" Bunda perlu istirahat." Ucap Arsya singkat.

" Ishhh..... Lebih baik Bunda ikut Divia aja, Papa pulang dulu sana ngusir tante iblis, dia juga di mansion soalnya." Ujar Divia memberitahu.

" Papa dan Bunda bisa istirahat di hotel ini." Ujar Arsya tidak mau kalah.

" Papa udah monopoli Bunda seminggu lebih ya! Gantian dong sama Divia!!" Seru Divia dengan kedua tangan berkacak pinggang.

" Kenapa Papa jadi posesip gini sama Bunda." Lanjut Divia dengan tatapan penuh selidiknya.

Arsya mendatarkan tatapannya saat putrinya menatapnya penuh selidik. Berbeda dengan Alenza yang gugup dengan tangan Arsya yang masih setia berada di pinggangnya, bahkan tidak ada jarak antara tubuhnya dengan Arsya yang membuat jantungnya berdetak cepat.

" Bunda istri Papa." Ucap Arsya singkat.

Alenza menatap Arsya karena perkataannya yang mengakui Alenza sebagai istrinya di depan Divia, meskipun itu adalah sebuah fakta, tetapi tetap saja wajahnya memerah saat menyebut dirinya sebagai istri.

" Kita istirahat dulu di hotel ya Div, kamu bisa kok habisin waktu nanti di kamar sama aku." Jelas Alenza penuh pengertian menengahi perdebatan diantara keduanya.

Alenza ingin menghormati suaminya, selain itu Lama perjalanan juga membuat tubuh Alenza terasa sangat letih. Tetapi Alenza juga tidak ingin jika Divia menjadi murung, untuk itu Alenza mengambil jalan tengah yang ia bisa.

" Huftt..... Okee, tapi pa.."

" Kalian habiskan waktu di kamar Privat Papa." Potong Arsya yang sudah menuntun Alenza untuk mengikutinya.

Sepertinya Arsya tahu bahwa Divia akan membawa Alenza untuk berdua di kamarnya tanpa ada Arsya yang mengganggu, tetapi hal itu di cegah terlebih dahulu oleh Arsya.

Divia menatap kepergian kedua orang tuanya dengan tersenyum lebar saat melihat kedekatan mereka. Sepertinya Honey moon kemarin yang telah di rencanakan olehnya membuahkan hasil bagus, dan semoga saja kecebong papanya masih bisa berlayar dengan cepat hingga bisa menumbuhkan adik untuk Divia.

Adik Coming soon!!!!!!

" Tungguin Diviaa." Seru Divia berlari menyusul kedua orang tuanya.

💙💙💙💙💙

" Scrol ig nya Coba bun, udah taken dia sama pangeran fakultas kedokteran." Ujar Divia sembari menggulingkan tubuhnya diatas ranjang besar kamar Privat milik Papanya.

Sesampainya mereka di kamar, Divia langsung merebahkan dirinya diatas ranjang sembari membuka Handphonenya. Sedangkan Arsya pergi ke kamar mandi dan Alenza hanya duduk di tepian Ranjang melihat Handphonenya untuk memantau tugas-tugas kuliah yang menanti akibat izin seminggu lebih.

" Gak tau orangnya Div." Jawab Alenza  yang masih fokus pada Handphone miliknya.

" Itu loh bun, yang pernah nyalonin jadi Duta Fakultas Ilmu Komunikasi, waktu itu kayaknya pernah Divia tunjukin fotonya deh." Jelas Divia.

" Lupa." Ucap Alenza sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

" Gak papa bun, orangnya juga kayak tante-tante modelan nya, tapi anehnya Cowoknya mau gitu bun sama modelan cewek kayak gitu, padahal Cowoknya ganteng tau Bun, jelaslah orang Pangeran Fakultas Kedokteran. Calon dokter lagi, menang banyak dia." Cerocos Divia.

Alenza hanya mengangguk-anggukan kepalanya mendengar ucapan Divia. Meskipun sedikit aneh saat Divia mengubah cara bicaranya dulu yang menggunakan ' lo-gue' dan berubah menjadi menyebutkan namanya sendiri, tetapi Alenza akan membiasakannya mulai sekarang, lagi pula Divia jauh terlihat manis saat dirinya memanggil namanya sendiri saat berbicara.

" Ngomongin apa kalian." Ucap Arsya tiba-tiba saat keluar dari kamar mandi dengan rambut basahnya yang ia keringkan dengan handuk kecil.

" Mau Alenza bantu Mas?" Tawar Alenza meletakkan Handphonenya.

Kedua mata Divia sontak melotot saat mendengar panggilan Alenza yang di tujukan pada Papanya.

" AAAAAAaaaa...... Divia juga pengen Nikahhh!!!" Pekik Divia girang yang membuat kedua pipi Alenza memerah.

Alenza lupa jika ada Divia di dalam satu ruangan bersama dengannya. Alenza belum terbiasa menunjukan sisi manisnya pada lawan jenis di depan orang lain.

" Gak. Sekolah yang benar." Sahut Arsya dengan wajah datarnya.

Arsya memberikan handuk kecilnya pada Alenza yang sudah berada di depannya saat ini.

" Mas duduk di sofa aja, Alenza gak sampai." Ucap Alenza dengan pelan.

Arsya menurut dan duduk di sofa panjang agar Alenza dapat mengeringkan rambut hitam legamnya dengan mudah.

" Divia seneng, akhirnya keinginan Divia terwujud. Mama pasti bangga sama Divia."Ucap Divia sembari tersenyum memandangi langit-langit kamar.

Meskipun dengan suara pelan, Arsya dan Alenza dapat mendengarnya dengan jelas bahkan tatapan Arsya bertemu dengan mata Indah Alenza.

" Papa pesen makanan kesukaan kamu Di bawah, mau nunggu disini atau kamu yang......" Ucap Arsya terpotong.

" Divia ambil aja deh pa, sekalian mau ke kamar Divia ngambil Laptop. Habis itu kita Nobar ya Bun." Sahut Divia bangkit dari tidurnya dan berjalan keluar kamar meninggalkan kedua pasangan suami istri.

Alenza dengan teliti mengeringkan rambut milik suaminya. Harum semerbak dari sampo yang Arsya pakai sangat menyegarkan.

" Aaaa Mass." Pekik Alenza saat Arsya menarik pinggangnya hingga membuat Alenza terjatuh diatas pangkuannya.

" Gea pasti bahagia, saat putrinya akan dirawat oleh ibu sambung seperti kamu." Ucap Arsya membungkam bibir Alenza, sembari menciumnya lebih dalam sembari meresapi setiap detiknya bibir mereka menyatu dan saling melumat.

Saat pasokan udara keduanya habis, barulah Arsya melepaskan pagutan mereka. Keduanya saling menyatukan kening mereka, dengan kedua tangan Alenza yang mengalung pada leher milik Arsya.

" Mas, Divia bisa masuk." Ucap Alenza pelan, memperingatkan Arsya jika sewaktu-waktu Divia bisa masuk kapan saja.

" Kita mempunyai waktu 15 menit sebelum Divia masuk kamar." Ucap Arsya melirik jam tangannya yang berada diatas meja.

Alenza hendak memprotes Arsya, bagaimana mungkin Arsya bisa mengetahui dan memperhitungkan semuanya. Alenza sangat was-was jika tebakan Arsya meleset dan saat Divia masuk serta mendapati kedua orang tuanya sedang melakukan tindakan memalukan. Tetapi protesan Alenza tidak dapat tersampaikan karena bibirnya yang terlebih dahulu dibungkam oleh Arsya.

......enjoy💙

💙Ruang saran dan kritik:)

Salam hangat dariku🌹semoga kalian sehat dan selalu bahagia.

Continue lendo

Vocรช tambรฉm vai gostar

1.2M 65.9K 58
Takdir itu emang kocak. Perasaan cerita tentang perjodohan itu hanya ada di film atau novel, tapi sekarang apa? Cecilia Janelle terjebak dalam sebuah...
ADVOKASI De yours

Literatura Feminina

860K 74.8K 56
Shana begitu ia akrab disapa. Si paling advokasi begitu julukannya. Bagaimana tidak, ini tahun keduanya menjabat sebagai staff bidang Advokasi di Him...
114K 5.6K 29
๐™๐™Š๐™‡๐™‡๐™Š๐™’ ๐™Ž๐™€๐˜ฝ๐™€๐™‡๐™๐™ˆ ๐˜ฝ๐˜ผ๐˜พ๐˜ผ~ ____________๐Ÿ•ณ๏ธ____________ Jika ditanya apakah perpindahan jiwa keraga lain, kalian percaya? Menurut saya perc...
154K 10.6K 55
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia