Gamaphobia

Von Lin_iin03

87.8K 8.7K 444

Kegagalan pernikahan kedua orangtua dan Kakaknya membuat Pramesti Ayunindya takut melangkahkan hubungannya de... Mehr

1. Pramesti Ayunindya
2. Randu Kalandra
3. Momen Akward
4. Nikahan Wisnu
5. Bujuk Rhevan
6. (bukan) Sesi Curhat
7. Break
8. Gagal Kenalan
9. Congratulations
10. Bertemu Lagi
11. Kekecewaan Ayu
12. Bertukar Pikiran
13. Kepedulian Randu
14. Strategi Randu
15. Usaha Terosss
16. Pertanyaan Tidak Tepat
17. 520?
18. Menunggu Chat
19. Korban Drakor?
20. Kondangan Sendirian
21. Oalah, Saya Pikir Siapa
22. Kedatangan Tamu
23. Masak Bareng
24. Menjelaskan
25. Mari Menjalankan Misi
26. Ke Gap
27. Mission Com... eh, Failed?
28. Gagal Ijab Sah?
29. Kesempatan?
30. Official?
31. Ketularan
32. Terima Kasih
33. Kumpul Bareng
34. Izin Nikah??
35. Oh, Oke
36. Kehilangan Kabar
37. Nasehat Ajeng
38. Mulai Terbuka
39. Jenguk Camer
40. Kehilangan
42. Dipermainkan Takdir?
43. Sebut Randu Bodoh
44. Marahnya Hana
45. Penyesalan Randu
46. Akhir Cerita Kita?
47. Merayakan Kesedihan
48. Sulit Mengakui?
49. Rencana Febi
50. Final
Numpang Promo
promo again

41. Nikahan Hana

1.3K 131 10
Von Lin_iin03


---------

Beberapa bulan kemudian

Randu berdecak sambil geleng-geleng kepala, melihat Ayu tampak sibuk mengarahkan anak buahnya. Ia melirik jam tangannya. Masih pukul setengah enam pagi. Padahal acara ijab qobul akan dilaksanakan jam sembilan, dan Ayu yang bertugas untuk mendampingi Hana nanti. Tapi lihatlah calon tunangannya itu, malah sibuk mondar-mandir sambil sesekali mengomel kalau pekerjaan anak buahnya tidak sesuai dengan kemauannya.

"Pokoknya saya nggak mau tahu, dalam waktu kurang dari sejam hidangan itu udah harus ada di sini. Saya nggak mau tahu. Ini acara calon adik ipar saya, Galih, jangan malu-maluin saya dong! Buruan kamu cek ke dapur! Sebentar lagi tamu keluarga Randu datang, masa belum ada apa-apa."

Kekasihnya itu benar-benar seram kalau mode galak begitu. Batin Randu sambil geleng-geleng kepala, merasa ngeri dengan sikap Ayu.

"Sayang!" panggil Randu.

Ayu buru-buru menoleh, karena cukup hafal pemilik suara itu. Ia tersenyum tipis sambil melepas plaster demam yang tadi sempat tertempel di dahinya. Perempuan itu kemudian memasukkan bekas plaster demamnya ke dalam saku blazer.

Ini pertama kalinya Randu melihat Ayu benar-benar bekerja sambil memakai plaster demam. Astaga! Randu beneran shock saat melihatnya langsung.

"Kamu demam lagi?" tanya Randu khawatir. Ia mengelus pipi Ayu. Wajah kekasihnya ini benar-benar terlihat kuyu dan pucat.

Sebulan ini event yang Ayu tangani cukup membuat tubuh kekasihnya ini kewalahan. Ayu beberapa kali demam. Namun, saat Randu mengajaknya untuk periksa, calon tunangannya itu selalu menolak dengan alasan demamnya sudah turun.

"Udah turun kok berkat plaster demam. Cuma nyisa pusing dikit."

"Yu, abis acara nikahan Hana kita tunangan loh. Aku nggak mau ya, hari lamaran kita kamunya malah sakit."

"Hush, nggak boleh gitu. Omongan adalah doa." Ayu kemudian merangkul lengan Randu, "sarapan, yuk, laper nih abis marah-marah."

Randu mengangguk setuju. "Plis, jangan sampai sakit, ya!" pesannya sambil mengecup pelipis Ayu. Lalu keduanya berjalan beriringan meninggalkan ballroom menuju restoran yang ada di hotel untuk sarapan.

"Kenapa?" Ayu bertanya dengan nada keheranan saat Randu sudah menyuapkan sepucuk nasi ke dalam mulutnya.

Namun, yang membuat Ayu heran karena Randu tak kunjung mengunyahnya. Ia membiarkan sendok itu tepat di sana, didiamkan selama beberapa detik--yang entah apa faedahnya--.

"Berdoa," jawab Randu enteng.

"Hah? Doa apa?"

"Doa sebelum makan dong."

Ayu semakin tak paham. "Kok begitu caranya?"

Randu meringis malu. "Ya, gimana, tadi lupa, keingetnya pas sendok udah masuk mulut. Masa mau dilepeh lagi, kan repot. Ntar lama kamu ngambek lagi."

Jawabannya luar biasa. Ayu sampai speechless saat mendengarnya. Dan kenapa harus bawa-bawa dirinya yang tukang ngambek, padahal ia tidak merasa demikian.

"Besok kamu pulang ke Solo ambil penerbangan pagi atau sore?"

"Sore."

"Ibu sama Mbak Ajeng pulang sore juga?

Ayu menggeleng. "Mereka pulang pagi. Mas Akmal bawa mobil kok ke sini-nya."

"Loh, kenapa nggak bareng mereka?" Kening Randu mengerut heran.

"Capek. Aku butuh tidur dulu."

"Berarti nanti kamu pulang sendiri?"
Ayu mengangguk, mengiyakan, "lagi sakit begini?"

Ayu berdecak. "Astaga, Randu! Aku cuma demam. Plis, jangan lebay!"

"Tapi demam kamu sudah hampir seminggu, Ayu. Dan itu nggak wajar, harusnya demam kalau udah lebih dari tiga hari langsung diperiksain bukan didiemin begini. Nggak mau tahu, besok pokoknya kita periksa, kamu harus cek darah."

Ayu meletakkan sendok dan garpunya, lalu mengusap wajahnya frustasi. Randu kalau sedang mode begini sering kali membuat Ayu kesal sendiri.

"Astaga, Randu, aku cuma demam. Lagian demamku nggak sampai yang bikin aku lemes sampai nggak bisa ngapa-ngapain kan?"

"Itu karena kamu maksain tubuh kamu. Lagian kamu tahu nggak sih, demam itu satu gejala penyakit yang kemungkinan diagnosis akhirnya sangat luas. Kamu jangan sepelein gitu, demam typhoid, demam dengue, malaria, chikungunya, heat stroke, sepsis, bahkan sampai leukimia dan infeksi parasit seperti cacingan pun memiliki gejala demam, Yu. Plis, aku calon suami kamu."

Ayu bersedekap. "Ini nih yang bikin aku males nikah, jangan karena aku setuju untuk nikah sama kamu, kamu jadi seenaknya begini dong, Randu! Aku nggak suka."

Setelah kematian sang Papa beberapa bulan yang lalu, Ayu memutuskan untuk menjalin hubungan lebih serius dengan Randu. Ayu mungkin belum memiliki keberanian yang cukup besar kalau langsung menikah, jadi mereka memutuskan untuk bertunangan dulu. Rencananya mereka akan bertunangan tiga hari lagi.

Randu ikut meletakkan sendok dan garpunya. Ia tidak terima. "Loh, seenaknya gimana? Aku ngasih tahu kamu, Yu. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa. Emang salah?"

Mulut Ayu terkunci rapat, detik berikutnya perempuan itu menggeleng. Benar, Randu tidak salah. Ia hanya menunjukkan rasa peduli dan perhatiannya.

"Aku nggak suka diatur, Randu."

"Oke, aku salah, maafin aku, karena udah bikin kamu mikir kayak gitu! Aku nggak bermaksud ngatur kamu, aku cuma lagi ngusahain yang terbaik buat kamu. Aku khawatir, Yu. Aku cuma nggak mau kamu kenapa-kenapa. Itu aja, nggak lebih. Kamu itu orangnya bandel banget, Yu, kalau nggak dipaksa susah nurutnya. Makanya aku maksa kamu."

"Tapi bisa dong nggak usah pake acara nakut-nakutin?"

Kening Randu mengkerut heran. "Bagian mananya yang nakut-nakutin?"

"Leukimia, sepsis, apalah, aku nggak ngerti."

Kali ini Randu terkekeh. "Aku nggak nakut-nakutin, cuma emang leukimia atau sepsis, emang ada gejala demamnya kok."

"Iiih, serem tauk, Randu!" protes Ayu kesal. Nafsu makannya menguap.

"Ya, makanya besok periksa. Bandel banget sih dikasih tahu?" Randu ikut-ikutan kesal lagi.

Ayu merengut, kemudian dengan terpaksa akhirnya mengangguk pasrah.

"Udah, nggak usah cemberut gitu. Kan demi kebaikan bersama, sayang," bujuknya merayu.

Ayu mengabaikan kalimat Randu. "Ayo, buruan makan, Ran. Abis ini aku harus mandi dan di-make up. Takut telat."

"Salah kamu sendiri pake acara kelayapan dulu, ngambek-ngambek segala, bukannya lang--"

"Ngomong apaan kamu barusan?" decak Ayu menghentikan gumaman Randu.

"Enggak. Kopinya di sini enak," kilah Randu sambil memamerkan senyum terbaiknya, ia kemudian menyesap cangkirnya, "manis. Kayak teh manis."

Ayu menaikkan kedua alisnya heran. "Kan itu emang teh manis yang kamu minum, Randu, bukan kopi."

Uhuk Uhuk

"Eh, iya, lupa aku. Soalnya aku gerogi sarapan sama calon istri, jadi nggak bisa bedain kopi sama teh."

Ayu hanya memutar kedua bola matanya malas.

-------

Ayu sudah siap dengan kebaya dan rok jariknya. Beruntung saat ia di-make up tadi, ia masih bisa curi-curi waktu untuk tidur. Ia kemudian bergegas turun ke tempat acara. Dengan heels tingginya, ia berjalan mondar-mandir ke sana kemari untuk mengecek segala kesiapan, apakah sesuai yang ia mau atau belum.

Ballroom sudah tampak ramai oleh kerabat dari masing-masing keluarga. Ayu menyempatkan menyapa mereka satu-persatu atas paksaan Randu. Sepertinya kekasihnya itu sengaja ingin memamerkannya kepada kerabatnya. Astaga! Memangnya dirinya apaan dipamer-pamerkan begini.

"Aku tinggal, ya, Galih manggil, nih," bisik Ayu pada Randu yang kini tengah mengobrol dengan para sepupunya sambil memeluk pinggangnya posesif. Seolah memberi peringatan kepada semua saudara itu kalau Ayu hanya milik Randu seorang.

Astaga, lebay!

"Mau minta persetujuan apa lagi dia?" balas Randu ikut berbisik, nada suaranya terdengar tidak suka.

Ayu mengecek jam pada ponselnya. "Bentar lagi udah mau ijab qobul, aku harus ke ruangan buat nemenin Hana."

"Ya, udah, ayo, aku temenin."

"Jangan! Kamu di sini aja, tamu nya udah pada mulai berdatengan. Kalau kamu ikut nanti siapa yang mau nerima tamu?"

Randu garuk-garuk kepala sambil berguman, "Benar juga, ya."

"Udah. Di sini. Aku samperin Hana dulu." Ayu kemudian berpamitan pada sepupu Randu, "Mas-masnya saya duluan, ya. Mari!"

"Iya, Mbak, silahkan!" koor mereka.

"Cakepan yang ini, Mas, gue bilang ketimbang yang waktu itu," celetuk Hendru, adik sepupu dari Almarhum Papanya Randu.

Hendru hanya setahun di bawah Randu tapi pembawaan jauh lebih dewasa ketimbang Randu. Pria itu bekerja di kantor bank BUMN, sudah memiliki istri dan dua anak. Cewek cowok. Jarak usianya hanya terpaut setahun.

Di sampingnya, Ikhsan mengangguk setuju. Dia pekerja kantoran biasa, punya anak satu cewek, istri alhamdulillah juga satu.

"Ho oh, Bang, setuju gue. Cakepan yang ini." Ikhsan ikut menyetujui sambil mangguk-mangguk.

"Eh, tapi yang dulu kan lebih manis, imut-imut, ngegemesin. Yang tipe-tipe beginian sih, gue tebak kalau ngambek pasti galak. Yakin gue."

Randu meringis, dalam hati menyetujui tebakan Kamil. Ayu memang kalau marah kadang suka serem dan membuatnya takut. Pria berumur 27 tahun itu hanya seorang budak korporat dengan gaji cukup menjanjikan. Status single padahal ganteng. Sudah memiliki rumah meski masih harus membayar cicilan KPR selama 3 tahun ke depan. Memiliki hobi yang traveling dan mendaki gunung. 

"Tapi bukannya yang galak-galak gitu ya, tipenya Bang Kamil? Kan dulu lo pernah bilang sendiri, Bang." Kali ini Damar ikut menyahut. Mahasiswa teknik yang sedang sibuk menyelesaikan skripsinya itu kembali bertanya, "udah ganti selera sekarang, Bang?"

Kamil menggeleng. "Belum kok, masih demen gue yang galak-galak buas di ranjang," kelakarnya sambil tertawa jumawa.

Ketiga pria itu mendengus, Damar hanya terkekeh karena sudah terbiasa dengan candaan Kamil yang selalu kotor. Kadang mereka suka heran, termasuk Randu. Sebenarnya, meski candaannya sering kali terkesan membuatnya terlihat seperti seorang penjahat kelamin atau maniak seks, tapi sebenarnya Kamil ini benar-benar tipe pria yang sangat menjaga benda pusakanya dengan baik. Ia tidak sembarangan mengajaknya jajan di sembarang tempat. Bahkan kesuciannya masih terjaga dan belum pernah ia biarkan orang lain memegangnya. Bisa dibilang Kamil ini tipe-tipe yang keliatannya rusak, tapi sebenarnya anak baik-baik.

"Halah, fuckboy kw macem lo mana ngerti cewek buas di ranjang kayak gimana," ledek Ikhsan.

Damar dan Hendru hanya menertawakan ledekan Ikhsan. Kamil cemberut.

"Kamil tuh ada trauma sama kata-kata mantannya pas mutusin dia, San." Kali ini Randu ikut menyahut, "kamu itu terlalu baik buat aku," ia kemudian berlagak seperti perempuan yang memutuskan pacarnya dengan kalimat klisenya, dengan nada yang dibuat sedramatis mungkin.

"Makanya dia berlagak jadi fuckboy, ya, Bang. Tapi mau jadi fuckboy beneran, nyalinya kecil. Jadi, begitu deh, setengah mateng," seloroh Damar sambil tertawa puas. Sesaat ia lupa dengan revisian skripsi yang seolah tidak ada habisnya itu.

Randu mangguk-mangguk menyetujui ucapan Damar. Kamil mengumpat kesal. Satya yang berdiri di sampingnya hanya terkekeh geli melihat Kamil dibully, ia tidak ikut-ikutan. Dia seumuran dengan Kamil tapi bedanya dia sudah beristri. Satya terjun ke dunia hiburan, istrinya seorang influencer cantik. Sedangkan Satya anggota grub band yang cukup terkenal hampir ke pelosok negeri. Secara ekonomi dia lah yang paling beruntung, karena keluarga Papa-nya bukan orang sembarangan. Kakek Satya memiliki beberapa pabrik susu UHT yang cukup besar.

"Langsung nyusul, Bang. Jangan lama-lama!" Kali ini Satya mengeluarkan suaranya, mencoba mengalihkan pembicaraan. Yang langsung diangguki ke tiga pria yang lainnya dengan semangat.

"Iya, tuh, bener banget si Satya. Satya aja yang anak band dan keliatannya mau fokus ngeband aja tahu-tahu sebar undangan dan kawin. Masa Bang Randu yang paling tua kalah, nunggu dilangkahin Damar, Bang?" Kamil menyahut paling semangat.

"Lah, kenapa gue dibawa-bawa? Gue masih kuliah, woy! Skripsi belum kelar. Gue ini si bungsu, harus paling terakhir dong," protes Damar, "lo duluan dong, Bang Kamil. Lo kan sama Bang Satya seumuran, masa kalah sama Bang Satya."

"Sembarangan ini bocah kalau ngomong. Nikah itu bukan ajang balapan, Mar, nggak ada menang atau kalah. Yang ada tuh menikah di waktu yang tepat," ucap Kamil, "duh, udah kayak orang bener aja omongan gue. Haha."

Randu terkekeh lalu memilih untuk menggoda Damar. "Ambil S2 dulu ya, Mar."

Damar cemberut. "Ya, enggak ambil S2 juga, Bang. S1 aja gue rasanya udah stress mikirin skripsi, gimana tesis nanti. Duh, nggak sanggup gue ngebayanginnya. Gue bukan lo yang hobinya sekolah mulu, Bang. Tolong perlu diingat, kita beda. Otak gue terlalu pas-pasan untuk diajak sekolah terus. Gue mau kaya Bang Kamil aja."

"Jadi fuckboy kw?" tebak Hendru sambil terkekeh.

Damar mendecakkan lidah. "Bukan. Pekerja kantoran maksud gue."

"Heh, yang pekerja kantoran tuh, gue. Kamil mah budak korporat," sahut Ikhsan tidak terima.

"Lah, bukannya kantoran juga? Sama aja kan?" Damar bertanya polos dan wajah bingungnya.

"Iya, tapi budak korporat tuh orang-orang yang merasa terpaksa bekerja keras untuk perusahaan tempatnya bekerja, dengan tingkat kontribusi yang dianggap melampaui ekspektasinya di awal, Mar."

"Gue kalau bukan demi bayar cicilan mobil sama rumah ogah kali kerja di sono. Lo mau kayak gue?"

"Tapi keliatannya Bang Kamil enjoy tuh, malah kadang keliatan lebih enjoy ketimbang Bang Ikhsan," celetuk Damar dengan polosnya.

Hendru tertawa, Ikhsan mengumpat samar.

Kamil kemudian menimpali, "Dia nggak enjoy bukan karena kerjaan di kantor. Tapi karena lagi ada masalah sama bininya di rumah," ledeknya sambil memainkan alisnya saat menatap Ikhsan.

"Doain aja, abis kelar acara sini gue terbang ke Solo kok." Randu tiba-tiba membuka suara dengan nada seriusnya.

"Mau ngapain, Bang?" tanya Kamil kepo.

"Ngelamar yang tadi dong."

"Yah, pupus harapan gue buat nikung lewat sepertiga malam dong," ujar Kamil dengan nada sok dramatis padahal aslinya becanda.

"Mulut lo! Lupa lo gimana posesifnya Bang Randu meluk ceweknya tadi?" omel Hendru sambil memelototi Kamil tajam.

Kamil terbahak puas. "Tahu lah, orang dia meluk ceweknya gegara gue ngedip genit ke ceweknya tadi."

"Dasar nggak ada akhlak!"

"Biarin! Butuh hiburan gue soalnya." Kamil terbahak dengan pandangan mengelilingi seisi ballroom, siapa tahu jodohnya ada di antara tamu undangan Hana dan Rishwan. Namanya juga usaha. Namun, bukannya calon jodoh yang didapat, kedua netranya malah menemukan sesosok perempuan yang sempat mereka bicarakan tadi.

"Bang, bukannya itu tadi yang kita omongin? Kok datang ke sini? Lo undang dia? Atau Hana?"

Keempat pria itu sontak menoleh ke arah Kamil menunjuk. Seketika tubuh Randu menegang. Ngapain dia di sini? Siapa yang undang? Batinnya bertanya-tanya.

Tbc,

Satya nyempil dikit🤭 bayarannya mahal, jdi gk bisa lama2🤪🤣🤣🤣gk bisa plus bininya🤣🤣🤣

Sorry say dieee96 yg selalu kukasih tugas buat bantu koreksi aku🤣🤣🤣 wkwkwk, nih ku kasih up lagi ya. Jgn bosen2 ya😉🥰 meski kurasa kamu udah mulai bosen keknya🤣🤣🤣

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

483K 70K 33
Mili sangat membenci kondisi ini. Dikejar-kejar oleh Mamanya sendiri yang mau menjodohkannya. Bahkan, titah untuk menikah sebelum usia 24 tahun terus...
160K 11K 55
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia
286K 23.9K 54
FOLLOW SEBELUM BACA ---------------------------------------- Cinta pada pandangan pertama, itulah yang dirasakan Elvano Satria Martadinata saat berte...
145K 23.7K 28
Swipe right. Dua kata yang tidak asing untuk pengguna dating apps. Bermula saat Liora merasa iri dengan teman-temannya yang sudah punya pacar, akhirn...