30. Official?

1.4K 159 11
                                    

######

Randu baru saja dari IGD, ia hendak kembali ke ruangannya namun urung saat melihat Febi duduk di ruang tunggu sambil memangku Kalila yang ada di dalam gendongannya. Tanpa perasaan ragu ia langsung menghampiri istri sahabat karibnya itu.

"Feb, ngapain di sini?" sapa Randu saat ia sudah berdiri tepat di hadapan Febi, kepalanya sedikit melongok ke arah Kalila yang terlelap di dalam dekapan Febi.

"Imunisasi," balas Febi sambil menepuk pelan bokong putrinya, karena tidurnya sedikit terusik akibat suara yang Randu ditimbulkan.

Randu mengangguk paham lalu duduk di sisi kanan Febi. "Sendiri?"

"Tadinya sih sama Gilang, tapi mendadak dapet emergency call si dia, jadi sendiri deh guenya."

"Oh, iya gue tadi ketemu dia sih di IGD." Randu memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku snelli-nya, "tapi imunisasinya udah?"

"Udah. Gilang sempet hampir ikut masuk ke ruangan kok tadi, cuma karena dapet emergency call ya jadinya gue sendirian secara nggak langsung sih."

Randu terkekeh. "Hampir?"

Dengan senyum masamnya, Febi mengangguk mengiyakan.

"Feb, gue mau tanya deh." Randu tiba-tiba menegakkan tubuhnya menghadap ke arah Febi.

"Tanya apaan?"

"Lo pernah nggak sih kesel atau cemburu mungkin, sama profesi Gilang yang membuat lo harus dinomor duakan sama dia?" tanya Randu penasaran.

Kini giliran Febi yang terkekeh. "Ya, gimana ya, Ran, kalau gue bilang enggak pernah kesel atau cemburu sama pekerjaan dia, bohong banget namanya. Tapi kalau gue bilang sering, kayaknya gue egois banget nggak sih?"

Randu mengangkat kedua bahunya secara bersamaan sebagai respon. Lalu Febi kembali melanjutkan kalimatnya.

"Gimana ya, Ran, posisi gue di sini sebenernya agak beda juga sih sama istri dokter bedah yang harus operasi cito sewaktu-waktu. Tapi percaya deh, nanti Ayu juga pasti paham. Sesekali mungkin lelah, capek atau nggak tahan. Tapi nanti ke depannya pasti lebih banyak pemaklumannya, lagian Ayu juga workaholic kok."

Randu tersenyum miris. "Lo sebut-sebut nama Ayu jadi bikin gue tambah kangen dia, Feb. Sialan," umpatnya sambil menyugar rambutnya ke belakang. Ia berdecak sebal sambil menyandarkan punggungnya ke kursi tunggu, wajah tersenyum Ayu tiba-tiba terlintas di dalam bayangannya dan itu tentu saja menimbulkan sensasi ngilu di dalam hatinya.

Duh, sakit man, kangen pengen ketemu tapi nggak bisa.

"Telfon dong kalau kangen," usul Febi sambil mengotak-atik ponselnya.

Randu mendesah panjang. "Belum berani gue."

Alis Febi terangkat. "Bentar, semingguan ini Ayu belum hubungi lo?"

Dengan ekspresi lesunya, Randu menggeleng lemah.

"Bener-bener deh itu perempuan, gue udah ceramahin dia minggu lalu dan hatinya belum terketuk buat hubungi lo? Gila! Maunya apa sih itu perempuan," decak Febi menahan kesal.

"Lo nemuin dia?"

Febi mengangguk mantap. "Iya, sama ngembaliin duit dia yang lo tolak. Dan menurut gue dilihat dari ekspresinya dia lumayan kayak mau mempertimbangin lo kok, tapi kenapa belum hubungi lo juga?"

"Masih mikir-mikir lagi mungkin."

Febi kemudian menoleh ke arah Randu dengan tatapan agak sinis. "Terus lo mau nunggu doang tanpa bertindak?"

GamaphobiaWhere stories live. Discover now