10. Bertemu Lagi

1.6K 191 7
                                    

*****

"Langsung ke belakang, yuk!" ajak Gilang saat Randu baru masuk ke dalam rumahnya.

Kening Randu seketika langsung mengkerut tanpa bisa dicegah. "Gue mau jenguk Kalila, Lang. Ngapain lo ajak ke belakang?' tanyanya keheranan.

"Lagi ada tamu. Nanti aja lah," jawab Gilang terlihat tidak dalam mood yang bagus.

Randu yang mulai menyadari sesuatu lantas menyipitkan kedua mata curiga, lalu duduk di sofa tamu tanpa menunggu dipersilahkan sang pemilik rumah.

"Eh, kampret, gue ngajak ke belakang. Kenapa lo malah duduk di situ?" decak Gilang snewen tiba-tiba.

"Duduk dulu," ajak Randu sambil menepuk sofa. Berlagak bak tuan rumah padahal jelas-jelas ia yang menajadi tamu saat ini.

"Eh, anjir, gue yang punya rumah kenapa lo yang nyuruh gue duduk?" Gilang kembali snewen.

Melihat wajah Gilang yang makin terlihat kesal, jelas saja mengundang gelak tawa Randu. Hal ini membuatnya merasa terhibur.

"Sensi amat sih lo, Lang. Masa nifas Febi udah lewat kali, kenapa masih sensi kayak laki yang belum dapat jatah aja lo," ledek Randu di sela tawanya.

Gilang merebahkan punggungnya pada badan sofa. "Pusing gue," keluhnya sambil menutup wajah menggunakan lengan kanannya.

Randu terkekeh. Ia dapat menebak alasan Gilang mengajaknya langsung ke belakang, pasti karena pria itu ingin merokok. Meski sesama berprofesi sebagai tenaga medis yang jelas tahu betul bahaya merokok, mereka tetap merokok meski sangat jarang. Sesekali mereka tetap menyesap zat nikotin tersebut saat sedang stres atau pusing, termasuk Randu sendiri. Tapi beberapa tahun terakhir Randu memilih untuk tidak lari ke rokok saat stress, ia mencoba mencari kegiatan lain untuk menghilangkan stresnya.

"Minum paramex sana! Pusing kok ngajak nyebat. Sesat amat, padahal profesi dokter yang tiap hari kerjaannya ngelarang-larang pasiennya ngerokok," sindir Randu sambil geleng-geleng kepala.

Mau tidak mau Gilang akhirnya terkekeh dan mengumpat pelan. "Lagi pusing gue. Butuh pengalihan," elaknya mencari alasan.

"Ah, elah, basi. Lo udah punya Febi sama Kalila, ngapain nyari pengalihan segala? Kalau gue sih masih agak dimaklumi, karena pasien gue jarang ada yang perokok. Lah situ?"

"Justru gue pusing gegara mereka," celetuk Gilang dengan suara pelan.

Randu menegakkan tubuhnya tiba-tiba. "Heh, maksud lo?"

"Santai! Matanya biasa aja," decak Gilang terlihat tersinggung.

Randu menyengir. "Kalimat lo yang tadi bikin orang su'udzon," balasnya kemudian, "jadi kenapa?"

"Gue ngerasa butuh Mbak atau Nanny deh."

"Ya, nyari dong kalau gitu," balas Randu santai.

Maklum, bujangan mana tahu pusingnya nyari pengasuh bayi.

"Tapi masalahnya Febi nggak mau pake Mbak atau Nanny, katanya mau ngurus sendiri."

Randu menerjap bingung, berusaha mencerna ucapan Gilang. "Bentar, ini lo nggak cukup percaya sama Febi kalau dia emang bisa urus sendiri?" Ia menaikkan sebelah alisnya tinggi-tinggi.

GamaphobiaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ