23. Masak Bareng

1.3K 152 10
                                    

•••••••

Randu sengaja tidak mengajak Ayu makan malam seminggu terakhir sejak pertemuan mereka di food court waktu itu. Selain karena memang jadwalnya cukup membuatnya kewalahan, ia memang memiliki maksud lain. Apalagi kalau tidak untuk membuat Ayu uring-uringan.

Mengingat wajah kesal Ayu saat ia berjalan melewati wanita itu tanpa menyapanya benar-benar telah menjadi kebahagian Randu beberapa hari terakhir. Ia penasaran apakah Ayu memikirkannya akhir-akhir ini.

Kalau seminggu ini ia berhasil membuat Ayu uring-uringan, ia berjanji akan mentraktir Putri apa saja, apapun yang diinginkan gadis itu. Bahkan ia tak akan segan membantu gadis itu mengerjakan makalah dan tugas-tugas gadis itu. Randu bersumpah untuk itu. Tolong ingatkan kalau ia lupa di kemudian hari.

Dengan perasaan penuh percaya diri, Randu merogoh sakunya, mengeluarkan benda pipih dengan lambang buah apel digigit--bukan keluaran terbaru--lalu menghubungi Ayu.

"Hmm," respon Ayu terdengar ogah-ogahan.

Hal ini tentu saja langsung membuat Randu bersorak kegirangan. Yes, kayaknya Ayu masih kesel gegara yang waktu itu. Batin Randu sambil terkikik geli. Jadi, haruskah ia segera meluangkan waktu untuk mentraktir Putri? Sepertinya begitu.

"Yu, aku laper deh," ucap Randu tiba-tiba.

Di seberang Ayu mendengus malas. "Randu kalau kamu lapar harusnya telfon ke delevery order atau pergi ke warung makan atau restoran. Bukannya melapor padaku." Ia berdecak tidak percaya setelahnya.

Sebenarnya Randu ingin terbahak puas saat ini, tapi sebisa mungkin ia harus menahannya. Ia sangat puas dengan respon yang Ayu berikan, bahkan ia bisa membayangkan wajah kesal wanita itu saat ini. Sungguh, ini terasa sangat menyenangkan. Randu suka momen seperti ini.

"Tapi aku pengen kamu masakin aku, sesuai perjanjian kita waktu itu."

Meski samar, Randu dapat mendengar dengkusan tidak percaya dari seberang.

"Kenapa nggak minta dimasakin 'cewek' kamu yang waktu itu."

Randu semakin ingin terbahak saat mendengar penekanan kata 'cewek' yang Ayu ucapkan.

"Hah? Cewek aku yang waktu itu? Yang mana? Aku single, Yu, kalau aku punya cewek ngapain aku deketin kamu?"

Oke, berpura-pura bodoh dan tak paham apa yang diucapkan Ayu adalah pilihan yang terbaik.

"Tahu lah, Ran, aku males nanggepin kamu. Udah lah, aku matiin ponselnya aku sibuk. Bye!" Klik.

"Buset. Langsung dimatiin?" guman Randu sambil terkikik geli, "duh, kok gue aneh, ya. Bukannya sedih malah makin kegirangan."

Merasa konyol dengan sikapnya sendiri, Randu kemudian menepuk pipinya untuk menyadarkan diri. Ia kembali terkikik geli lalu memakai seat belt-nya. Untung saja ia pernah mengantar Ayu pulang saat wanita itu sedang galau, jadi ia tidak kesulitan untuk bisa bertemu dengan wanita itu.

Begitu sampai di gedung apartemen Ayu, Randu langsung bertanya pada resepsionis untuk menanyakan apakah Ayu sudah pulang atau belum.
Karena wanita itu belum pulang, Randu akhirnya memutuskan untuk menunggu Ayu di sofa yang ada di lobi.

Randu langsung bangkit berdiri saat melihat Ayu berjalan memasuki lobi sambil membawa kantong kresek, yang ia tebak kalau Ayu baru saja selesai berbelanja. Dalam hati ia kembali bersorak girang karena sepertinya semesta sedang berpihak padanya.

"Akhirnya pulang juga, hampir ketiduran aku tadi nungguin kamu. Abis belanja, ya? Sini aku bantu bawa, keliatannya berat."

Ayu mundur selangkah, saat mendapati Randu kini berdiri di hadapannya, secara spontan ia menghindar saat tangan Randu berniat mengambil alih kantong plastik yang wanita itu bawa.

GamaphobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang