20. Kondangan Sendirian

1.3K 159 6
                                    

.

___________

Randu hanya mengerutkan dahinya heran, saat Winda menyodorkan sebuah amplop berwarna merah maron dengan ukiran berwarna gold di setiap sisinya. Siapa pun bisa dengan tepat menebak isi amplop tersebut sekali lihat.

"Siapa yang mau nikah?" tanya Randu sambil membaca nama yang tertera di sana, "dr. Firman dan Prawinda," ejanya.

"Ini dokter Firman yang itu?"

Sambil tersenyum malu-malu Winda mengangguk, membenarkan.

"Gercep juga ya, perasaan baru lulus ujian PPDS dua bulan yang lalu tau-tau sebar undangan aja," kekeh Randu, cukup salut dengan keberanian juniornya ini, "kalah saya, Win."

"Tiga bulan, dok," koreksi Winda, "makanya, dok, Mbak IGD-nya buruan dihalalin."

Randu mendengus. "Maunya saya juga gitu, Win." Kemudian terkekeh, "ngomong-ngomong ini kenapa namanya bisa mirip sama nama kamu, ya. Heran juga saya, padahal saya tidak terlalu kenal dia, kenapa saya dapat undangan."

Winda hanya diam dan tidak merespon. Hal ini membuat Randu mengangkat wajah, mengalihkan pandangannya dari amplop undangan itu. "Jangan bilang?"

Bukannya menjawab, Winda hanya menyengir. Dengan gerakan terburu-buru, Randu langsung membuka amplop tersebut untuk memastikan tebakannya salah.

"Ini beneran kamu yang mau nikah?" tanya Randu memastikan.

Sambil menyengir, Winda mengangguk.

"Jahat banget kamu sama saya," komentar Randu saat mendengar pengakuan Winda, "masa tau-tau sebar undangan? Kapan kalian pdkt-nya? Kapan pacarannya?"

"Hehe, udah lama sih sebenernya, dok. Sempet drama pula, putus nyambung. Tapi alhamdulillah, yang namanya jodoh ya nggak kemana. Insha Allah sampai pelaminan juga," ujar Winda sambil tersenyum malu-malu, "jangan lupa ajak Mbak IGD ke nikahan saya nanti, ya, dok. Biar cepet nyusul."

Sekali lagi Randu mendengkus. "Kamu ngeledek saya?"

"Doain, dok," elak Winda, "ya sudah, saya duluan ya, dok. Udah ditungguin Mas calon suami di bawah."

"Dih, sombong."

"Biarin dong, punya kok yang buat disombongin," balas Winda jumawa, "pokoknya harus bawa gandengan, dok. Kalau nggak nanti diusir loh."

"Bagus lah, jadinya saya nggak perlu keluar amplop."

Winda mendadak menghentikan langkah kakinya dan berbalik. "Kita nggak terima amplop, dok, cuma terima isinya aja," ia terkikik geli, "pokoknya yang udah spesialis wajib bawa gandengan. Masa kalah sama yang masih koas sama Internship," pesannya sebelum benar-benar keluar dari ruangan Randu.

"Mana ada peraturan begitu," gerutu Randu lalu keluar dari ruangannya, "ada-ada saja."

•••••

Randu tersentak kaget saat ia baru saja masuk ke dalam mobilnya, tiba-tiba ada seorang pria yang ikut masuk ke dalam mobilnya juga.

"Kampret, kaget gue, njir," umpat Randu saat mengetahui siapa pria itu.

Gilang. Pria itu hanya menyengir tanpa merasa bersalah. Bahkan dengan santainya ia langsung memasang seatbelt-nya.

"Cus, berangkat! Nebeng sampai depan doang kok."

Kedua mata Randu menyipit curiga. "Depan mana?"

"Depan rumah gue lah." Gilang kemudian terbahak puas setelahnya.

GamaphobiaWhere stories live. Discover now