Youniverse

By secondaybreak

19.1K 2.6K 741

"We found each other and our universe was born." Cuma cerita dari semesta lain Bangtanvelvet. Bangtanvelvet... More

Cast
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu

Lima Belas

493 100 30
By secondaybreak

"Asal bukan Arkaan, gue ga masalah" Jendra menjawab dengan santai sambil tersenyum lirih di depan gelas kopinya.

Aksa tahu sejak awal Jendra tidak sepakat dengan tradisi perjodohan di dalam keluarga Malik. Namun, karena menghormati Sang Kakek, Jendra dan saudara-saudaranya pun menyatakan bersedia dengan syarat tidak ada pemaksaan dalam perjodohannya. Syarat itu adalah hal pertama yang diutarakan Jendra kepada kakeknya. Alasan Jendra sederhana. Jendra tidak ingin membuat Arkaan kembali menghadapi situasi yang tidak ia inginkan. Menjadi Direktur Utama Malik Group saja sudah cukup membuat Arkaan hidup dalam situasi yang sulit, apalagi jika harus mengikuti permintaan kakeknya untuk menikah dengan perempuan pilihan Sang Kakek.

Oleh karena itu, sejak awal Jendra sudah menyerahkan dirinya untuk mengikuti perjodohan, termasuk membujuk Aksa dan Dirga untuk lebih dulu mengikuti acara perjodohan sebelum tiba giliran Arkaan. Bahkan jika Jendra yang harus berakhir menjadi korban perjodohan, dia pun sudah siap. Sekarang prioritas Jendra adalah mengeluarkan Arkaan dari list utama perjodohan keluarga.

"Bang Arkaan tuh pasti bakal ditanyain juga, Bang. Ga mungkin Mbah Kung ngelewatin Bang Arkaan" ujar Aksa setelah menyesap kopinya.

"Ya asal dia ga dimasukkin list aja, Sa."

"Kenapa Bang Jendra ga mau Bang Arkaan dimasukkin list? Toh endingnya akan tetap diikutkan juga. Ini tuh bukan pilihan, Bang. Bang Jendra tahu sendiri kan gimana Mbah Kung? Beliau tuh menjunjung tinggi tradisi keluarga meski sekarang udah ga seketat jaman Ayah sama adik-adiknya dulu."

"Justru karena itu, Sa. Jangan sampe Arkaan lagi yang jadi korban perjodohan keluarga. Jadi Dirut Malik Group aja udah bikin dia sampe kayak gitu. Makanya gue pengen dia jangan disuruh ikut perjodohan keluarga. Arkaan pasti bisa nyari calonnya sendiri tanpa harus ikut perjodohan keluarga" jelas Jendra dengan raut serius.

"Kalo kayak gitu, it means Bang Arkaan dari awal harus nyari calonnya sendiri, kan?"

"Iya. Gue pengennya dia nyari sendiri aja dan ga harus disuruh ikut perjodohan. Eh, tapi ngomong-ngomong mana si Arkaan?"

"Kayaknya tadi lagi ngobrol sama calonnya" jawab Aksa asal. Meski sebenarnya Aksa sedang menduga bahwa bisa jadi Arkaan tertarik pada Viona. Ekspresi Arkaan berubah begitu melihat Viona. Aksa bisa melihat itu dengan jelas. Arkaan tidak biasanya seperti itu.

"Calon? Siapa? Dimana? Gue kenal ngga?" Jendra langsung bertanya pada Aksa tanpa jeda.

"Kenal."

"Serius?" Jendra terkejut begitu mendengar jawaban singkat Aksa.

"Iya. Tadi Bang Arkaan ketemu sama Dokter Viona. Bang Jendra kenal kan?"

"Beneran, Sa? Berarti gue ga salah dong nargetin Viona buat Arkaan."

"Hah?"

"Jadi gue tuh mau ngejodohin Arkaan sama Viona."

"Bang Arkaan aja ogah ketemu sama Bang Jendra, pake ada rencana ngejodoh-jodohin segala. Mending pikirin aja nasib Bang Jendra sendiri."

"Namanya juga usaha, Sa. Tapi gue lega sih karena Arkaan ga milih pasrah sama keadaan."

"Tapi jadinya Bang Jendra yang pasrah sama keadaan" ledek Aksa dan hanya dijawab dengan kekehan oleh Jendra.

"Bang, gue kasih tau ya. Pasrah tuh bukan cara menebus dosa. Ga ada yang salah dengan memperjuangkan impian Bang Jendra dan memilih ga jadi penerus Malik Group. Yang salah tuh karena Bang Jendra menghukum diri sendiri dalam rasa bersalah. Gue yakin sih Bang Arkaan ga sampe dendam segitunya sama Bang Jendra gara-gara itu. Mungkin Bang Arkaan marah, tapi setelah semua yang udah terjadi sekarang Bang Arkaan tetap melanjutkan hidup, membesarkan Malik Group dan yang paling penting adalah Bang Arkaan ga sendirian. Kita semua ada buat dia" lanjut Aksa.

Ucapan Aksa benar-benar menampar Jendra. Ia pun teringat dengan pertanyaan Irene tempo hari. Jawaban sebenarnya dari pertanyaan Irene adalah kepasrahan Jendra terhadap perjodohan dari kakeknya, yakni ia mengorbankankan dirinya agar Arkaan tidak diikutkan dalam perjodohan. Namun, Jendra tidak mungkin memberi Irene jawaban seperti itu sehingga Jendra lebih memilih frasa "go with the flow" sebagai jawaban alih-alih mengatakan alasan yang sebenarnya. Padahal Jendra justru tengah melawan arus dengan pasrah pada keadaan. Ya, Jendra akhirnya memilih mengkhianati dirinya sendiri karena pasrah terhadap adanya perjodohan keluarga yang menurutnya sangat kuno itu.

ooOoo

Baru kali ini Dirga grogi bertemu dengan kakeknya. Biasanya Dirga adalah tipikal yang paling santai—selain Abim—kala bertemu dengan Sang Kakek. Tapi entah kenapa kali ini dia mendadak nervous padahal kakeknya hanya minta waktunya sebentar. Cuma sebentarnya Pak Abraham Malik ini pasti bukan sebentar versi Dirga. Pasti pertemuan ini akan berakhir dengan sesi wejangan panjang kali lebar dari Sang Kakek. Akhirnya Dirga juga harus meminta tolong Aksa untuk menggantikan tugasnya mengantar Arkaan check-up.

"Kenapa, Ga? Kok kayaknya tegang gitu kamu?"

"E—eh? Gapapa, Mbah."

"Mbah udah tahu dari ayahnya Saras kalau Saras punya pilihannya sendiri."

"O—oh, iya Mbah. Soal itu, Dirga minta maaf karena ga langsung ngomong waktu itu."

"Kenapa malah minta maaf? Dari awal Mbah cuma minta kamu kenalan aja sama Saras. Mbah ga akan menyalahi janji ke kalian. Perjodohan kali ini ga ada aturan harus berhasil. Kalian hanya perlu berkenalan saja. Sisanya tergantung kalian."

Dirga akhirnya bisa sedikit bernapas lega karena dia tidak perlu merasa gagal hanya karena orang yang dikenalkan padanya sudah punya calon.

"Kamu takut Mbah ga terima kalau kamu ga jadi sama Saras?"

Dirga terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaan kakeknya dengan sangat hati-hati.

"Sebenarnya bukan takut Mbah marah sih. Lebih ke ga enak aja karena ini melibatkan keluarga lain yang notabene-nya masih relasi bisnis Malik Group. Perjodohan kayak gini bisa jadi akan bikin hubungan kedua belah pihak menjadi semakin bagus atau bahkan sebaliknya. Makanya Dirga sengaja ngga bilang sama Mbah Kung."

Abraham tertawa melihat kejujuran sang cucu. Abraham mengenal semua cucu-cucunya tanpa terkecuali. Di antara semua cucunya, Dirga memang adalah salah satu yang paling menurut, persis seperti ayahnya. Bahkan Jara, adik Dirga, pun sama penurutnya seperti Dirga. Tidak hanya itu, Dirga adalah orang yang paling peduli perusahaan keluarga, lebih daripada Arkaan. Abraham tidak salah menunjuk Dirga sebagai General Manager untuk mendampingi Arkaan.

"Mbah pikir kamu ngga langsung ngomong ke Mbah karena kamu takut Mbah marah atau mungkin kamu yang ngerasa ini ga seharusnya dilakukan."

"Eh, gimana Mbah?"

"Mbah tahu kamu pasti ngga ingin mengikuti jejak ayah ibu-mu kan?"

"Ah... Soal itu... Sebenarnya Dirga sih ngga masalah, Mbah. Toh Papa sama Mama juga baik-baik aja meski mereka dijodohkan. Cuma menurut Dirga, perjodohan kayak gini ga akan selalu berhasil. Papa sama Mama itu termasuk one in a million sih kayaknya."

"Dan itu yang bikin kamu ga enak?"

"Iya, Mbah Kung."

"Justru ayahnya Saras yang ngga enak sama Mbah. Padahal sejak awal Mbah sudah bilang, ga perlu dipaksa kalau memang ngga bisa."

"Eh, tapi Dirga jadi temenan beneran sama Saras loh Mbah."

"Baguslah, yang jelas, Mbah hanya ingin kalian memulai untuk mencari pasangan dengan cara baik-baik."

"Tapi, harus banget gitu dengan perjodohan keluarga? Ini udah abad 21 kali, Mbah."

"Itu bentuk penghargaan kepada rekan bisnis yang membantu Malik Group, Nak. Perusahaan ngga akan besar kalo ngga ada relasi yang membantu perusahaan kita untuk berkembang. Makanya Mbah masih bertahan dengan tradisi ini sampai sekarang."

"Tapi, kesannya kayak eksklusif ngga sih Mbah? Akhirnya kita tuh sering diincar akun gosip."

"Mungkin itu juga salah satu resiko yang harus kalian hadapi. Tapi Mbah percaya kalian bisa melewati semua itu."

"Ini berlaku juga untuk yang lain, Mbah?"

"Iya, Nak."

"Termasuk Bang Arkaan?"

Lagi, Sang Kakek menjawab dengan anggukan.

"Tapi, kita ga ada yang mau Bang Arkaan ikut perjodohan ini, Mbah."

"Mbah tidak memaksa kalau Arkaan sudah punya calon sendiri."

"Trus kalau belum ada, berarti Bang Arkaan juga akan tetap ikut perjodohan?"

"Iya. Aturannya begitu. Mbah tahu Jendra pasti ngga akan terima. Tapi, kesepakatannya begitu. Kalian harus ikut perjodohan meski Mbah tidak memaksa harus ada yang berhasil."

"Habis Dirga siapa lagi selanjutnya? Oya, Abim sama Qilla beneran mau dijodohin juga? Tapi, kenapa Mbah milihnya Abim yang sama Qilla? Mbah pasti tahu kan Qilla sukanya sama Aksa? Aksa mau Mbah Kung ikutkan perjodohan juga? Kapan? Habis Dirga?"

Kakeknya hanya tersenyum setelah Dirga mengajukan pertanyaan beruntun.

"Abim itu selalu tidak percaya diri kalau disandingkan dengan kakak-kakaknya. Makanya dia yang banting setirnya jauh banget. Tapi, Mbah ngga bisa biarin Abim menyerah sama perasaannya sebelum dia berjuang untuk itu. Kalau akhirnya Qilla tetap milih Aksa ya Mbah ngga akan maksa juga. Tapi, Abimnya usaha dulu. Jangan malah mundur sebelum ada usaha. Toh Aksa juga ngga tahu kan kalau Qilla suka sama dia?"

"Bener juga sih."

"Kalau Aksa masih dicariin waktu yang pas. Mungkin dalam waktu dekat. Tapi bisa aja Mbah mau nyuruh yang lain dulu."

"Hmm, berarti kalau misalnya kita udah nemu calon sendiri ga perlu ikut perjodohan keluarga kan?"

"Kenapa? Kamu mau nyari sendiri?"

"Iya, Mbah. Kan giliran Dirga udah. Sekarang saatnya nyari sendiri. Serem juga ternyata dikenalin kayak gitu" Dirga berusaha tertawa santai meski tetap saja berujung pada kecanggungan yang luar biasa.

"Tapi kalau udah nemu jangan lupa dikenalin ke Mbah Kung."

"Siap, Mbah Kung hehehe" akhirnya senyum cerah bisa kembali merekah dari sudut bibir Dirga. Tapi di saat yang sama Dirga juga mengkhawatirkan Arkaan. Kalau Arkaan benar-benar diikutkan dalam perjodohan keluarga, apakah nanti Jendra yang akan menggantikannya? Kenapa urusan perjodohan ini jadi seribet ini ya?

ooOoo

"Mas Arkaan mau ngomong apa?" tanya Viona setelah ia dan Arkaan berada di taman rumah sakit.

"Saya ngga ganggu kan?"

"Ng—ngga, kok. Saya agak senggang sih kecuali ntar kalo ada panggilan dadakan."

"Terima kasih" ucap Arkaan kemudian.

"Eh? Mas Arkaan cuma mau bilang makasih?"

"Ngga. Saya mau bilang makasih karena sudah ngerawat bunganya dengan baik. Padahal Dokter Viona juga sibuk."

"Hahaha, itu juga saya minta tolong Dokter Irene buat ngerawat bunganya. Saya paling ngecek sesekali doang, Mas. Harusnya saya yang bilang terima kasih karena udah dapat bunga. Padahal saya ngga ngapa-ngapain."

"Bunga itu sebagai ucapan terima kasih saya karena waktu hari pertama masuk rumah sakit Dokter yang jagain saya."

"Oh, itu karena Dokter Jendra nyuruh saya buat jagain Mas Arkaan dan maaf banget ya Mas saya tuh bener-bener ngga tahu kalo itu beneran Mas Arkaan. Duh, kalo inget itu saya sebenarnya malu banget."

Arkaan terkekeh melihat bagaimana ekspresi Viona saat mengingat kembali pertemuan pertama mereka.

"Sejujurnya saya berterima kasih karena waktu itu Dokter Viona ngga kenal sama saya. Saya senang karena untuk pertama kalinya ada yang melihat saya sebagai Arkaan, bukan sebagai Direktur Utama Malik Group."

"Ah, soal itu... Kan Mas Arkaan di sini pasien. Meskipun setelahnya saya tuh nyesel juga kenapa ga ngenalin Mas Arkaan dari awal."

"Saya lebih suka Dokter ga kenal saya sebagai Arkaan Cakrawala Malik."

"Kenapa, Mas?"

"Karena dengan begitu Dokter Viona ngga akan lihat saya berdasarkan latar belakang keluarga saya."

"Gimana, gimana? Saya sebenarnya ngga paham arah pembicaraan Mas Arkaan."

"Dokter pasti sudah tahu masalah tradisi perjodohan di keluarga saya."

"I—iya, cuma tau aja sih Mas. Saya ga berani kepo juga karena menurut saya itu privasi keluarga Mas Arkaan."

"Saya ga ingin ikut perjodohan itu."

"Loh, kenapa? Bukannya itu lebih gampang, ya? Mas Arkaan tinggal nunjuk aja dan ga perlu pusing-pusing nyari calon sendiri."

"Itu ngga segampang kelihatannya, Dok."

"Jadi, ceritanya Mas Arkaan berencana untuk tidak ikut perjodohan keluarga?"

"Iya, tapi untuk itu saya butuh bantuan Dokter Viona."

"Hah? Bantuan saya? Saya bisa bantu apa Mas?"

"Saya ingin mengenalkan Dokter Viona sebagai calon saya."

Viona menelan ludah dan tidak bisa berkata apa-apa mendengar ucapan Arkaan. Ini bukannya terlalu cepat? Mereka baru beberapa kali bertemu dan bagaimana bisa seorang Arkaan Cakrawala Malik mengatakan hal seperti itu dengan begitu santai seolah tanpa beban? Viona mimpi apa semalam? Tolong sadarkan Viona bahwa ini hanya mimpi. Kalau ini hanya mimpi, Viona ingin segera bangun.

Viona harus bagaimana sekarang? Arkaan Cakrawala Malik ini sedang tidak bercanda kan?

●● bersambung ●●

Continue Reading

You'll Also Like

756K 36.4K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
776K 49.5K 95
Cerita sekuel dari 'Katakan: karena sebuah cerita berawal dari sebuah kata Meraih cinta itu mudah, tidak semudah itu memang. Mungkin tampak lebih mud...
380K 39.3K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
61.6K 5.6K 33
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...