Youniverse

By secondaybreak

19.1K 2.6K 741

"We found each other and our universe was born." Cuma cerita dari semesta lain Bangtanvelvet. Bangtanvelvet... More

Cast
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu

Empat Belas

480 100 13
By secondaybreak

Akhir pekan adalah hari yang sudah ditunggu-tunggu oleh Arkaan, karena itu artinya ia bisa bertemu lagi dengan Viona setelah beberapa waktu. Arkaan harus mengakui bahwa pertemuannya dengan Viona sebenarnya sangat tidak romantis. Tapi, pertemuan itu justru berkesan untuknya.

Arkaan ingin menertawakan dirinya sendiri karena sekarang dia sibuk berpikir apa saja yang akan dia katakan kepada Viona saat mereka bertemu nanti. Itu juga kalau jadi ketemu. Bisa saja kan Viona sedang ada kesibukan lain? Toh sebenarnya Arkaan ada temu janji dengan Dokter Irene, bukan dengan Viona. Tapi, ini bisa jadi kesempatan baik yang tentu saja sayang untuk dilewatkan.

Arkaan yang sedang menyembunyikan perasaan gembira sontak tertegun kala melihat Aksa yang sudah duduk manis di ruang tamu apartemennya. Ya, kemarin Arkaan sengaja menginap di apartemen untuk memudahkan Dirga datang menjemputnya. Tapi, siapa sangka yang datang justru Aksa?

"Loh, kok jadi lo yang ke sini, Sa? Jangan bilang lo yang nganterin gue ke rumah sakit" ujar Arkaan pada Aksa.

"Iya, Bang. Si Dirga tadi ketemu Mbah Kung dulu. Ternyata lumayan lama. Kayaknya dapat wejangan soal perjodohan dia yang kemarin" ucap Aksa sambil tersenyum.

"Tapi serius nih bisa nganterin?"

"Ya bisa-lah, Bang. Nganterin doang. Dirga tadi udah jelasin ke gue juga, kok. Anggap aja hari ini gue jadi asisten Bang Arkaan sehari" Aksa mengakhiri kalimatnya dengan tawa singkat yang akhirnya sukses membuat Arkaan tersenyum.

Sejujurnya Arkaan tidak terbiasa dengan perlakuan istimewa dari sepupu-sepupunya, apalagi sejak kejadian saat ia perang dingin dengan Jendra. Meski pernah keras kepala, Arkaan akhirnya menyadari bahwa sebenarnya adik-adiknya yang lain menyayanginya, tidak terkecuali Aksa dan Abim, adik kandung Jendra.

"Sa..." Arkaan akhirnya bersuara setelah beberapa saat ia dan Aksa sama-sama terdiam. Aksa yang memang tidak bisa multitasking dan Arkaan yang kaku adalah kombinasi yang paling tidak menguntungkan saat mereka dibiarkan berdua saja. Terbukti, Aksa hanya fokus menyetir dan Arkaan sibuk dengan pikirannya sendiri. Sangat jauh berbeda jika Arkaan dengan Dirga, Abim atau Gala, adiknya. Mereka pasti mengoceh sepanjang perjalanan.

"Iya, Bang?" Aksa pun menjawab tapi dengan pandangan masih lurus ke depan. Aksa ini memang sangat hati-hati karena sebenarnya ia sedikit kikuk. Awalnya Arkaan menawarkan diri menyetir tapi Aksa bersikeras menolak karena ingin menunaikan amanah dari Dirga. Akhirnya Arkaan hanya bisa pasrah dan menuruti Aksa.

"Sejujurnya, gue tuh ga enak diperlakukan spesial begini" ujar Arkaan.

"Spesial gimana, Bang?"

"Ya kayak sekarang. Lo kan bisa aja nolak permintaan Dirga buat nganterin gue."

"Ya ampun Bang Arkaan, kirain apaan. Tadi gue yang menawarkan diri. Sebenarnya Dirga mau telpon Bang Arkaan tapi gue bilang biar gue aja yang nganterin Bang Arkaan ke rumah sakit. Lagian, Bang Arkaan juga baru sembuh. Masa iya dibiarin kemana-mana sendiri? Ntar ketemu paparazzi" jelas Aksa panjang lebar yang membuat Arkaan terkekeh.

"Ya kali paparazzi ngejar gue sampe ke rumah sakit, Sa."

"Ya, siapa tau aja Bang. Gue tuh kemarin kepikiran sama yang diomongin Bang Jendra soal kabar perjodohan keluarga ini sampe ke portal gosip segala. Ntar Bang Arkaan kena juga. Lebih aman kalo ada gue. Setidaknya mereka ga punya alasan buat ngejar Bang Arkaan."

"Sa, lo kayaknya lebih cocok jadi detektif daripada jadi dosen" ujar Arkaan sambil tertawa.

"Detektif itu impian gue yang kandas, Bang. Makanya gue banting setir jadi dosen" Aksa pun ikut tertawa setelahnya.

Tanpa sadar suasana menjadi cair dengan sendirinya berkat ucapan Aksa yang selalu sukses membuat Arkaan tertawa.

°°°

Pagi ini Irene datang lebih awal karena ada janji terlebih dahulu dengan Arkaan. Kalau mengingat tentang Arkaan, Irene tiba-tiba saja terpikir akan Viona dan ia langsung melirik ke arah bunga yang dikirimkan Arkaan untuk Viona minggu lalu.

Bunga itu masih segar karena Viona selalu mengingatkan Irene untuk merawatnya. Irene bisa memaklumi karena Viona selalu sibuk. Mengurus dirinya sendiri saja tidak sempat, apalagi mengurus bunga? Irene akhirnya jadi penasaran, apakah Arkaan benar-benar tertarik dengan Viona? Dari sisi mana Arkaan tertarik pada residen yang tingkahnya 11-12 dengan Jendra itu?

Ck, ada-ada saja, batin Irene sambil geleng-geleng kepala.

Tak lama kemudian, Arkaan datang menemui Irene untuk mengecek kondisinya pasca operasi usus bantu beberapa waktu yang lalu.

"Gimana kabarnya?"

"Baik, Dok."

"Oiya, ke sini sama siapa?"

"Dianterin saudara."

"Oh, adiknya yang kemarin ya?"

"Bukan, Dok. Adik saya yang lain lagi"

"Hmm. Saya tuh suka iri sama yang punya adik soalnya saya ga punya saudara."

Arkaan hanya tersenyum mendengar ucapan Irene.

"Eh, kok saya jadi curhat ya? Ya udah, saya sebentar ya kondisinya."

Irene pun melaksanakan tugasnya untuk mengecek kondisi Arkaan. Irene tersenyum saat melihat kondisi Arkaan sudah membaik.

"Syukurlah, lukanya udah kering. Kalau bisa untuk sementara waktu jangan olahraga berat dulu. Olahraga boleh tapi yang ringan aja. Trus makannya dijaga dan harus teratur. Kan ga lucu kalo Mas Arkaan tiba-tiba masuk rumah sakit lagi. Ada banyak orang yang harus Mas Arkaan jaga" ucap Irene sembari berpesan pada Arkaan.

"Terima kasih, Dok. Saya usahakan untuk lebih menjaga kesehatan."

"Good. Semoga sehat selalu, ya."

"Terima kasih, Dok."

"Jangan lupa bilang terima kasih ke Dokter Jendra juga. Soalnya dari awal Dokter Jendra yang sibuk kesana-kemarin buat ngurusin Mas Arkaan."

Arkaan tertegun setelah mendengar ucapan Irene. Sebenarnya dia ingin berterima kasih pada Jendra tapi entah mengapa egonya masih menahannya untuk tidak mengatakan apapun pada kakak sepupunya itu.

"Oya, Dok. Saya boleh bertanya?"

"Iya? Mau tanya apa?"

"Bunga itu kenapa ada di ruangan Dokter Irene?"

Irene langsung menoleh ketika Arkaan menunjuk bunga yang tampak indah saat berada dalam vas yang diletakkan di pinggir jendela ruang kerja Irene.

Irene tersenyum sebelum akhirnya berucap, "Viona yang minta saya buat ngerawat bunga itu. Katanya sayang kalo layu. Bunganya pasti mahal. Tapi dia yang nyari vas-nya. Jadi sebenarnya saya hanya dimintain tolong aja. Tadi dia udah ke sini nanyain kabar bunganya."

Senyum Arkaan pun merekah. Tidak menyangka bahwa Viona akan merawat bunganya dengan baik meskipun meminta bantuan dari Irene.

"Mas Arkaan suka sama Viona?"

Deg.

Satu hal lagi yang tidak diprediksi oleh Arkaan. Mendapatkan pertanyaan straight to the point dari Irene.

Melihat Arkaan yang tampaknya tidak nyaman dengan pertanyaannya, Irene cepat-cepat berucap, "Ah, maaf ya. Sepertinya saya terlalu kepo. Mungkin karena saya sudah menganggap Viona seperti adik saya sendiri jadi kalau ada hal yang berhubungan dengan Viona, saya jadi ikut penasaran. Gapapa kalo ga dijawab. Pertanyaan saya ga seharusnya dijawab."

"Dokter khawatir karena latar belakang saya?" Arkaan akhirnya mengajukan pertanyaan yang membuat Irene langsung menoleh ke arahnya.

"Salah satunya. Tapi, mungkin ini kekhawatiran pribadi saya saja, Mas. Kalau Mas Arkaan memang serius, ga masalah. Saran saya, pelan-pelan aja deketinnya. Viona itu meskipun pecicilan begitu, sebenarnya dia juga suka insecure sama dirinya sendiri. Apalagi dia tahu latar belakang Mas Arkaan dan tradisi di keluarga Mas Arkaan."

"Terima kasih sarannya, Dok. Terima kasih juga sudah bantuin Dokter Viona ngerawat bunga dari saya" Arkaan berucap sambil tersenyum pada Irene.

Mendengar penjelasan dari Irene, berarti Arkaan masih punya kesempatan.

Setelah mengucapkan terima kasih, Arkaan berpamitan dan bermaksud keluar dari ruangan Irene. Irene pun mengantar Arkaan keluar, tapi setelah itu keduanya melihat pemandangan yang cukup mengejutkan.

Viona sedang bercengkrama dengan Aksa dan mereka terlihat sangat akrab.

***

Viona berjalan riang menuju ruangan Irene. Tentu saja karena pagi ini jadwalnya belum sepadat biasanya. Saat mendekati ruangan Irene, Viona terpaku pada sosok yang menurutnya familiar. Entah dimana Viona pernah melihatnya. Viona terus mendekat pada pria yang sedang sibuk membaca buku itu dan sontak berseru, "Loh, Aksa?" ucapnya kaget. Pria tersebut lantas menyudahi aktivitasnya kemudian menoleh pada Viona. Sepersekian detik ia mengernyit bingung.

"Lo ga inget sama gue? Lo Aksa kan? Anak debat nasional ngewakilin provinsi? Yang bolpennya patah karena gugup waktu di semi final. Gue Viona, teman se-tim lo dulu" jelas Viona dengan mata berbinar. Tidak disangka ia bertemu lagi dengan rekan se-timnya saat lomba dulu.

"Eh, Viona? Viona yang jadi best speaker itu? Yang nangis pas final karena kita cuma dapat runner up tapi yang selalu jadi best speaker tiap kali tanding?" ucap Aksa dan dijawab dengan anggukan oleh Viona.

"Ya ampun, udah lama banget ya? Lo di sini? Kok gue ga tau sih? Padahal gue beberapa kali ke sini."

"Apalagi gue. Gue ga tau kalo lo adeknya Dokter Jendra. Gue kira Aksa yang disebut-sebut sama Dokter Jendra tuh Aksa yang lain tau" kata Viona.

"Lo tau kalo gue adiknya Dokter Jendra?" Aksa berucap seolah tidak percaya.

"Ya iyalah. Dokter Jendra tuh sering cerita soal dua adiknya, trus pernah nyebut nama lo. Asli gue kira lo Aksa yang lain. Ya ampun Saa, ga nyangka banget kita bisa ketemu di sini" ujar Viona penuh semangat.

"Lo dokter di sini?" tanya Aksa.

"Residen lebih tepatnya, hehe. Baru masuk tahun lalu" jawab Viona.

"Wah, keren banget lo."

"Emangnya lo engga keren? Dosen kan lo?"

"Kok tau?"

"Dari Dokter Jendra dong, hehe. Gue suka kepo sama Dokter Jendra soalnya, haha. Lo dosen apa?"

"Gue ngajar di jurusan HI."

"Wiiih, kerenan elo kali, Sa. Lo kalo mau kayaknya bisa jadi diplomat" ucap Viona dan langsung disambut tawa oleh Aksa.

"Ga ah. Gue lebih suka ngajar daripada ngurusin hubungan luar negeri" balas Aksa.

"Oya, ngomong-ngomong lo ke sini sama siapa?"

"Sama..." belum sempat Aksa menjawab, pintu ruangan Dokter Irene terbuka dan menunjukkan wajah Dokter Irene serta orang yang dimaksud Aksa.

"Mas Arkaan?"

"Hai, Viona" sapa Arkaan datar, berusaha untuk menyembunyikan rasa aneh yang tiba-tiba saja menyerang ulu hatinya saat melihat Aksa yang sepertinya akrab dengan Viona.

***

"Mas Arkaan?" Viona tampak terkejut saat melihat Arkaan keluar dari ruangan Irene.

"Hai, Dokter Viona."

"Pantesan Dokter Irene udah datang pagi-pagi. Ga taunya ada tamu VIP" ujar Viona.

Kali ini Aksa yang terkejut karena tidak menyangka kalau Viona kenal dengan Arkaan.

"Lo kenal dokternya?" bisik Aksa.

"Yoi. Dokter Irene yang bantuin gue selama residensi" balas Viona.

"Dokter Viona, bisa bicara sebentar?"

"Eh?" Viona tiba-tiba saja merasa gugup kemudian ia menatap lama ke arah Irene. Irene hanya memberi isyarat dengan mengangguk.  Viona pun hanya menarik napas panjang sebelum berakhir mengiyakan ajakan Arkaan.

"Sa, gue ada perlu sebentar sama Dokter Viona, bisa nunggu kan?"

"Oh, sure. Take your time, Bang. Gue mau nyari kopi dulu. Ntar kabarin aja kalo udah" ucap Aksa.

Setelah itu mereka pun berpisah.

***

Setelah berpisah dengan Arkaan dan Viona, Aksa pun pergi ke tempat tujuannya, yakni membeli kopi. Beruntung rumah sakit ini memiliki cafetaria sehingga Aksa bisa menemukan kopi dengan mudah.

Aksa duduk dengan tenang sambil melanjutkan bacaannya.

"Serius amat" tiba-tiba sebuah suara membuat Aksa teralihkan dari buku yang sedang ia baca.

"Bang Jendra?"

"Tumben lo ke sini. Ga disuruh sama Bunda kan?"

"Ngapain? Emang Bang Jendra anak SD dicariin segala?"

"Haha, syukurlah. Gue kira Bunda yang nyuruh lo ke sini. Trus ngapain ke sini?"

"Nganterin Bang Arkaan. Check up."

"Ga sama Dirga dia?"

"Tadinya sih sama Dirga tapi ternyata dia ada janji sama Mbah Kung."

"Si Dirga dapat jadwal konsultasi berarti" ujar Jendra sambil terkekeh.

"Siap-siap aja, Bang."

"Lo sendiri gimana? Udah siap?"

"Gue? Siap, kok."

"Yakin udah siap? Sama Una udah selesai?"

Aksa tiba-tiba saja merasa tertohok saat mendengar ucapan Jendra yang sebenarnya terkesan mengejek tapi Aksa tidak tersinggung karena itu.

Aruna. Nama itu sempat mengisi hari-harinya sampai akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah demi mengejar impian masing-masing.

"Masih galau aja?"

"Kata siapa?"

"Berarti beneran udah siap?"

"Dikenalin doang ya siap aja sih gue."

"Beneran nih?"

"Bang Jendra sendiri gimana? Emang Bang Jendra gapapa?"

"Asal bukan Arkaan, gue ga masalah."

***

Continue Reading

You'll Also Like

775K 49.4K 95
Cerita sekuel dari 'Katakan: karena sebuah cerita berawal dari sebuah kata Meraih cinta itu mudah, tidak semudah itu memang. Mungkin tampak lebih mud...
80.2K 14.1K 22
Kecelakaan pesawat membuat Jennie dan Lisa harus bertahan hidup di hutan antah berantah dengan segala keterbatasan yang ada, keduanya berpikir, merek...
60.8K 5.5K 33
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...
46.8K 5.8K 27
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...