2. The Royal Princess Phineas...

By lathifaokta

10.4K 1K 160

Sequel "Glacia The Villain's" dianjurkan membacanya terlebih dahulu. • "Cinta memang tidak dipaksakan, aku ju... More

[S2] The Royal Princess Phineas
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 29
Bagian 30
Bagian 31
Pengumuman
Q n A
VOTE COVER
I hope you feel it
OPEN PO

Bagian 1

1.3K 95 5
By lathifaokta

Annora Mahalia Adolf.

Gadis bersurai emas itu akhirnya menginjakkan kaki di Ibukota Kerajaan Phineas. Tatapannya mengedar memperhatikan dari balik kereta kuda. Ramainya masyarakat berbanding terbalik di Kerajaan Yanel. Masyarakat lebih suka berladang daripada berpergian ke arena pasar. Sebagai kerajaan pemasok makanan terbesar kekayaan mereka setara dengan Kerajaan Phineas. Ditambah lagi geografi Kerajaan Yanel dikelilingi oleh bukit, berhawa sejuk menjadi tempat berwisata yang cocok untuk menyegarkan pikiran bersama orang terkasih.

"Kita sudah sampai Lady Mahalia," ucap sang kusir membuyarkan lamunan Annora. Ia tersenyum dan mengangguk lantas mengucapkan terima kasih sebelum beranjak keluar.

Senyuman itu masih tak luntur hingga berada di pelataran istana.

"Selamat datang Lady Mahalia, maaf Baginda dan pangeran tidak dapat menyambut kedatangan Anda dikarenakan kesibukan." Seorang prajurit menyapa Annora kala dirinya hanya bergeming di sana sedari tadi.

"Tak masalah, bisa kau antarkan saya ke tempat yang sudah disediakan?" tanyanya penuh pengertian.

Prajurit itu mengangguk dan segera beranjak pergi diikuti Annora dan pelayan setianya, Giska.
Meski senyum lembut terus terpancar di wajah cantik Annora hatinya tak berbohong bahwa dirinya kesal dan merasa tak dihargai di sini.
Sesibuk apapun tuan rumah, tidak seharusnya Annora disambut dengan seorang prajurit alih-alih tangan kanan raja atau orang kepercayaannya.

"Ini tempat kediaman Anda. Bila ada hal yang Anda inginkan bisa panggil saya atau pelayan dan prajurit yang lain."

"Siapa namamu?"

"Ah, ya?" Prajurit itu nampak terkejut mendengar pertanyaan ringan Annora. Baru kali ini ada seorang bangsawan yang bisa bersikap ramah tanpa dibuat-buat pada para bawahan. Kebanyakan dari kalangan atas sering acuh pada kasta lebih rendah dari kedudukannya.

"Namamu. Ada yang salah dengan pertanyaanku?" sahut Annora.

"Ti-tidak, saya Raven, Lady. Kalau begitu selamat beristirahat."

Raven bergegas pergi dengan telinga yang memerah tanpa menunggu tanggapan Annora.
Berbeda dengan Annora, dia menatap punggung Raven yang kian menjauh.

Lucu, batinnya. Annora mengulum senyum.

Ia berbalik dan menatap Giska yang senantiasa berada mengikutinya sedari tadi. "Biar aku yang membawa barangnya. Kau bisa beristirahat."

Giska langsung menggeleng tegas, ia berulangkali tak enak mendapati perlakuan sopan nona mudanya sendiri. Inilah yang membuat Annora mendapat julukan "Bunga Kerajaan". Sifat hangatnya menjadikan orang di sekitar nyaman berada di dekatnya sekaligus diidolakan entah kaum pria ataupun wanita.

"Tidak, Nona. Sudah tugas saya melayani Anda. Lagipula ini terlalu berat untuk Anda bawa."

Annora terkekeh kecil, "Kau lupa aku bisa memukul laki-laki sampai dia masuk ruang kesehatan?"

Tentu saja Giska tak lupa akan hal itu. Tanpa banyak orang tau, nona mudanya ini menguasai ilmu bela diri. Pedang, panah dan alat yang biasa digunakan para prajurit, tanggap ia gunakan.

"Tapi, Nona--"

"Sudahlah, kau lelah juga bukan? Beristirahatlah." Tanpa basa-basi Annora mengambil barang-barang bawaannya di tangan Giska. Toh, ia tak membawa banyak barang. Hanya dua tas, satu tempat pakaian dan lainnya perlengkapan pribadi.

Giska tak bisa mencegah. Annora begitu keras kepala mengenai kemandiriannya. Sampai para pelayan di kediaman Duke Adolf jarang sekali diperintah macam-macam oleh Annora. Gadis itu menjadi kesayangan mereka.

"Sampai nanti." Kepala Annora menyembul di balik pintu sebelum hilang di balik sana.

"Nona, nona." Giska menggelengkan kepala sambil terkekeh mendapati kelakukan unik Annora.

Annora sendiri kini sudah terlentang di kasur, menatap langit-langit kamar yang luas ini. Pikirannya melayang-layang pada percakapan ayahnya di kediamannya sebelum pergi ke sini.

"Ada apa memanggilku kemari?" Annora duduk sebelum dipersilakan oleh ayahnya.

Adolf hanya bisa mendengus melihat kelakuan putri satu-satunya itu. "Jangan berperilaku seperti itu lagi besok dan seterusnya."

Annora mengernyitkan dahi, menunggu penjelasan selanjutnya.

"Yang Mulia Raja memintamu untuk pergi ke Kerajaan Phineas sebagai bentuk kerja sama antar kerajaan," jelasnya.

"Ayah, yakin hanya itu alasannya?"

"Dirimu pikir ayahmu ini bodoh apa? Mungkin saja kau akan ditunangkan dengan bangsawan di sana atau pangeran mahkota?" ledeknya. Putrinya itu tak suka dengan pembahasan hubungan lebih serius dengan laki-laki. Alasannya selalu ...

"Ayah tahu sendiri aku tak suka terikat laki-laki. Mereka bisa membatasi ruang gerakku."

Annora dengan segala kemandiriannya.

Adolf menghela napas lelah, bagaimana masa depan putrinya ini?

"Aku tahu ayah memikirkan hal aneh. Meski kecil kemungkinan nanti aku menikah, jangan bahas saat ini. Aku masih muda jauh dari hal-hal itu."

"Ayah, harap di sana nanti kamu bisa membuat ayah terus bangga padamu dan menemukan cinta."

Raut Annora masam. "Untuk harapan pertama aku berjanji akan mengabulkan, kedua? Jangan berharap lebih."

"Jadi kau mau pergi?"

"Tidak mampu menolak bukan? Bisa-bisa bila aku menolak ayah akan digantung nanti oleh raja."

Pria itu nampak akan mencibir, tak percaya akan pembelaan Annora.

"Kalau mau mati, lebih elegan saja. Misal dalam perang. Jadi, kekayaan ayah menjadi milikku semua. Berbeda kalau digantung raja. Bisa disebut penghianatan lalu harta keluarga juga akan dirampas. Membayangkan saja aku tak tega dengan masa depanku."

Beruntung, gadis di depannya ini putrinya sendiri. Bersabar saja ...

"Sudahlah, kau cepat pergi. Jangan kembali lagi."

"Cih, berlagak mengusir. Nanti merengek untuk aku pulang."

"Jangan harap!"

Annora terkekeh dan menjulurkan lidah sebelum menghilang di balik pintu.

Hah, belum genap satu hari ia sudah rindu dengan ayahnya itu.

***

Seorang lelaki bernetra merah dan bersurai hitam berjalan tergesa-gesa. Di belakangnya lelaki bersurai biru dengan mata kuning mengikuti derap langkah di depan.

"Evan, tahan emosimu!" tekan Derric diacuhkan Evan.

Wajahnya sudah memerah tak lupa kepalan tangan mengerat di samping tubuh.

BRAK!

Bantingan keras pintu membuat seorang pria di dalam terlonjak kaget. Saat dilihat kedatangan Evan, dia memijat kening yang nampak mulai mengeriput.

"Apa lagi sekarang?"

"Kenapa kita kedatangan tamu tak diundang?"

"Dia tamu diundang."

"Anda tak memberitahukan kepada saya?"

Sekali lagi Zay memijat kening. Sepertinya sudah menjadi kebiasannya akhir-akhir ini. Tempramen putranya itu nampak kacau semenjak kejadian itu. Mudah meledak bila ada yang sedikit saja dianggap mengusik.

"Apa maumu? Mengusir dia?" tanyanya pada inti pembicaraan, mudah sekali ditebak.

"Ya, usir saja. Jika Anda sibuk biar saya yang mengusirnya," acuh Evan. Saat akan berbalik, Zay melanjutkan ucapannya.

"Jika kau mau mengusirnya silakan saja. Nanti bila Kerajaan Yanel mengajak berperang kau sendiri yang harus bertanggung jawab."

Langkah Evan terhenti. "Kuasa Anda melemah, ya?" ejeknya tanpa berbalik.

"Terserah apa katamu. Jangan pentingkan emosimu saat ini, kondisi di luar istana masih tahap pemulihan."

Evan nampak terdiam menimbang. "Saya tak akan mengusirnya, tapi jangan harap pangeran ini akan berbaik hati pada tamu Anda itu."

Tanpa pamit Evan berlalu begitu saja. Derric yang sedari tadi setia menjadi pendengar, beranjak mengikuti Evan.

"Derric," panggil Zay.

"Ya, Yang Mulia?"

"Tolong teruslah di sisi Evan, aku takut dia melakukan hal gila."

Derric mengangguk paham akan maksud Zay. "Perintah Anda akan saya laksanakan."

Setelah itu Derric benar-benar pergi. Zay masih bergeming di posisinya.

"Semenjak kepergianmu tanpa sadar kami semua menjadi kacau," gumam Zay. Dadanya terasa sesak mengingat pada kejadian yang merenggut kepergian putrinya,

Glacia Amor.

.
.
.

Bersambung.

Helooo! Gimana part ini?

Udah kenalan, ya, sama Annora.

Cerita ini berhubungan sama cerita pertama "Glacia The Villain's". Bagi yang udah khatam bacanya pasti ketemu sama utusan Kerajaan Yanel yang menghadap raja.

Nah, penting nih, membaca dengan teliti narasi maupun dialog.

Di cerita pertama aku nemuin banyak yang baru tau kalau Joan itu kakak angkat Glacia. Padahal udah dijelasin di narasi dan ada adegan masa lalunya.

Untuk itulah penting membaca dengan cerdas meski itu sebuah cerita atau novel ☺

Oh, iya. Aku usahain, ya update satu minggu sekali. Gak janji karena bagi waktu agak sulit juga.

Sampai ketemu lagi ❤

06/09/2021
Big love,
Okta

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 94.8K 47
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...
637K 33.6K 46
Judul Sebelumnya : My Cold Husband Selena Azaerin, itulah namanya, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, dia tak pernah kehilangan sif...
2M 104K 39
Menjadi istri dari protagonis pria kedua? Bahkan memiliki anak dengannya? ________ Risa namanya, seorang gadis yang suka mengkhayal memasuki dunia N...
373K 23.7K 56
(WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!) Ini tentang Amareia Yvette yang kembali ke masa lalu hanya untuk diberi tahu tentang kejanggalan terkait perceraianny...