Sudut Rasa (On Going)

By chocogrey05

2.5K 2.1K 3.1K

Q : Covernya kok ga sesuai cerita? A : Ceritanya belum selesai sayang, tunggu sampe selesai nanti paham. Yang... More

Info
1. Awal Bertemu
2. Sesak
3. Have fun
4. Teman?
5. Terlambat
6. Tawuran
7. Berkelahi
8. Aku Dan Aku
9. Blue Cafe
10. Intropeksi
11. Skorsing
12. Menginap
13. Nostalgia
14. Teman baru?
15. Seblak
16. Bolos
17. Rusuh
18. Masalah
19. Hancur
21. SMA Kartika
22. Nomer asing
23. Pernyataan baru
24. Baikan
25. Calon adik ipar
26. Banyak persamaan
27. Toleransi

20. Aya, bukan Ara

49 42 93
By chocogrey05

Targetnya gak nyampe
Ga jadi double up

Tapi gpp, makasiih ya udah mau mampir💙

***

Suara isakan tangis masih menggema. Bedanya bukan lagi di ruang tamu melainkan di kamarnya sendiri.

Duduk di dekat jendela, Airin terisak. Bukan karena bentakkan Alan, melainkan kekecewaannya kepada Alan yang meremehkan barang kesayangannya.

Yang dibilang 'cuma' adalah barang kesayangannya. Bukan masalah harga, kualitas, ataupun masih bisa dibeli dengan motif yang sama, tetapi dilihat dari siapa yang memberinya.

Mungkin jika Akhis masih di dekatnya dia tak akan selara ini.

Matanya memanas dan sulit untuk terbuka.

🔥🔥🔥

"Lo kenapa sih, bang?!" pekiknya.

Galih tak tega melihat adiknya dengan keadaan seperti tadi.

"Airin adek gue! Kalo dia punya masalah, berarti itu juga masalah gue! Tega banget lo bikin dia takut sendiri sama suara lo!"

Rahang Alan mengeras, tangannya mengepal. "Lo tau buat ulah apalagi adek lo itu?! Lo ngerti, hah?!"

Nafasnya naik turun. "Mukulin anak orang sampe masuk rumah sakit! Coba lo bayangin seberapa nakalnya dia sekarang?!"

Galih menegak ludahnya kasar. Adiknya benar-benar berubah.

"Lo ngerti?! Dia hampir digugat masuk penjara! Masih mau belain?! Airin itu udah gede, Lih! Dia harusnya mikir sebelum ngelakuin apa-apa!"

Bibirnya masih mengatup, masalah apa yang sebenarnya dilakukan Airin.

"Dan lo tau?! Dia dikeluarin dari sekolahnya! Puas lo!"

Alan pergi setelahnya.

Galih mematung di tempat. Senakal itu adiknya? Ia pikir tidak.

Ia meraup wajahnya kasar, berlari cepat menaiki tangga.

Kakinya berhenti di depan kamar Airin. Tak menunggu lama ia membukanya.

Gelap yamg pertama kali dia lihat, dan isakan yang pertama kali dia dengar.

"Airin ... abang mau bi--"

"Pe-pergi, hiks hiks, ja-jangan kesini! Pe-pergi."

Suaranya teredam oleh tangis.

Galih seakan terluka mendengar suara Airin, dia keukeuh mendekati Airin yang duduk di samping jendela.

Ikut berjongkok dan merapikan rambut Airin.

Airin tersentak. "Ja-jangan pegang! Pe-pergi!"

"Dek--"

"Pergi gue bilang!" bentak Airin mendongakkan kepalanya, matanya dipaksa terbuka.

Galih terjingkat. "Rin, abang mau--"

"Lo budek apa gi-gimanaa sih! Ngerti 'kan gue bi-bilang apa?! Pergi!"

Setelahnya ia menangis. Tidak lagi teredam, tapi meraung keras.

🔥🔥🔥

"Den! Sepupu lo yang kemarin mana?!"

Deden melirik. "Ara? Ngapain lo nyariin Ara?"

"Kayaknya dia boongin gue!"

"Boongin gimana?"

"Nomer yang dulu gue minta loh! Dari sore gak aktif, masa?!"

"Lagi gak punya kuota kali."

Gesa berdecak. "Katanya dia kaya, masa gak punya kuota."

Deden tertawa garing.

"Nah! Itu sepupu lo, 'kan?!" seru Gesa menunjuk seseorang yang sedang celingukkan membawa semangkuk makanan.

Deden ikut melihat siapa yang ditunjuk Gesa. "Iya, ta--"

Belum selesai Deden berucap, Gesa lebih dulu berlari menghampiri orang itu.

Deden menggaruk tengkuknya lalu ikut menghampiri.

Brak!

Gebrakan meja dari Gesa membuat si empu tersedak.

Matanya memerah menahan perihnya tenggorokan.

Meminum cepat es tehnya hingga tinggal setengah.

"Eh, lo! Lo ngasih nomer gadungan, ya? Masa nomernya gak aktif!" ujar Gesa tanpa peduli.

Si empu sedikit terjingkat kaget mendengar kerasnya suara Gesa.

"Aya, lo gak pa-pa?" pekik Deden melihat sepupunya tersedak.

Otak Gesa berputar. "Perasaan namanya Ara, kok jadi Aya?" lirihnya.

"Den-Deden! Lo bisa bilang 'Rrrrrr' 'kan? Kok sok cedal?" tegur Gesa.

Deden meringis, sahabatnya memang gila.

"Coba deh lo kayak gue, rrrrrrrr." Gesa menunjukkan pengucapannya, "ayo ikutin, takutnya lidah lo gak bisa makan makanan mahal, tadi malem 'kan abis makan enak di rumah gue."

Shit! Benar-benar gila.

"Kok lo diem, Den? Beneran lo gak bisa makan makanan mahal? Seharusnya lo bilang sama gue, jadi gue gak beliin lo makanan mahal, 'kan gue kasian lo gak bisa bilang r."

"Bacot banget lo! Lidah gue gak semiskin itu kali, lagian lo aneh! Gak ada sejarahnya makan makanan mahal terus jadi gak bisa bilang errrrr." Deden menekankan pengucapannya di akhir, "dan kalaupun ada, itu bukan gue, palingan lo!" imbuhnya.

Gesa mendengus. "Terus tadi apa? Sok-sokan ngomong err jadi yeee!"

"Emang nama dia Aya, Bego!"

Aya bergemelatuk gigi. "Kalian kenapa sih? Denish, dia kenapa?" tanyanya polos.

"Biasa, orang gila lagi pansos ke lo."

"Tapi dia ganteng, masa gila?!"

Shit! Sepupunya ikutan gila?

Gesa terbahak. "Gue emang ganteng sih, gak sombong gue."

"Anjing! Itu apa namanya kalo gak sombong!" umpat Deden.

"Denish gak boleh ngomong kasar, nanti aku aduin."

Benar-benar membuat tensi darah naik. Denish mendengus dalam hatinya. "Mending Aya makan, gak usah banyak omong."

Bibir Aya mengerucut. "Iya-iya."

Gesa dan Deden duduk di depan Aya. "Den! Ini gimana sih maksudnya? Perasaan yang kemarin sangar, kok ini lembek?"

"Lembek-lembek! Lo pikir tai lo, lembek!"

Gesa melotot. "Kok lo tau Den?! Lo ngintipin gue lagi boker ya?"

Deden meringis.

"Gara-gara tadi malem, eek gue encer!" katanya vulgar.

"Shit! Najis banget obrolan lo!"

Gesa tertawa. "Tapi beneran kok, hahaha."

Masih dengan tawanya, Gesa mencomot gorengan di depannya.

Deden merutuki sahabatnya ini.

"Aya udah kelar, Aya pergi ya, babay!"

"Ati-ati, Ya!" seru Deden.

"Den! Ini gue masih bingung, coba jelasin."

"Dia saudara kembar Ara," jelasnya.

Sontak Gesa tertawa lebar. "Kok bisa?" celutuknya.

"Kenapa gak bisa?"

"Gue 'kan nanya, lo kenapa balik nanya?! Gak jelas lo!" pungkasnya dan berlalu pergi meninggalkan Deden.

See? Yang tidak jelas sebenarnya siapa? Dia? Atau Gesa?

🔥🔥🔥

Gemini menahan rasa penasarannya kepada Airin, dari kemarin sore sampai malam ini sahabatnya tidak memberi kabar.

Di-chat tidak dibalas, ditelpon tidak diangkat. Bahkan Airin bolos rutinan latihan skeat board.

"Adi kemana sih? Dari kemarin chatnya gak dibales," gumamnya.

"Apa gue samperin, ya? Tapi gue disuruh jaga rumah, ck."

Notif dari ponselnya menarik perhatiannya, semoga Airin yang memberi pesan.

Ketika dia menyalakan ponselnya, ternyata bukan. Melainkan sepupunya-Denish.

Lo di rumah gak, ra?

Gue mau kesitu

Gemini menyerngit heran, ada kepentingan apa sepupunya ingin kemari?

Mau ngapain?

Numpang berak

Kayak gak punya rumah!

Gak usah! Gak nerima tamu!

Gue mau ambil bajunya nyokap, ara!

Gemini ber-oh ria, ibunya memang menitipkan tote bag berisi baju milik tantenya.

Oh, y udh buru!

Gue mau tidur.

Iya!

Eh! Den! Oit!

Apalagi sih?! Gue mau otw ini!

Gemini tersenyum licik.

Beliin gue martabak sama somay
Yg itu loh, yg dket gang sekolahan
Sklian bobanya 1, gulanya jgn bnyk²

Cih! Matre!

Matanya melotot, matre katanya? Gemini benar-benar ingin membunuh Denish.

GK USH DTNG!

"Mampus! Enak aja ngatain gue matre."

Gemini melempar ponselnya asal.

🔥🔥🔥

"Gue mau ke rumah Ara dulu, Yan! Bentar doang ambil titipan nyokap," izin Deden.

Bryan mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.

"Ara yang itu, Den?!" saut Gesa yang baru datang.

"Iya!" jawabnya singkat sambil memakai jaketnya.

"Dari mana, lo?!" tanya Anggit.

Gesa melirik Anggit. "Kepo!"

Anggit berdecak. "Buang suara banget gue basa-basi!" sesalnya.

Gesa tertawa jail.

"Dari pada lo gak punya kerjaan, mending lo bantuin gue, Nggit!" papar Sarga.

"Ngapain?"

"Nugas emteka."

Wajahnya semakin datar. Sedangkan tawa remeh terdengar keras di pendengarannya.

Gesa terpingkal-pingkal.

"Lo kenapa sih, Sa? Aneh banget, dateng-dateng ketawa gak jelas," heran Sarga.

"Hahahah, lah lo aneh, minta bantuan ngerjain emteka kok ke Anggit! Hahaha, ngakak abiees!"

"Ngremehin gue banget!" Anggit berdiri tak terima.

Bukannya takut, Gesa semakin tertawa remeh.

"Emang lo bisa, Nggit?" timpal Deden.

Anggit melirik Deden. "Emteka doang?!"

Mereka bertiga-Gesa, Deden, dan Sarga kompak berucap, "bisa?!"

Anggit tertawa sumbang. "Enggak."

Jawaban yang terkesan datar membuat mereka kompak tertawa.

"Jangankan emteka, PAI aja dia gak mampu!"

Anggit menatap sinis Gesa.

"Bacot lo! Gue bodo aja terjamin masa depannya, apalagi gue jenius."

"Wiih, tampang dakjaknya muncul," ujar Gesa yang tak berhentinya meledek.

"Dahlah, males banget punya temen kayak lo!" pungkas Anggit.

"Gesa diladenin, kena mental lo, Nggit!" celetuk Sarga tertawa kecil.

Deden mengambil helmnya. "Mending lo pulang, Nggit! Kasian gue liatnya," cecarnya melenggang pergi ke depan.

"Den! Ikut!" teriak Gesa.

"Dahlah! Pergi aja lo! Nyepetin mata gue!" Anggit mengibaskan tangannya.

"Yang nyepetin penglihatan itu muka lo! Cakep kagak, jelek iya!"

"Shit!" Anggit mengumpat mendengar teriakan samar dari depan.

🔥🔥🔥

"Araaaaa! Buka pintunyaaaaa!"

"Ara Ara Araaaaaaa!" Gesa ikut memanggil.

Teriakan Deden mengganggu bacaan novelnya. Gemini berdecak.

Salahkan dirinya sendiri yang memilih untuk ditinggal sendiri dari pada ikut pergi dengan keluarganya.

Dengan umpatan yang tertahan dalam hatinya, ia turun.

"Ara! Cepetan!"

"Woi! Cepetan elah! Aus nih!" seru Gesa tak punya malu.

"Brisik, Anjing!"

Pintu terbuka, menampilkan cengiran khas Deden dan Gesa.

"Gue udah bilang! Jangan dateng! Ngapain masih dateng sih?! Lo juga, ngapain ikut-ikut!" Gemini menunjuk Gesa dengan dagunya.

"Gue dateng ke rumah tante gue, bukan rumah lo!" balas Deden.

"Yang lo sebut tante itu nyokap gue!"

"Lah gak peduli gue."

"Pulang sana! Lo juga!" usirnya.

Deden mendengus. "Nih gue bawain! Martabak, somay sama boba! Masih mau ngusir?!"

Gemini dengan raut sebalnya melirik kantong plastik yang ditenteng oleh Deden dan Gesa.

"Sinih!" pintanya menyodorkan tangan.

"Makanan aja cepet!" sindir Gesa.

"Brisik lo!"

Bau dari martabak serta siomay beradu di penciumannya. "Gini dong! Yuk masuk!" katanya lalu masuk terlebih dulu.

Deden dan Gesa masuk beriringan, si pemilik rumah sudah lebih dulu memakan martabaknya.

"Dwen! Swering-swering ya bwawain gue gwinian," ujarnya dengan mulut penuh martabak.

"Telen dulu, Ra! Kebiasaan," tegur Deden.

Gemini terkekeh. "Iya abang sepupu yang paling ganteng."

Gesa yang mendengar itu seolah ingin muntah.

"Gantengan juga gue!" celutuk Gesa.

Deden terkekeh. Ia duduk tepat di samping Gemini.

"Mau? Aaaaa." Gemini menyuapkan sepotong martabak ke mulut Deden.

Bisa dibilang keduanya sangat akrab dan saling peduli, Gemini menganggap Deden sebagai abangnya, dan sebaliknya Deden menganggap Gemini sebagai adiknya.

"Enak! Besok beliin lagi ya," pintanya.

"Beli sendiri!"

"Ah gak asik, udah gue suapin juga!"

"Iya bawel!"

Gemini terkekeh. "Lo mau juga?" tawarnya ke Gesa.

"Gue kenyang liat lo berdua, tapi gue haus liat lo pada!"

"Hah?"

"Mau uwu-uwuan juga!" Gesa menampilkan wajah memelasnya, membuat keduanya tertawa.

"Ganteng doang gak punya doi!" ejek Gemini.

"Gue emang ganteng, gak sombong! Btw kalian juga jomblo."

"Gini nih kalo orang kepedean," gedek Deden.

"Lah emang gue ganteng, kalo lo syirik! Bilang, Sayang! Slebew!"

"Re tetet tetetetew re tetew!" sambung Gemini sambil menggoyangkan tangannya.

"Cuih! Jamets!" cerca Deden.

"Kita jamet nih! Ajarin keren kayak lo, dong!" saut Gemini membuat gelak tawa tercipta oleh keduanya-Gemini dan Gesa.

"Gila!"

"Syirik?! Bilang, Sayang!" tambah Gemini.

Gesa tertawa melihat Deden bergidik.

"Dahlah capek!" seru Gemini menyeruput es bobanya.

"Eh btw WA temen lo itu gak aktif? Masa gue chat gak dibalea-bales," tanya Gesa.

Gemini menyerngit. "Siapa? Temen gue banyak."

"Itu yang dulu lo kasih nomernya ke gue."

Gemini mengangguk. "Airin ya?"

"Iya."

"Jadi motif lo ikut ke sini mau nanyain ini?" tanya Deden.

"Iya dong! Ogah banget gue peduli liat lo sendirian ke sini."

Deden melirik sengit.

"Dia juga gak bales chat gue, kira-kira kenapa ya?" ujar Gemini.

"Kalo gue tau gak nanya kali."

Gemini menghela nafasnya. "Apa ada masalah ya sama abangnya?" terkanya.

Gesa mengedikkan bahunya.








Continue Reading

You'll Also Like

212K 7K 20
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.6M 222K 67
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
749K 76.8K 44
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.2M 120K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...