Sudut Rasa (On Going)

By chocogrey05

2.5K 2.1K 3.1K

Q : Covernya kok ga sesuai cerita? A : Ceritanya belum selesai sayang, tunggu sampe selesai nanti paham. Yang... More

Info
1. Awal Bertemu
2. Sesak
3. Have fun
4. Teman?
5. Terlambat
6. Tawuran
7. Berkelahi
8. Aku Dan Aku
9. Blue Cafe
10. Intropeksi
11. Skorsing
12. Menginap
13. Nostalgia
14. Teman baru?
15. Seblak
16. Bolos
17. Rusuh
19. Hancur
20. Aya, bukan Ara
21. SMA Kartika
22. Nomer asing
23. Pernyataan baru
24. Baikan
25. Calon adik ipar
26. Banyak persamaan
27. Toleransi

18. Masalah

74 52 131
By chocogrey05

Kedatangan Gesa disambut sengit oleh Bryan, sedangkan si empu hanya mampu menyengir dan menggaruk tengkukknya yang tak gatal.

"Mampus!" pekiknya dalam hati.

"Jam berapa sekarang?!" tanyanya menggertak.

Spontan Gesa melihat jam tangannya. "Anu, em-enam, bang," jawabnya masih dengan cengiran khasnya.

"Kita semua ngadain rapat jam berapa?!"

"Jam lima, hehe."

"Ambil posisi! Push up 50 kali!"

"Yah bang, capek! 30 a-"

"60 kali!" tambahnya.

Gesa langsung bungkam dan memulai hukumannya.

Bryan meninggalkan tempat, dia mengacir pergi menggunakan motornya.

"Dua lima, dua enam, dua sem-"

"Dua tujuh, Bego!" saut Deden membenarkan.

Gesa berdecak dan menatap sengit ke ketiga temannya. "Bacod!"

"Mampus si! Gue bilang langsung ke sini! Lo malah kemana, Bego?!" timpal Sarga.

Gesa menggerutu. "Ke alfamart doang juga, lagian cuma telat satu jam doang!"

"Satu jam, satu jam! Satu jam itu rapat, Gesa! Lo mikir lah, Anjing!" umpat Deden gemas.

"Tiga tujuh, tiga delapan, tiga sembilan! Capek woii! Mending lo diem gak usah pada bacod!"

"Serah lo lah!" pungkas Sarga.

"Btw Anggit mana?" tanya Gesa yang tak melihat keberadaan Anggit.

"Makanya ikut rapat! Jadi tau!"

"Tinggal kasih tau apa susahnya sih, repot amat!"

"Kasih tau, Ga! Jelasin semua yang tadi di rapat, males gue ngomongng sama boneka santet!" ujarnya lalu melenggang pergi.

Gesa memelototkan matanya, dia berdiri dan melepaskan satu sepatunya.

Brak!

"Anjing!" umpat Deden.

Suara gelak tawa terdengar menggema. "Mampus, rasain!"

"Gini nih kalo boneka santet dikasih nyawa!" kesal Deden.

"Mana ada boneka santet seganteng gue, setajir gue, sepin-"

Brak!

Sepatu Gesa kembali dilayangkan oleh Deden. "Makan tuh sepatu buluk!" tandasnya dan langsung berlari kencang dengan tawanya.

"Awas lo, Den! Gak gue kasih contekan fisika besok pagi! Besok ada ulangan, gue gak mau duduk sama lo!"

Samar-samar Deden mendengar teriakan Gesa. Dia meneguk saliv-nya kasar. "Mampus!"

Dia berbalik dan mendekati Gesa. Sedangkan Sarga menggeleng bosan. "Punya temen gak guna banget!" katanya dan melenggang pergi.

"Apa lo! Kita udah gak friend, ya! Gak usah lo kasih tampang memelas! Muka lo itu udah kayak pel-pelan gak usah dijelek-jelekin kayak gitu! Gak mempan!"

"Gesa~" rengeknya dengan nada merayu.

Gesa bergidik mendengarnya. "Najis lo kayak banci!"

Tampangnya berubah pias. "Lo jangan gitu dong, bro! Gue kasih duit deh, tapi kasih gue con-"

"Gue udah bau uang, gak perlu lo kasih!" potongnya.

"Lo kok gitu, gini ya, gue pernah denger, kata pepatah kalo pelit kuburannya sempit!"

Gesa mendengus. "Namanya kuburan ya sempit, kalo luas itu rumah gue!"

"Sombong gak ketulungan," gumam Deden.

"Bilang apa lo!"

"Anu, lo cakep parah!"

"Oh jelas! Gak kayak lo, muka kayak saringan tahu!" cacinya.

"Anjing! Dahlah males gue, gak gue bantuin kalo lo butuh Ara buat lo deket sama temennya dia!"

Gesa mendelik, apa-apaan ini? Dia yang mengancam, tapi dia juga yang terancam.

"Shit!" umpatnya, "oke-oke, fine! Gue contekin lo, lo bantuin gue! Deal?!" putusnya.

Deden tertawa dalam hatinya, jika cara ini ampuh, mengapa dia harus tersiksa dari tadi?

Dia menjabat tangan Gesa. "Deal! Simbosis mutulisme!"

Gesa merutuki temannya ini. "Simbiosis mutualisme, Goblok!"

"Ya, itu maksud gue."

🔥🔥🔥

Pagi telah datang, tapi kerinduan belum sempat usai.

Airin menuruni tangga dengan seragam yang acak-acakkan. Sesekali ia menguap.

Di meja makan sudah ada Alan-abangnya. Terlihat layar laptop yang menyala dengan beberapa berkas di depannya.

Melihat abangnya ya sesekali memijat pangkal hidungnya membuat dirinya memelas.

Airin berjalan mendekat.

Walau sering kali dia kecewa dengan sikap abangnya, tetapi rasa sayangnya lebih besar.

Decitan kaki kursi yang ia tarik membuat Alan mendongak. "Pagi, Lin!"

Airin diam tak menggubris.

Gengsi menguasai dirinya, ingin sekali ia memeluk dan mengungkapkan betapa besar rasa sayangnya itu.

Airin mengambil roti dan mengolesinya dengan selai stroberi. Menaruhnya ke atas piring dan menggeser roti itu ke depan abangnya.

Alan tersenyum lebar, lama sekali ia tak merasa diperhatikan, terlebih oleh adiknya ini.

Air mata sedikit mengembun di sudut matanya itu. Ia rindu kebersamaan keluarga.

Salah jika orang menganggapnya kuat, padahal dirinya terlalu rapuh untuk mendapat semua ini.

Si sulung yang harus menerima kenyataan bahwa dia kehilangan kedua orang tuanya, si sulung yang harus mampu mengemban tugasnya dalam menjaga kedua adiknya, dan si sulung yang harus mampu mengurus segala kepentingan segalanya, dari perusahaannya, pendidikannya, dan tentunya masih banyak lagi.

"Makasih ya, udah peduli sama abang," ungkapnya.

Airin mengulum bibirnya dan mengangguk. Dia telah menghabiskan rotinya.

Dia melihat sekitar, dia tak menemukan tanda-tanda kehadiran Galih.

"Galih?"

"Udah berangkat."

Airin mengangguk. Akhir-akhir ini abang satunya itu memang terlihat sibuk.

"Airin berangkat!" pamitnya, "jaga kesehatan ya, bang! Adek sayang abang!" teriaknya keras dalam hati.

"Belajar yang rajin, hati-hati ya."

Airin tak menggubris, dia berjalan mengambil papan skeat-nya.

🔥🔥🔥

Dua pelajaran telah usai, kini Airin berjalan ke arah toilet.

Dengan earphone yang menggantung di telinganya, ia menggumamkan beberapa bait lagu.

Menatap pantulan dirinya di dalam cermin, dia tersenyum tipis lalu merapikan rambutnya.

Lima menit berlalu, Airin kembali ke kelasnya, ia mendengar beberapa teman kelasnya tertawa terbahak.

Beberapa pasang mata yang menatapnya dengan tawa membuat Airin menyerngit. Dalam benaknya ia bertanya-tanya.

"Balik juga ni orang!" sambut lelaki bernama Arya.

Airin memandang tak suka. Dia terus berjalan ke kursinya.

Ia membelalakkan matanya, hatinya teriris dan emosinya memuncak.

Papan skeat-nya terbelah menjadi dua.

"Anjing! Siapa yang rusakin skeat board gue?!" teriaknya menyentak.

Dari beberapa skeat board yang ia miliki, kenapa harus skeat board yang diberi Akhis yang dirusak?

Itu salah satu barang kesayangannya.

Airin menahan tangisnya ketika mengambil skeat board yang sudah terbelah itu.

"Siapa yang udah rusakin skeat board gue?!" ulangnya keras dan penuh penekanan.

Mereka semakin menertawakan Airin.

"Barang rongsokan juga!" celetuk Gani.

Airin menggeram marah, dia melempar skeat boardnya asal dan mendekati Gani. "Coba bilang sekali lagi!" teriaknya di hadapan Gani.

"Apa? Barang rong-"

Bugh!

"Yang ada mulut lo rongsokan, Anjing!"

Gani meringis memegang bibirnya. "Anjing lo!" umpatnya.

Saat Gani akan memukul Airin, Airin lebih gesit menangkisnya. "Mau apa lo, hah?!"

Suaranya serak, emosinya semakin memuncak.

Gani menendang betisnya cukup keras membuatnya memejamkan matanya dan meringis.

Ketika Airin memegang betisnya, Gani mendorong kasar bahu Airin.

Bruk!

"Lo pikir semudah itu lo nonjok gue? Gue gak segan-segan ya buat mukul lo!"

Airin berdiri. "Gue gak takut! Gue heran, sebenernya salah gue apa sama lo!"

"Salah lo?" Gani memiringkan kepalanya, "sebenernya lo gak salah sih, cuma gue gak suka aja sama lo! Iya gak?" ucap Gani memberi pertimbangan kepada ketiga temannya.

"Jelas, orang kayak lo itu cuma jadi polusi!" timpal Davit.

"Anjir polusi!" sahut Arya.

"Mending lo mati aja sih! Gak guna juga hidup lo," imbuh Farhan lalu tertawa.

Tangannya mengepal kuat. Ingin sekali dia memberi tonjokkan ke mulut mereka.

Airin yang emosi beralih mengambil papan skeatnya tadi. Namun seseorang lebih dulu mengambilnya.

"Balikin!" gertaknya.

"Lo mau ini?!"

"Risa! Balikin gue bilang!"

"Setelah lo permaluin gue kemarin, dan sekarang lo mau bebas? Gak akan!"

Risa membanting skeat board yang sudah terbelah itu lalu menginjaknya kasar.

Nafas Airin memburu.

Flash back on

"Aku ada sesuatu buat kamu," kata anak lelaki seumurannya.

"Apa? Kamu mau kasih ke aku, Cis?"

Anak lelaki itu mengangguk. "Kamu di sini dulu ya, aku ke rumah dulu, mau aku ambil!" ujarnya.

Gadis di depannya mengangguk. "Jangan lama-lama ya."

Selang beberapa menit, anak lelaki itu kembali. Tangannya memegang sebuah barang yang tertutup tas berbentuk memanjang.

"Taraa!" pekiknya.

Airin mengambilnya dan langsung membuka tas itu. "Ini buat aku?" katanya.

"Iya dong! Kemarin Acis minta ke ayah, biar kita bisa couple-an."

"Tapi 'kan aku udah punya skeatboard banyak," jawabnya sambil memperlihatkan jarinya yang ditekuk dua.

"Ga pa-pa, buat gantian kalo kamu bosen."

"Makasih ya, aku suka, sayang Acis deh!" pekiknya senang.

Airin kecil memeluk sahabatnya itu.

"Acis juga sayang Linlin."

Flash back off

Airin yang menunduk kembali mendongak. "Acis ... maafin Linlin," bisiknya pada dirinya sendiri.

Ia mengusap matanya yang mengembun. Airin mendorong bahu Risa yang sedang tertawa sembari menginjak-injak skeat boardnya.

Bruk!

"Lo gak tau seberapa pentingnya skeat bord ini buat gue, Risa! Gak sepantasnya lo injek-injek ini!" sentaknya.

Airin mengambil skeat boardnya dan memandangnya nanar.

"Mau kemana lo? Gue belum puas main-main sama lo!" ujar Davit.

"Minggir!"

Airin merutuki jam istirahat yang terasa lebih lama, membuat para penghuni kelas belum kembali dari kantin.

Di dalam kelasnya hanya ada dia, Arya, Gani, Davit, Farhan, dan Risa.

"Gue bilang minggir ya minggir!" geram Airin yang tak digubris oleh mereka.

"Dasar yatim gak punya otak!" cerca Gani.

Kata 'yatim' membuat Airin tak bisa menahan gejolak sesak di dalam hatinya.

"Diem lo!"

"Alah, sok-sokan kuat lo! Nangis aja kali! Lo 'kan emang rapuh, hidup lo itu gak berguna, gak ada yang peduli 'kan sama lo?!"

Lagi-lagi Airin terkesiap.

"Lo gak tau apa-apa Gani!"

Gani tertawa lalu disusul tawa yang semakin keras oleh mereka.

Risa yang melihat dari belakang ikut tertawa senang. "Mampus lo!"

"Gue tau! Lo itu yatim piatu, lo gak ada yang peduliin, sahabat lo udah mati juga 'kan?!"

Plak!

"Acis masih hidup! Kalo lo gak tau apa-apa mending diem!"

Acisnya masih hidup, dia akan menunggu kapan pun waktu memisahkannya.

"Shit!" umpatnya lalu menjambak rambut Airin.

Airin menatap datar. "Gue benci sama lo, Gani!"

Mengapa Gani bisa tau? Yang jelas Gani tahu informasi itu dari zaman smp. Mereka itu satu sekolah dulunya.

Airin mencoba melepaskan jambakkan dari Gani, dia meninju perut Gani, sampai Gani terjatuh.

Airin membabi buta, dia terus menyalangkan pukulan demi pukulan ke tubuh Gani.

Ketiga lelaki temannya mencoba membantu Gani, sedangkan Risa sedang tersenyum miring sembari merekam aksi membabi buta Airin saat memukuli Gian.

"Minggir lo, Anjing! Gue benci kalian!"

Farhan mendapat bogeman mentah di pipinya.

Sedangkan Arya sudah mengacir pergi memanggil guru. Yang ia takutkan bisa-bisa Gani akan pingsan.

Bugh

Bugh

"Udah! Lo gila, hah?! Gani bisa mati!" lerai Davit sedikit takut.

"Lo semua anjing! Kalian seenaknya bilang gue menyedihkan! Iya gue tau gue rapuh! Gue tau gue gak punya orang tua, gue tau gak ada yang peduli sama gue, gue tau!" pekiknya dengan air mata yang bercucuran.

Airin menghentikan pukulannya, dia duduk dengan kepala menunduk, dia menangis sejadi-jadinya.

Hiks ... hiks

"Ma, pa! Linlin mau ikut kalian! Airin mau mati aja!"

"Kalian bener, gak ada yang sayang sama gue, gak ada yang peduli sama gue!"

Tangisnya pecah.

"Gan, bangun!" Farhan dan Davit mencoba membangunkan Gani.

Gani pingsan.

20 vote + 100 komen?

Makasih udah nyempetin buat baca:^










Continue Reading

You'll Also Like

618K 45.7K 30
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
3.8M 303K 50
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
351K 43.4K 33
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...
6.1M 261K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...