REWRITE [ Trash Of The Count'...

By __KIVIJ

20.5K 2.3K 1.2K

Kim Jia. Gadis yang mati karena sebuah kejadian membuat dirinya tidak menyesali tindakan dirinya. Namun, sebe... More

00
01
03
04
05
[No Chapter I]
06
07
08
09
10
11
[No Chapter II]
12
13
14
15
16
Special Chapter ; Aerith Mathis
17
18
19
20
[ SIDE STORY I : HOW TO FEEL COMFORT ]
[ Side Stories II : NO ONE KNOWS ABOUT IT. ]
21
22
23
COMEBACK [ SCROLL PALING BAWAH ]
24

02

1K 165 16
By __KIVIJ

Selama Kim Jia hidup sebagai Aerith Mathis, satu hal yang dirinya tidak ketahui ... yaitu, ibu dari Cale Henituse. Drew Thames, terlalu misterius untuk diulik. Kenapa misterius? ... karena setiap mereka bertemu, Drew mengulas senyuman yang hangat dengan guratan iba dan pedih di manik red brick. Tatapan mata itu seperti mengorek apa yang Aerith ... Kim Jia tutupi selama ini, sentuhan yang perlahan saat sesuatu memicu dirinya ingat dengan masa lalu.

Sesak ...

Kim Jia merasakan sentuhan dan tatapan yang diberikan oleh Drew begitu sesak ... Tatapan yang membuat dirinya tidak tau apa yang dia harus lakukan untuk bertindak, perempuan ini tidak berani untuk sendiri dengan Drew karena setiap dirinya berada di sisi dari Countess Henistuse lalu bertingkah anak-anak maupun seperti biasanya, Drew melihatnya sebagai Kim Jia ... bukan sebagai Aerith Mathis.

"... Kau telah berkerja keras ..."

Tubuh kecil Aerith menegang saat mendengar suara seseorang dari belakang tubuhnya, ia langsung membalikan badan memperlihatkan Cale Henituse yang tertidur di dekapan hangat Drew, helaian merah menyatu padu dengan langit sore hari. Pedang kayu miliknya terlepas dari genggaman saat tatapan dan suara yang perlahan-lahan mengetuk sesuatu darinya. Kim Jia ... merasakan bahwa Drew mengatakan pada dirinya, bukan sebagai Aerith Mathis.

Drew mendekati Aerith yang masih tidak bergerak dari posisinya, lalu berjongkok dengan perlahan masih sibuk merengkuh Cale. Namun, tangan yang bebas terangkat ke pipi memerah Aerith lalu mengusapnya dengan lembut. "Kau telah merasakan banyak hal ... terimakasih telah bertahan selama ini," ungkap Drew lembut membuat Aerith ... tidak, Kim Jia membulatkan matanya.

"Keponakanku ... siapapun kamu, kamu tetap keponakanku yang manis dan berani. Jadi, simpanlah yang kamu punya dan hiduplah sebagai dirimu." Tambah kembali wanita tersebut dengan lembut, membuat Kim Jia tidak tau berkata apapun.

Dia menunduk ... sesak, dia ingin mengatakan sesuatu. Tetapi, dirinya tidak bisa -- malah yang keluar hanya sebuah isakan kecil dari bibirnya. Ah, beban yang ada di dalam dirinya perlahan-lahan mencair. "Aku ... Aerith Mathis," bisik Aerith tipis, Drew mengangguk pelan mengerti. Kemudian bibir anak perempuan ini kembali terbuka lagi, namun terhenti saat mengatakan kalimat selanjutnya.

"Aku ..."

Kim Jia. ' Anak perempuan ini telah merasakan banyak hal, dia bertahan hidup dari busuknya sebagai Kim Jia. Dan, sekarang ... Dirinya hidup sebagai Aerith Mathis, dia ... harus menerima kehidupan baru ini. Hidup sebagai Kim Jia dan Aerith ... sebagai dirinya sendiri. Iris cokelat kemerahan Drew melihat Aerith yang mendengak memandangi dirinya, menangis dengan bibir terulas senyum. Ia bisa melihat manik mata biru ... sebuah kedewasaan bersama kepolosan, memandangi dirinya dengan kelegaan yang ada di hati.

"Terimakasih, bibi."

Drew langsung menarik Aerith ke dalam pelukannya, ah ... berapa lama Kim Jia tidak menangis layaknya anak kecil. Dia tidak ingat ... luka yang mengoyak dan pukulan kayu, Kim Jia mengira bahwa hal tersebut yang membuat air matanya tidak keluar. Terlalu lelah untuk dibuang, namun saat bertemu dengan kakak laki-lakinya. Kim Jia juga menangis seperti ini, dan sisa setelahnya dia bahagia bersama sang kakak ... sampai ...

'Ah, Oppa ... apa dia benar-benar baik-baik saja sendiri? ' Kim Jia kembali mengingat sang kakak, batin kecil miliknya berharap bahwa dia baik-baik saja di sana. Tetapi, apa benar kata 'baik-baik saja' bisa dikatakan untuk sang kakak setelah ia tinggal?

"Hmm," suara lenguhan kecil terdengar dari dekapan wanita berhelaian merah ini, dia melonggarkan pelukan kepada Aerith agar bisa melihat anak laki-lakinya yang bersandar di bahu. Cale Henituse membuka matanya dengan menyipit kecil, lalu membuka secara lebar saat melihat adik sepupunya menangis.

"Aerith-ie, kau terjatuh saat latihan?!" Tanya Cale menggapai Aerith setelah turun dari gendongan sang Ibu, Aerith yang mendengarnya langsung terkejut. Kemudian, mengecek seluruh badan adiknya membuat Drew terkekeh kecil.

"Cale, adikmu tidak menangis karena sakit. Tetapi, dia menangis senang karena perasaan lega." Beritahu Drew membuat Cale mengerjap matanya kebingungan, lalu melihat Aerith yang masih mengusap air matanya dengan sapu tangan yang diberikan oleh Cale.

Drew mengusap kembali helaian kelabu milik Aerith dengan lembut, bersama dengan Cale yang menerimanya dengan sumringah cerah. "Aerith, apa kau menyukai pedang?" Tanya Drew membuat Aerith tanpa basa-basi lagi mengangguk, Cale yang mendengarnya langsung memberitahu sang ibu.

"Ibu! Aerith sangat pandai bermain pedang! Aku yakin, Aerith menjadi ahli pedang yang jenius!" Sela Cale membuat kedua belah pipi Aerith memerah karena malu, Drew mendengarnya langsung mengulas senyum lembut.

"Kau benar, Cale. Aku yakin Aerith bisa menjadi ahli pedang yang hebat," ujarnya membuat Aerith semakin bersemu. Drew kembali menambahkan sambil melihat Aerith yang masih memandangi dirinya, "Aku memberikanmu pedang setelah kembali dari Desa Harris." Aerith mendengarnya langsung mengerutkan dahi, Desa Harris? Desa yang terletak di sisi Hutan Kegelapan ... bagaimana monster mengamuk dan memasuki Desa Harris?!

-- Sudah 150 tahun, para monster tidak memasuki wilayah. Namun, itu tetap berbahaya untuk kesana tanpa pengamanan.

"Bibi, kau membawa banyak penjaga 'kan?" Tanya Aerith berhati-hati, Drew melihat raut muka keponakannya khawatir ini langsung mengulas senyum hangat.

"Tentu saja, aku membawa banyak penjaga. Deruth pasti memarahiku semisalnya tidak membawa penjaga," jawab Drew dengan kekehan kecil, mengeruhkan kekhawatiran anak perempuan berusia enam tahun ini.

"Benar, Aerith! Setelah itu Ibu pulang dengan membawa oleh-oleh dan pedang untukmu!" Tambah Cale cerah, Aerith hanya mengangguk kepala samar lalu masih memandangi Drew dengan tenang ... Namun, masih terlihat guratan khawatir di sana.

Ya, benar ... Deruth Henituse menjaga istrinya walau dia tidak berada di sisi Drew. Apalagi, penjaga yang dikirim pasti bukan seorang yang lemah. Tetapi ... mengapa disini tidak nyaman? ' Tidak, lebih baik Aerith tidak memikirkan yang tidak akan terjadi. Dirinya menarik nafas perlahan berusaha membuang perasaan tidak perlu, ia langsung berjalan ke arah Drew lalu memeluk dengan menarik Cale agar ikut berpelukan bersama. Bagaimana dengan wanita berhelaian merah matahari terbenam? Tentu saja, Drew menerima pelukan tersebut dengan senyuman hangat dan lembut.

Hangat ...

Aerith merasakan sensasi dari pelukan, dirinya sangat lega saat seseorang mengatakan ia bertahan di dunia ini. Namun, mengapa? ... Mengapa dia merasakan yang seharusnya tidak Aerith rasakan. Sesak ... dirinya merasakan sesak seperti seseorang mengepal jantungnya dengan kecemasan yang seharusnya tidak ia pikirkan. Ini sama saat dirinya, Kim Jia rasakan saat dia berkerja di perusahaan tidak bernama.

Iris biru langit perempuan berusia enam tahun ini bisa melihat jelas di kurva bibir Drew Thames di sana, bibir terbuka lalu tertutup kembali saat ingin mengatakan sesuatu. Namun, kembali berusaha menunduk mengeratkan pelukan pada wanita yang memeluk dirinya bersama Cale.

"... lalu, kenapa bibi ... kenapa senyumanmu seperti senyuman selamat tinggal?"


Hembusan nafas kasar terdengar dari remaja berusia 13 tahun, keringat membasahi dirinya dan tempat tidur yang ia tiduri. Aerith Mathis melihat sekitar kamar dengan nafas yang tersengal-sengal, ah?... seharusnya mimpi yang dia lihat adalah bukan mimpi buruk, itu adalah sesuatu yang terjadi saat delapan tahun lalu.

Sebelum Drew Thames mengalami kecelakaan saat mengunjungi Desa Harris, lalu terluka parah dan harus dirawat namun sayang nyawa bibi-nya tidak tertolong. Seluruh kediaman Henituse dan Mathis menangisi kepergian sang Countess saat itu, termasuk Aerith menangis bak orang bodoh.

Fuuh, ' gadis remaja menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya berusaha menenangkan detak jantung yang berdetak lebih cepat. Iris biru jernih memandangi pedang pipih yang berukuran 90 sentimeter dengan ukiran unik dan batu berwarna merah di gagangnya. Pedang yang dijanjikan oleh Countess ... maksud Aerith, pedang diberikan oleh Drew Thames.

"Apa yang kau inginkan setelah menjadi ahli pedang, Aerith?"

Aerith ingat pertanyaan sebelum Drew meninggalkan kediaman Mathis, dirinya ingat dia menjawab pertanyaan tersebut dengan perasaan tanpa ragu.

"Aku ingin mengetahui dunia ini, walau sedikit. Aku ingin tau apa yang ada di dunia ini,"

--- juga, aku ingin tau mengapa orang itu membuatku lahir kembali di dunia ini. ' Aerith saat itu tidak mengatakan dengan kencang untuk menunturkan kalimat selanjutnya. Namun, dia yakin Drew mengerti apa yang Aerith katakan. Ya, itu mimpi yang telah ia katakan oleh Drew. Walau saat ini, Aerith belum dikatakan ahli pedang karena aura yang dikeluarkan tidak begitu pekat.

"Nona muda-nim, apa anda sudah bangun?" Suara pelayan terdengar membuat Aerith menoleh ke arah pintu, lalu mengatakan dirinya sudah bangun. Pintu terbuka menampilkan para pelayan perempuan yang sibuk menyiapkan air untuk nona muda ini membersihkan diri, Aerith langsung beranjak dari tempat tidurnya setelah meminum segelas air.

"Nona muda-nim, apa anda benar-benar pergi?" tanya pelayan muda ini menuangkan air kembang ke dalam bathup.

"Tentu saja, benar. Lagipula, kau sudah mendengar dari Ibu dan Ayah 'kan." Jawab Aerith melihat pelayan tersebut yang masih menuangkan air kembang tersebut, pelayan muda itu melihat Aerith dengan guratan khawatir membuat anak perempuan yang memasuki usia remaja ini mengerutkan dahi.

Apa dayang ini masih tidak paham perjuangan sang Nona, bagaimana Aerith meminta untuk pergi mengelilingi benua?

"Berhenti memandangi diriku seperti itu, aku harus cepat-cepat menemui Cale-oppa." Tukas Aerith tegas, pelayan muda ini langsung tersentak mendengar kalimat yang membuat dirinya takut. Pelayan tersebut mengangguk dengan penuh keringat, lalu dia pamit dengan gerakan buru-buru.

Cale Henituse, siapa yang tidak kenal tuan muda yang nakal dan tidak memiliki tata krama? Anak pertama dari keluarga Henituse, yang entah sifatnya berubah menjadi sampah saat usianya delapan tahun.

Apa Aerith terkejut saat perubahan sifat tersebut? Tidak, sungguh. Dia tidak terkejut sama sekali, karena sifat Cale tidak berubah seluruhnya. Meskipun dia suka membuat masalah, Cale tetap menghormati keluarganya dan beberapa orang yang dia lihat cukup layak untuk diperlakukan seperti manusia.

"Ayah mengatakan bahwa aku tidak boleh ke Benua timur, ya aku tidak kaget karena Ron Molan dan anaknya kabur dari sana." tutur Aerith sambil membasuh muka dan tubuhnya.

Ron Molan? Pelayan perawat dari Cale Henituse sejak kecil, maka dari itu dia mengenal siapa Ron Molan. Tetapi, hanya dia saja yang tau siapa Ron Molan karena membeli informasi dari guild informan yang berada di teritori milik Ayahnya.

Ya, satu hal informasi yang ia ketahui selain Ron kabur dari Benua timur. Yaitu, Ron Molan adalah salah satu kepala keluarga yang dikenal sebagai pembunuh. Haha, pantas saja Aerith merasakan hawa dingin setiap berada di sisi Ron dan termasuk Beacrox.

--- Mungkin Deruth mengetahui Ron Molan adalah seorang kepala keluarga pembunuh bayaran?

"Bersyukur Cale memperlakukan Ron dengan baik, kalau tidak ...."

Selanjutnya, Aerith tidak ingin memikirkan hal tersebut. Remaja ini langsung beranjak dari bathup, lalu memakai pakaiannya yang telah disiapkan oleh pelayan. "Aku penasaran dengan Hutan Belantara*, apa aku kesana dulu? Setelah itu berkunjung ke Kerajaan Whimper," tutur Aerith menguncir rambut kelabunya, dia mengambil kantung sihir yang berisi kebutuhan dirinya berada jauh dari kediaman Mathis. Juga, uang ...

Dia ingat dimana Deruth ... Paman juga kakak dari Caleen Mathis --- ayahnya memberikan uang dan hadiah di hari kedewasaan. Berapa? Tolong jangan ditanyakan berapa angka yang tercetak di cek diberikan dan barang-barang yang berkualitas tinggi. Apa Aerith tidak bahagia? Jangan bercanda, dia sangat bahagia!

Pelayan membuka pintu lalu masuk, Aerith langsung menoleh ke arah pelayan dengan tangan yang sibuk menaruh pedang di pinggang. "Nona muda, Tuan dan Nyonya menunggu Anda di ruang makan." Beritahu pelayan tersebut, remaja ini mengangguk kepala mengerti. Pelayan mendekati Nona-nya lalu membantu merapihkan rambut yang sedikit berantakan.

Setelah rapi, Aerith langsung mengulas senyum dengan simpul sambil memandangi pelayan yang berdiri di sisi sampingnya.

"Laila, tunjukan jalannya."

____

Iris cokelat kemerahan ini memandangi remaja perempuan yang berdiri di depannya dengan tatapan memohon, ayolah. Aerith Mathis ditahan oleh Cale Henituse karena tuan muda ini berubah pikiran! Padahal siapa yang bilang ingin mencoba anggur enak dari wilayah yang Aerith kunjungi untuk hari ulang tahunnya. Lihat sekarang? Menyuruh minggir saja tidak bisa... lebih tepatnya, Aerith tidak berani karena semisalnya dia menabrak Cale dengan kuda yang ia tunggang.

Kenapa setiap ingin berangkat ... ada saja cobaan seperti ini? Tadi, keluarganya juga menahan Aerith untuk pergi dengan alasan hal yang membuat dia lelah. Apalagi adik laki-laki miliknya berkata bahwa Jade Mathis tidak akan menjadi Baron, kalau Aerith semisalnya tidak akan kembali. Apa maksudnya? Tentu saja, Aerith akan pulang. Dan, gelar itu harus tetap di tangan Jade. Ingat, dia tidak ingin menjadi seorang penerus.

"Aigoo, sampai kapan kau menahanku?" tanya Aerith memandangi Cale yang melipat tangannya di depan dada.

"Sampai kau tidak jadi pergi dari wilayah Henituse," Tukas Cale membuat Aerith mengerutkan dahi, dia langsung mendekati sepupunya kemudian sedikit berjinjit dan menahan wajah Cale agar bisa melihat iris red brick tersebut.

Guratan takut juga khawatir terlihat di iris mabuk tersebut, ah ... sudah ia menduga ini. Iris biru langit Aetith bersibobrok dengan iris milik Cale Henituse, yang berusaha mengalihkan pandangannya. Namun, Cale tidak bisa... Ah, ini karena mimpi menakutkan yang membuat remaja berusia 14 tahun ini takut semisalnya adik sepupunya pergi. Benar, ia takut kejadian delapan tahun yang lalu terjadi kembali.

"Cale-oppa, aku akan kembali dua kali dalam enam bulan. Bukan 'kah aku sudah janji?" Cetus Aerith berhati-hati, Cale mengerut dahi saat mendengar ucapan adik sepupunya lalu menggeleng.

"Aku menolak sekarang, jadi jangan pergi." Timpal Cale lagi, Aerith langsung mencubit pipi Cale sambil membalas dengan senyuman sebal di bibirnya, marah? Tidak, Aerith tau bahwa Cale Henituse ini sangat khawatir padanya.

"Aku tetap pergi walau kau menolak, Tuan muda-nim." Balas Aerith tanpa mempedulikan guratan ekspresi dari Cale, tetapi remaja itu tidak membalas ucapan adiknya.

Cale paham bahwa adiknya belum selesai berbicara, iris cokelat kemerahan ini masih memandangi iris biru milik Aerith yang memandangi dirinya dengan tenang namun hangat. Manik mata yang tidak menunjukan bahwa tatapan itu lelah maupun ketakutan terhadapnya, tidak orang-orang Mathis adalah orang aneh yang tidak lelah padanya termasuk sang Ayah yang memaklumi. Lalu, Cale mengapa sifatnya seperti itu? Tentu saja, Cale Henituse tidak tau.

"Cale Henituse, aku akan kembali dengan selamat."

Celetukan Aerith membuat Cale tersentak mendengarnya, remaja tersebut melihat adik perempuannya yang memandangi dirinya dengan tegas dan penuh kehidupan.

Benar, Aerith pasti kembali dengan selamat. Kalimat yang selalu ditanam oleh sang kakak -- Kim Rok soo, mengatakan dirinya harus selamat dan bertahan hidup. Juga, motto dari ketua grupnya selalu berada di dalam hati untuk ia ingat. Lee Soo Hyuk selalu mengatakan ini untuk mereka -- Kim Rok Soo, Kim Jia dan Choi Jung Soo. Kalimat yang selalu tertanam dan berputar setiap saat di kepala mereka, untuk bertahan hidup di dunia yang busuk.

Kurva bibir Aerith naik membentuk senyuman lembut, dengan tatapan yang teduh. Bibirnya terbuka mengatakan secara perlahan, agar kalimat yang dikatakan sampai ke dalam hati Cale Henituse.

"Bertahan hidup adalah hal terbaik. Maka dari itu, aku pasti kembali."

___

To be Continued

__

[A/n] ;
Buru-buru banget ya?:")) Apa aku remake lagi biar gak terlalu buru-buru ya??

Satu lagi. Apa aku lebih baik pake bahasa Inggris untuk letak tempat kek. *The jungle , Northland, dan bla-blanya?

Dijawab ya.

Continue Reading

You'll Also Like

377K 13.5K 58
𝐈𝐍 π–π‡πˆπ‚π‡ Ellie Sloan reunites with her older brother when her hospital merges with his jackson avery x ellie sloan (oc) season six ━ season se...
320K 9.6K 101
Daphne Bridgerton might have been the 1813 debutant diamond, but she wasn't the only miss to stand out that season. Behind her was a close second, he...
664K 33.4K 61
A Story of a cute naughty prince who called himself Mr Taetae got Married to a Handsome yet Cold King Jeon Jungkook. The Union of Two totally differe...
617K 18.6K 75
Hiraeth - A homesickness for a home to which you cannot return, a home which maybe never was; the nostalgia, the yearning, the grief for the lost pla...