Youniverse

By secondaybreak

19.1K 2.6K 741

"We found each other and our universe was born." Cuma cerita dari semesta lain Bangtanvelvet. Bangtanvelvet... More

Cast
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu

Tiga Belas

588 120 15
By secondaybreak

"Misal Dokter Jendra punya pilihan sendiri tapi di saat yang sama Dokter Jendra harus ikut perjodohan keluarga, apa Dokter Jendra bakal tetap go with the flow?"

Langkah Jendra terhenti, tepat saat mereka sudah sampai di seberang kafe. Pertanyaan Irene barusan tiba-tiba saja membuatnya tertegun. Alasannya sederhana. Jendra tidak pernah memikirkan kondisi yang mungkin saja terjadi padanya.

Tapi, memangnya sekarang Jendra punya pilihan sendiri?

Kalau diberi pilihan, Jendra mungkin akan lebih memilih untuk tidak ikut perjodohan keluarga.

"Wah, pertanyaannya sulit Dok. Tapi kalo disuruh milih pastinya saya bakal milih untuk ngga ikut perjodohan keluarga. Lagian, ini udah tahun berapa masih ada tradisi beginian?" jawab Jendra sambil terkekeh kemudian masuk ke dalam kafe lebih dulu meninggalkan Irene yang terdiam sejenak setelah mendengar jawabannya barusan.

Irene sendiri tidak aneh dengan jawaban Jendra. Lagipula, Irene setuju dengan Jendra. Kalau kita bisa menentukan pilihan sendiri kenapa harus dipilihkan?

Setelah saling berterima kasih, mereka akhirnya berpisah dan pulang ke tempat masing-masing.

"Saras gimana, Ga?" tanya Jendra saat mereka dalam perjalanan pulang.

"Seperti yang lo lihat, Bang. Cantik, pinter, baik hati dan tidak sombong. Mungkin rajin menabung juga" jawab Dirga seadanya.

"Standar banget jawaban lo. Lo ga ada percikan-percikan apa gitu pas ngobrol sama dia tadi?"

"Percikan apaan? Emang dia minyak pake percikan segala?"

"Bukan gitu, maksud gue. Ya kali aja lo tertarik gitu sama dia?"

"Gue tadi rada grogi sih, padahal gue ngga ada perasaan apa-apa sama dia. Mungkin gue udah terlalu lama single kali ya Bang? Masa ngobrol gitu doang grogi? Gue sampe mikir apa gue harus konsultasi sama Abim ya biar ga grogi?"

Jendra lantas tertawa mendengar ucapan Dirga. Jawaban yang sangat berbeda dengan penampilan Dirga biasanya. Sebagai seorang General Manager tentu Dirga bukan orang yang tidak memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Tapi sepertinya Dirga memang kurang pengalaman dalam menghadapi perempuan.

"Ketawa aja, gue ga bakal marah. Tapi gue bersyukur banget tau, Bang."

"Kenapa?"

"Si Saras ternyata udah punya pilihan sendiri."

"Eh? Serius lo?"

"Iya, jadi tadi tuh kita malah ngobrolin soal pendapat masing-masing tentang perjodohan keluarga. Awal-awal aja sih gue grogi. Tapi overall dia anaknya asik jadi bisa gampang akrab."

"Dia yang udah punya pilihan sendiri kenapa lo yang bersyukur?"

"Ya, karena itu berarti gue ga perlu nerusin perkenalannya lagi."

"Misal Mbah Kung nyuruh lo kenalan lagi sama orang lain gimana?"

Dirga lantas terdiam dengan pertanyaan Jendra. Apa kakeknya masih akan memaksakan jika hasilnya seperti hari ini? Diam-diam Dirga berdo'a semoga saja itu tidak terjadi.

"Ya udah kalo gitu ntar gue bakal nyari sendiri. Btw kalo di rumah sakit tempat Bang Jendra ada yang single, kasihtau gue ya Bang. Kali aja gue bisa kenalan."

Jendra kembali tertawa mendengar jawaban Dirga yang terdengar putus asa.

"Daripada nyari di rumah sakit, mending lo nargetin klien lo aja, Ga."

"Ih, kalo istri orang gimana?"

"Hahahaha, kok lo tiba-tiba parno gitu sih?"

"Udah ah, nanti aja dibahas lagi. Gue tiba-tiba ngeri bayangin suka sama klien yang ternyata udah punya suami. Eh, ngomong-ngomong lo tadi beneran kencan sama Dokter Irene, Bang?"

Jendra tidak langsung menjawab pertanyaan dari Dirga. Alih-alih menjawab, Jendra hanya terkekeh pelan karena sebenarnya kencan yang dimaksud Jendra bukanlah kencan yang dibayangkan oleh kedua sepupu mereka.

ooOoo

"Mba, Dokter Jendra gimana?" Saras tiba-tiba melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat Irene menoleh ke arah sepupunya itu padahal dia sedang menyetir.

"Gimana apanya?" tanya Irene karena sejujurnya Irene tidak tahu kenapa Saras tiba-tiba bertanya padanya tentang Jendra.

"Bukannya tadi Mba Irene kencan sama Dokter Jendra?"

"Ya ampun, Ras. Sepupunya Dokter Jendra tadi ngomong gitu?"

"Iya. Emang ngga kencan?"

"Ya kali. Tadi itu dia tiba-tiba ngajakin keluar katanya biar ga jadi obat nyamuk karena kalian ngobrolnya seru banget."

"Yaah, kirain beneran Mba."

"Kok kamu kecewa gitu?"

"Mba Irene sadar ga sih kalo Mba tuh serasi banget sama Dokter Jendra?"

"Hush! Ada-ada aja kamu, Ras. Jangan lupa, Dokter Jendra tuh mau dijodohin juga. Sama kayak Dirga. Kenapa kamu malah mikir Mba cocok sama Dokter Jendra?"

"Mba, kan ga ada yang ngga mungkin di dunia ini. Ini udah abad 21. Bukan jamannya dijodoh-jodohin lagi. Kalo ada kesempatan, bisa dong nikung? Kan aturannya tuh sebenarnya ngga ketat loh Mba. Kalo udah ada pilihan sendiri bisa mundur kok. Tadi aku ngobrol banyak sama Dirga soal perjodohan di keluarganya" sahut Saras dengan sungguh-sungguh.

Saras benar-benar tidak main-main dengan ucapannya untuk menjodohkan Dokter Jendra dengan Irene.

Irene lantas berdecak.

"Kamu nih, emang Mba apaan nikung jodoh orang?"

"Kan cuma dikenalin doang Mba. Menurut aku Dokter Jendra itu orangnya asik dan bertanggung jawab. Padahal bisa aja kan dia nyuruh Dirga datang sendiri tadi? Pasti dia ngerasa harus jagain adiknya makanya dia ikut."

"Kalo Papa kamu ngga kenal sama keluarganya Dirga, emang kamu mau berurusan sama keluarganya Dirga?"

"Ehm, engga juga sih Mba. Aku sebenarnya insecure juga sama keluarganya dia. Siapa yang ngga tau track record keluarga Malik yang terkenal itu? Untung aja Papa ngga maksa harus jadi sama cucunya Pak Abraham."

"Nah, sama. Mba juga ngga mau berurusan sama keluarganya Dokter Jendra. Bukan karena insecure tapi Mba ngga mau masuk akun gosip."

Saras sontak tertawa mendengar jawaban Irene yang sangat polos.

"Tapi lucu juga ya, sampe mereka dikejar-kejar akun gosip. Padahal ga ada satu pun cucu keluarga Malik yang jadi public figure ah kecuali Abimana. Itu juga karena pamor dia di kalangan model sih dan karena dia suka bikin sensasi. Susah emang jadi orang cakep, dimana-mana kena gosip. Eh tapi di rumah sakit Dokter Jendra terkenal juga kan Mba? Ya kali orang secakep dokter Jendra ngga terkenal."

"Iya, terkenal meskipun orang-orang baru pada tahu kalo dia tuh dari keluarga Malik. Kemarin-kemarin dia terkenal karena selalu heboh sama dad jokes-nya yang aslinya jayus banget. Dan Mba juga ngga habis pikir kenapa semua orang kenal sama dia?"

"Ah, dad jokes kayak yang waktu dia jadi pahlawan di IGD bareng Mba Irene?"

"Ga usah diingetin, Ras. Males banget aku kalo ingat kejadian itu. Aku masih malu karena ngebuka aib sendiri sama pasien padahal awalnya aku ngga ada niat ngomongin soal itu."

"Ah, sayang banget loh Mba. Padahal aku suka banget kalo Mba Irene sama Dokter Jendra."

Irene hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adik sepupunya yang tiba-tiba semangat menjodohkannya dengan Jendra. Hal itu mengingatkannya pada Viona yang juga sibuk menjadi cupid di rumah sakit. Memang Viona tidak secara langsung mengatakannya pada Irene seperti yang dilakukan oleh Saras tadi. Tapi, Irene tahu bahwa Viona sebenarnya mengharapkan Irene berkencan dengan Jendra.

Ah, ada-ada saja dua orang itu.

ooOoo

"Raisa, kamu kenapa? Kok senyum-senyum sendiri begitu? Awas kesambet loh" Gala bertanya pada Raisa yang sedang bertopang dagu sambil melihat ke arah ruangan Dirga.

"Eh? Kenapa Pak?"

"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri sambil ngeliatin ruangan Pak Dirga?"

"Eh? Masa sih Pak?"

"Hayooo kamu suka ya sama Pak Dirga?"

"Bapak ih! Engga kok" jawab Raisa cepat-cepat sambil membuang muka karena sekarang wajahnya pasti merah karena menahan malu.

"Ya ampun, gitu doang pake denial. Gapapa kok, lagian Pak Dirga juga masih single."

"Loh, bukannya Pak Dirga dijodohin ya Pak?"

"Oh, jadi karena itu kamu milih buat suka sama Pak Dirga diem-diem?"

"Ih Pak Gala! Saya tuh ngga suka sama Pak Dirga."

"Iya, iya. Kamu ngga suka sama Pak Dirga. You just have a crush on him, right?"

"Ck, Pak Gala awas ya. Mentang-mentang saya staf Bapak trus Bapak seenaknya aja godain saya."

"Saya cuma ngomong karena itu fakta, Raisa. Kamu harusnya bersyukur saya perhatian sama kamu. Kurang apalagi saya? Tampan, baik hati dan perhatian sama staf saya."

"Dih! Pede banget. Gantengan Pak Dirga daripada Bapak."

"Hahaha tuh kan kamu naksir Dirga?"

"Ah, terserah Bapak aja deh. Eiya, Bapak belum jawab pertanyaan saya tadi."

"Yang mana?"

"Pak Dirga dijodohin kan?"

"Ga jadi. Yang dijodohin sama dia udah punya calon. Jadi kamu masih punya kesempatan buat ngejar Pak Dirga."

"Saya ngga tau kalo Pak Gala bisa ngeselin begini."

"Saya tuh bantuin kamu, Raisa. Biasanya informasi ngga dijual bebas loh."

"Trus Bapak kapan dijodohin?"

"Doain, ya."

"Iya, Pak saya doain. Tenang aja."

"Doain ga jadi."

"He???"

"Saya mau ngejar preferensi pribadi saya. Jadi saya berharap ga jadi dijodohin."

"Cieeh, yang udah punya gebetan. Siapa Pak? Saya kenal ngga?"

"Ngga. Kamu ngga kenal. Doain aja pokoknya. Nanti saya traktir. Tapi kamu jangan berisik."

"Siap, Pak! Semoga berhasil ngejar gebetannya."

"Kamu juga, semoga berhasil ngejar Pak Dirga."

Raisa hanya bisa mendengus kesal mendengar ucapan atasannya itu. Kenapa juga tadi dia tertangkap basah sedang melamun?

ooOoo

Arkaan mengetuk-ngetuk meja dan menatap keluar jendela ruangannya dengan tatapan kosong. Beberapa hari ini pikirannya penuh, tidak saja dengan pekerjaan tapi juga memikirkan apa yang harus ia lakukan dengan perjodohan keluarganya. Memiliki pilihan sendiri bukan berarti langsung terbebas dari perjodohan keluarga. Kalau sudah punya calon mungkin tidak akan serumit ini.

Beda cerita kalau seperti Arkaan. Dia tertarik pada dokter residen yang tidak sengaja ia temui di rumah sakit tapi Arkaan tidak tahu bagaimana mendekatinya. Jika Arkaan tiba-tiba mengutarakan niatnya apa dokter itu tidak akan shock? Bagaimana kalau Arkaan ditolak mentah-mentah bahkan sebelum ia mencoba? Kan tidak lucu.

Ting!

Bunyi notifikasi ponselnya menyadarkan Arkaan dari lamunannya. Barang yang Arkaan pesan sudah diantarkan ke rumah sakit tempat Viona dinas. Setidaknya Arkaan sudah mulai melakukan sesuatu. Kalau terus dipikirkan tidak ada yang berubah. Tentu saja Arkaan tidak frontal mengutarakan maksudnya pada Viona. Memberinya hadiah kecil tentu bukan awal yang buruk kan? Paling tidak Arkaan bisa tetap memiliki kesempatan untuk mengenal Viona tidak hanya sebagai dokter dan pasien.

"Pak Arkaan"

Arkaan menoleh karena seseorang baru saja memanggilnya. Kalau masuk langsung memanggil namanya pasti bukan staf biasa. Dan Arkaan benar, yang barusan memanggilnya itu adalah Dirga.

"Hm? Kenapa, Ga?"

"Jangan lupa jadwal kontrol ke rumah sakit."

"Emang ada, ya?"

"Loh, emang jahitan Bapak ga dibuka gitu? Ini udah seminggu lebih."

Arkaan terdiam selama sepersekian detik.

Benar juga. Ternyata semesta masih berpihak padanya. Arkaan masih bisa bertemu Viona.

"Jadwalnya kapan, Ga?"

"Weekend. Saya udah bikin jadwal sama Dokter Irene."

"Oke" sahut Arkaan sesegera mungkin. 

Tentu ia tidak akan melewatkan kesempatan ini begitu saja.

ooOoo

"Dokter Irene!" Viona masuk ke ruangan Irene tergesa-gesa sambil membawa sesuatu di tangannya. Sebuket bunga yang indah.

"Kenapa Vi? Kok kamu kayak panik gitu?"

"Demi apa saya dikirimin ginian, Dok?"

"Siapa yang ngirimin kamu bunga? Waah, ternyata kamu populer juga ya Vi?"

"Populer apaan? Dokter Irene harus tahu siapa yang ngirimin saya bunga. Saya sampe tremor ini, Dok."

"Siapa emangnya?"

"Pak Arkaan, Dok. Sepupunya Dokter Jendra. Ya ampuun, mimpi apa saya semalam, Dok?"

"Seriusan dari Arkaan?"

"Iyaa, ada kartunya pula. Saya sampe speechless. Saya kira salah kirim."

"Bagus, dong. Dia masih inget sama kamu."

"Dokter Irene ngga dikirimin juga?"

"Buat apaan dia ngirimin ke saya?"

"Ya kali Pak Arkaan mau berterima kasih sama Dokter Irene?"

"Viona, kamu ini terlalu polos apa gimana? Dia ngirimin kamu bunga tuh bisa jadi karena dia tertarik sama kamu."

"Hah? Dokter Irene jangan aneh-aneh deh. Saya jadi takut nih, Dok."

"Kok malah takut? Bagus kali kamu ditaksir sama Direktur Utama Malik Group. Pasti jadi headline yang bagus."

"Dokter Irene please deh jangan bikin saya parno."

"Weekend nanti dia ada janji dengan saya. Mau berterima kasih secara langsung buat bunganya?"

"Eh? Engga deh. Malu banget, Dok. Serius."

"Dia yang ngirim bunga kok kamu yang malu sih, Vi?"

"Ntar saya kegeeran gimana?"

"Ya makanya kamu bilang makasih aja biar tahu kamu kegeeran atau engga."

"Ngga mau. Malu banget saya."

"Ya udah, terserah kamu aja. Tapi kalo dia beneran suka kamu saya ngga tanggung jawab loh, ya."

"Saya ngga mau mikir macam-macam. Serem."

"Bunganya dijaga. Kayaknya mahal tuh."

"Iya, ntar saya taruh di sini aja ya, Dok. Kalo taruh di ruang jaga ntar saya digodain residen yang lain."

"Kok di sini?"

"Biar ngga ada yang tahu. Lagian ruangan Dokter Irene juga agak gersang. Kan bagus kalau ada bunganya."

Irene hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Viona yang heboh sendiri.

"Ck, bener-bener kamu ya."

"Love you, Dok mwaaah. Titip bunganya, ya. Saya nyari vas-nya dulu" Viona lantas menaruh bunga tersebut di ruangan Irene kemudian keluar dari ruangan tersebut. Sementara Irene hanya bisa pasrah dengan permintaan sepihak dari Viona. Irene tidak mungkin menolak karena Irene juga tidak ingin Viona jadi korban gosip di rumah sakit.

Ternyata hidup bisa membawa kejutan-kejutan yang tidak terduga seperti ini. Siapa sangka Direktur Utama Malik Group tertarik pada dokter residen pecicilan seperti Viona?

ooOoo

Continue Reading

You'll Also Like

55.7K 2.1K 16
WARNING! 21++✓ YIZHAN ✓ MAFIA ✓ BxB ✓ M-PREG✓. Terjebak dalam sarang mafia, Xiao Zhan .. seorang pemuda...
101K 7.4K 50
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
267K 22.9K 34
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
179K 19.6K 40
Xiao Zhan kabur dari kejaran orang-orang yg ingin melecehkannya dan tidak sengaja memasuki sebuah ruangan, ruangan dimana terdapat seorang pria yg se...