ELARA (TERBIT)

By kanareiz

6.3M 485K 49.7K

Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 51
Part 52 - END
EXTRA PART
SEQUEL ELARA
ELARA COMEBACK?
Spesial Part - Aku, Kamu, Dan Keluarga Kecil Kita
PDF NOVEL ELARA

Part 50

83.6K 6.7K 709
By kanareiz

Halo semua, apa kabar??

Sebelumnya, Happy Eid-Al-Adha🤍 bagi teman-teman yang merayakan.

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya, bentuk sayang kalian kepada cerita ini dan aku🤍 Happy reading!

***

Derap langkah kaki berjalan mengendap memasuki kawasan markas besar yang berwarna serba hitam. Mereka adalah Erlan dan Azka. Setelah menabrak gerbang menjulang tinggi itu, ternyata markas besar Edward tidak langsung mereka jumpai. Keduanya masih harus berjalan sekitar 20 menit agar sampai di markas besar Edward. Melewati rimbunnya pepohonan dan suara burung gagak yang menemani perjalanan mereka.

Akhirnya, sebuah mansion tua yang terletak di dalam hutan ada di hadapan keduanya. Mansion ini tampak menyeramkan terlebih kabut yang menambah kesan horror. Erlan dan Azka sama-sama terdiam menatap mansion yang sedikit tidak asing dimata keduanya.

"Bukankah mereka sangat pintar mencari markas yang tepat untuk mengelabui musuh mereka?" Azka menatap kearah Erlan yang kini menatapnya balik.

"Dia memang pintar mengelabui yang lain, tapi tidak untuk kita." Erlan melihat sekitarnya. Ia mengamati baik-baik tempat ini.

"Bagaimana cara agar kita bisa masuk?" Tanya Erlan kepada Azka.

Azka mendengus, ia kira Erlan sudah tau cara agar mereka berdua bisa masuk ke dalam. Ternyata laki-laki ini sama sepertinya, tidak tau apa-apa.

"Gue juga gatau, El." Sahut Azka sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ikut gue!"

Erlan melangkah mengendap, matanya menajam melihat pria berbadan besar berjaga mengelilingi mansion itu. Erlan kemudian melangkah ke sisi samping menyadari bahwa tidak ada yang berjaga disana.

Hap!

Kedua laki-laki ini berhasil melompat ke dalam dengan memanjat tembok besar yang membentengi mansion tua ini.

"Gila! Untung gak patah kaki gue lompat dari tembok ini. Mana tinggi banget." gumam Azka menatap tembok kokoh yang menjulang tinggi di hadapannya.

"Gausah banyak bicara. Jangan sampai mereka menyadari keberadaan kita." Tegur Erlan.

Mereka berdua kembali melangkah mencari pintu masuk dan berusaha agar kedatangan mereka tidak diketahui para penjaga-penjaga itu.

"Siapa kalian?!" Suara bass terdengar menghentikan langkah Erlan dan Azka. Keduanya kompak berbalik dan terkejut menatap dua orang laki-laki berbadan besar tengah mengacungkan senjata tajam kearah Erlan dan Azka.

"Kau tidak perlu tau siapa kami!"
Balas Erlan dengan tenang.

"Pergi! Jika kau tak mau habis ditangan kami." ucap laki-laki itu lagi.

Erlan langsung menerjang laki-laki yang berbicara tadi. Azka ikut menyerang teman dari orang itu yang ingin memukul Erlan dari belakang. Pertarungan keduanya sangat sengit. Suara pukulan terdengar keras mengundang para penjaga lainnya.

Pukulan mengenai wajah Azka saat laki-laki itu lengah karena melihat Erlan yang tersungkur. Beruntungnya setelah itu, anak buah Erlan datang dan membantu mereka berdua menghabisi dua tikus bodoh ini.

"Tuan, biar kami yang mengurus mereka. tuan Erlan dan tuan Darrel silahkan masuk dan cari keberadaan Nona. Nona saat ini berada di ruang eksekusi bawah tanah." ucap Teo kemudian membantu rekannya menghabisi penjaga yang menghalangi mereka.

Erlan dan Azka mengangguk, kemudian bergegas masuk ke dalam. Keduanya berlari mencari letak jalan meunuju ruang bawah tanah. Mansion ini sangat luas dan memiliki banyak tipuan membuat Erlan beberapa kali berdecak kesal karena salah jalur.

"El, lewat sini." Tunjuk Azka kearah pintu yang sudah dibuka memperlihatkan tangga menuju ke bawah. Semoga saja tangga ini adalah tangga menuju ruang bawah tanah tempat eksekusi yang di maksud anak buah Erlan.

Saat berada di pertengahan tangga, Erlan dan Azka kompak menutup hidung saat bau anyir darah masuk ke penciuman mereka. Pencahayaan yang minim membuat mereka tidak bisa melihat dengan jelas jalan dan keadaan disekitar mereka.

"Hati-hati. Gue denger suara seseorang." Bisik Azka. Erlan mengangguk patuh.

Kemudian mereka kembali melanjutkan berjalan menuruni tangga dan menyusuri lorong panjang yang mungkin membawa mereka ke suatu ruangan. Beberapa kali Azka ingin memuntahkan isi perutnya saat bau anyir darah semakin menusuk hidungnya.

BRAK!

Erlan membanting dua orang sekaligus saat menghalangi jalan mereka. Nafasnya terengah-engah menatap ke penjuru arah memastikan keberadaan penjaga yang lain.

BUG!

Azka menendang perut seseorang yang mencekiknya dari belakang. Puluhan orang berbadan besar kini mengelilingi keduanya. Erlan dan Azka saling memunggungi seraya berputar ditempat menatap orang-orang itu satu-persatu.

"Beraninya kok keroyokan," desis Azka.

"Bacot! Serang mereka!" ucap salah satu dari pria berbadan besar.

Perkelahian pun terjadi dengan sengit. Erlan dan Azka sama sekali tidak menunjukkan ekpresi ketakutan padahal orang yang mereka lawan sangat banyak.

Erlan melawan dengan menusuk bahu lawannya dengan belati yang dia sembunyikan di saku celana jeansnya. Sedangkan Azka laki-laki itu tampak santai menumbangkan lawannya dengan senjata yang dia bawa.

"Segitu doang kemampuan kalian?" Azka berdecih dengan nafas terengah.

Tangan Azka menekan earphone yang dia kenakan yang tersambung dengan anak buah Erlan tentunya dengan Alan dan Darrel juga. Saat ini waktu yang tepat untuk mereka menyusul masuk.

"Masuk ke dalam! Bantu gue habisin tikus-tikus ini."

BUG!

Sebuah pukulan mendarat di wajahnya. Sudut bibir Azka robek hingga mengeluarkan darah. Ia tak meringis sama sekali, justru Azka membalas dengan menusuk perut laki-laki yang memukulnya tadi.

Tak lama, Alan dan Darrel datang diikuti anak buah Erlan di belakangnya. Semua semakin ricuh, lantai basah dengan darah. Teriakan kesakitan terdengar nyaring saat Erlan menancapkan belati tepat di jantung salah satu dari penjaga itu.

"Tuan, Nona dalam bahaya!" Suara teriakan menyadarkan Erlan dari kemurkaannya. Ia segera berlari mengikuti anak buahnya. Persetan dengan para penjaga yang beberapa kali mencoba menembakinya.

SRET!

Erlan menggores punggung Edward dengan belati yang memang masih berada di genggaman nya. Tangan kirinya mengepal menatap Ara yang diikat di sebuah meja besi besar yang memiliki posisi lebih tinggi dari tempatnya berdiri.

Ruangan itu sangat menyeramkan. Di dominasi berawarna hitam dan sedikit warna merah yang berasal dari darah. Meja yang memang sengaja dibuat tinggi yang menjadi tempat Edward dan para pengikutnya membunuh orang tak bersalah untuk diambil organ dalamnya. Di sudut kanan terdapat lemari kaca berisi berbagai alat yang mereka gunakan untuk membunuh.

Bahkan di ruangan itu terdapat penjara kecil, dan sebuah kolam besar dengan air yang berwarna merah, seperti darah manusia.

Mata Erlan beralih menatap Ara yang tengah memandangnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Azka! Selamatkan Ara, biar gue yang ngurus pria tua ini." Perintah Erlan emosi.

"Hari ini kematian akan menghampirimu, Tuan Edward!" Gertak Erlan.

BUG!

Erlan membanting tubuh Edward ke tembok membuat pria itu meringis. Edward berusaha bangkit untuk keluar dari ruangan ini namun Erlan kembali membanting tubuh Edward menghantam kaca hingga pecah.

BUG!

"Sampai kapan kau mau berbuat seperti ini? Karena kesalahpahaman di masa lalu, kau sampai ingin membunuh seorang perempuan yang tengah mengandung. Dia istriku! Tak seorang pun akan kubiarkan menyentuhnya, seujung kuku pun." Erlan menatap nyalang Edward. Pria itu terlihat mengenaskan di bawah kakinya.

"Dari-mana kau tau tem-pat ini. " Edward menatap Erlan dengan pandangan menahan sakit di bahu yang terkena belati Erlan.

Pria itu bingung bagaimana cara Erlan hingga bisa mengetahui markas besarnya. Padahal markas ini sangat jauh berada di tengah hutan dan tertutupi rimbunnya pepohonan. Yang mengetahui markas ini hanya dia, Oscar, Venus dan juga seluruh anak buahnya. Atau Eward tidak menyadari bahwa salah satu dari mereka berkhianat?

Erlan menatapnya sinis. "Aku tidak perlu menjawab pertanyaan mu."

"Sekarang. Kau harus menanggung semua perbuatanmu. Jelaskan semua asal usul Alan. Dan satu lagi, kau akan kukirim kehadapan tuan Eroz."

"Teo! Bawa pria ini ke mansion keluarga Narvadez. Jangan sampai kabur dan pastikan di masih hidup hingga masalah ini selesai." Erlan berucap kepada Teo yang sudah berdiri di sampingnya.

"Baik, tuan."

Teo memapah Edward yang sudah tak ssdarkan diri dibantu oleh salah satu rekannya. Setelah kepergian Teo, Erlan mengamati baik-baik tempat ini.

"El," panggil Alan yang berdiri di pintu masuk.

"Lo bisa bertanya nanti, Al. Kita ke mansion keluarga Narvadez sekarang. Setelah bokap lo diobati, kita akan meminta penjelasan dan meluruskan kesalahpahaman yang dulu. Antara bokap lo dan Papi Ara."

Alan mengangguk pasrah. Ia sudah siap mendengar semua berita baik dan buruk yang akan keluar dari mulut Papanya. Kedua laki-laki ini melangkah meninggalkan tempat itu.

Di perjalanan ke mansion keluarga Narvadez, Erlan dan Alan sama-sama menyetir dengan sedikit melamun. Erlan yang cemas memikirkan keadaan istri dan calon anaknya. Sedangkan Alan yang memikirkan nasibnya dan sang Ayah.

***

Tegang. Itulah suasana yang terjadi sekarang di ruang keluarga kediaman Eroz. Pria paruh baya ini menatap kosong kearah Edward yang duduk dengan 3 bodyguard berjaga di samping kanan, kiri, dan belakangnya. Guna, agar Edward tidak bisa kabur lagi.

"Baiklah. Sepertinya Xavier dan Arsen yang akan menjelaskan semuanya. Mereka lebih berhak, namun jika kau menyangkal lagi, maka aku akan ikut serta untuk menyadarkanmu tentang kenyataan yang sebenarnya." Eroz membuka suara menghentikan keheningan disana.

Erlan yang duduk di pojok terdiam tanpa mengeluarkan suara. Biarlah para orang tua yang menyelesaikan masalah mereka. Disampingnya, Ara duduk dan  menyandarkan kepala di bahu Erlan. Untunglah kejadian ini tidak menimbulkan luka serius di tubuh istrinya. Hanya tangan dan kaki yang memerah lantaran terikat kencang.

"Ngantuk?" bisik Erlan pelan. Sesekali mengecup rambut Ara.

"Enggak, aku mau dengerin mereka bicara." Tunjuk Ara kearah para orang tua yang tegang menatap satu sama lain.

"Gasopan nunjuk orang tua, sayang." Tegur Erlan lembut. Ara menengadah kearah Erlan sembari tersenyum. "Iya, maaf."

Obrolan keduanya tak berlanjut lagi saat Xavier, Papi Ara membuka suara.

"Kau ingat saat perusahaan ku di ambang kebangkrutan karena ulah mu, Ed?" Xavier menjeda ucapannya. Ia menatap serius kearah Edward. "Kau bahkan berkhianat padaku. Tapi yang kau salahkan saat dirimu ditipu adalah aku. Dimana otak mu saat itu?"

"Kau mempercayakan orang itu dan memilih menusuk sahabatmu sendiri dari belakang. Menghancurkan rasa pertemana dan kekeluargaan demi uang. Bahkan dari awal aku sudah mengingatkanmu untuk tidak bekerja sama dengan orang itu. Tapi nyatanya? Kau berpikah kepada mereka karena embel-embel mendapat keuntungan yang banyak."

Xavier menyerahkan berkas yang sudah sedikit usang ke hadapan Edward. Pria itu terdiam mencerna keduanya. Alan yang sudah mengetahui semua hanya menunggu giliran Edward menjelaskan perihal berkas yang ia ambil dari di tempat Oscar beberapa hari yang lalu.

"A-pa ini benar?" Edward menatap serius kearah Xavier dan Arsen. Keduanya pun mengangguk.

"Jadi selama ini aku salah? A-ku sangat salah menilai kalian." Edward berucap lirih. Matanya mulai berkaca-kaca. Sejak kemarin perasaannya mulai tidak enak.

Selama ini ia telah dendam pada orang yang salah. Dan fakta yang paling mengejutkan lagi, orang yang bersalah itu adalah kaki tangan Oscar, pria yang menolongnya 20 tahun silam. Ternyata pria itu telah membohonginya, entah apa motif Oscar melakukan ini.

"Semua yang kulakukan atas saran dari Oscar. Dia yang merencanakan penculikan Ara 20 tahun silam dan hari ini. Semuanya atas perintah Oscar! Dia telah membohongiku." Edward mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras, kuku jarinya memutih, memperjelas seberapa emosinya dia.

"Oscar juga terlibat dengan penculikan cucuku tadi pagi?" Eroz menatap Edward meminta penjelasan.

"Ya, dia yang membantuku menculik Ara. Aku rasa dia menyadari kehadiran kalian sehingga memilih pamit dari sana sebelum aku menghabisi cucumu. Sebelumnya, Oscar mengatakan bahwa ia akan ikut untuk melenyapkan Ara."

BRAK!

Erlan menggebrak meja dengan kuat. Kini, seluruh pasang mata menatap Erlan yang tengah emosi, terlebih pandangan laki-laki itu menatap Edward tajam.

"Tidak akan aku biarkan seorang pun melukai milikku. Tidak akan!" Erlan ingin melangkah menghampiri Edward namun tangannya terlebih dahulu ditahan oleh Gwen dan Darrel yang memang berada di sana. Sedangkan Azka hanya menyimak pembicaraan mereka.

"Tahan,"

"Duduk Erlan!" Perintah Arsen tegas.

"Dad,—"

"Duduk Erlan! Atau kamu pergi dari ruangan ini!" ucap Arsen mutlak. Erlan terdiam dan mengikuti perintah Daddy nya.

"Sekarang kamu tau, siapa yang bersalah disini. Semua kesalahanmu tidak bisa kami terima walau kau menyesali semua ini, Edward."

"Hukum tetap berlaku. Semua kasus kejahatanmu akan saya bawa ke pengadilan. Bukti sudah lengkap, kau tidak bisa mengelak lagi. Tapi semua itu akan saya urus jika Oscar juga sudah tertangkap." Tegas Eroz.

Edward hanya bisa mengangguk pasrah dan menyesali semua kesalahannya.

"Kakek tunggu," Semua menatap kearah Alan. Mereka melupakan satu masalah lagi. Masalah siapa keluarga Alan yang sebenarnya.

"Ayah dan ibumu mengalami kecelakaan hingga tewas. Semua itu Papa yang melakukan atas utusan Oscar. Papa menyetujuinya melakukan itu. Papa rasa dengan meninggalnya mereka, tidak akan ada lagi yang mencari mu. Terlebih fotomu saat kecil sempat tersebar dimana-mana karena kasus penculikan yang Papa lakukan." Jelas Edward seolah tau apa yang akan ditanyakan anaknya.

"Maksud Papa apa? Kenapa Papa lakuin itu? Kenapa Papa tega ngebunuh orang tua kandung aku?" Alan menghampiri Edward. Ia menguncang keras bahu sang ayah. Semua terdiam membiarkan Alan menyelesaikan masalahnya dengan Edward.

"Satu-satunya harapan aku telah pupus. Aku benar-benar menjadi anak yatim sekarang. Kenapa harus Alan, Pa? KENAPA HARUS ALAN YANG NGERASAIN SEMUA INI?!" Teriak Alan di depan wajah Ayahnya.

Edward terisak menyesali semua kesalannya. Walau bukan anak kandungnya, Alan adalah salah satu alasan Edward bertahan dan selalu tersenyum. Sekarang, tak ada lagi Alan yang tersenyum padanya. Tak ada lagi Alan yang memeluk saat ia pulang. Dan tak ada lagi anak yang bangga memilikinya. Semua telah berubah.

"Adik kamu masih hidup."

Alan menatap kearah Papanya. "Bilang sama aku, dia ada dimana sekarang. Alan mau ketenu dia."

Edward memandang kearah Ara. Gadis itu juga tengah menatapnya. "Dia berada di sekitar kamu. Dia teman baik Ara." Ujar Edward lirih namun masih di dengar semuanya.

"Teman baik aku?" Ara saling bertatapan dengan Alan.

"Flo, dia adik kamu Alan."

***

"Flo." Panggil Ara setelah sampai di rumah sahabatnya.

"Tumben lo kesini? Rame-rame lagi." Flo melirik Erlan dan Alan yang berada di belakang Ara. Namun anehnya, pandangan laki-laki yang berada di samping suami Ara menatapnya sendu dan penuh kebinaran.

"Flo," lirih Alan. Ia langsung mendekap erat adiknya yang selama ini dipisahkan karena ulah Edward.

"Lo siapa sih dateng-dateng meluk gue." Sentak Flo dan melepaskan pelukan mereka dengan kasar.

"Flo!" Tegur Ara.

Flo menatap kearah perempuan yang menjadi sahabatnya. "Ra, jelasin ke gue ini ada apa? Jangan bikin gue seperti orang bodoh kaya gini." Flo memandang mereka bertiga bergantian.

"Dia kakak lo, kakak kandung lo yang terpisah karena penculikan 20 tahun silam."

Deg!

Flo menggeleng seraya tersenyum tipis."Gausah aneh, Ra. Kakak gue udah meninggal kata Mama." Alan menunduk mendengar ucapan adiknya.

"Ini kakak, aku kakak kamu. Kita saudara kandung, Flo. Tolong ijinkan kakak menjelaskan semuanya." Lirih Alan terisak. Ia membawa Flo kepelukannya tanpa menghiraukan penolakan dari gadis yang sebenarnya adik kandung Alan.

Alan menceritakan semuanya kepada sang adik. Dimulai dari ia diculik bahkan saat orang tua mereka dibunuh dengan sengaja. Semua ia ceritakan tanpa ada yang dikurangi atau dilebihkan.

Tatapan Flo kosong setelah mendengar cerita Alan. Ia menatap laki-laki di depannya. Satu yang baru Flo sadari, keduanya memiliki warna mata yang sama.

"Kakak," panggil Flo akhirnya. Alan tersenyum puas mendengar panggilan pertama dari adiknya. Keduanya saling berpelukan dengan erat seolah tak ada hari esok.

Ara pun ikut terbuai, ia mengusap air matanya yang turun. Dipeluknya Erlan dengan erat menumpahkan tangisannya. Ara senang, setidaknya Flo sekarang tidak sendiri lagi. Semoga mulai hari ini kebahagiaan selalu menghampiri Flo, ia tidak sanggup lagi melihat penderitaan sahabatnya.

"Dimana orang yang bunuh Papa dan Mama, Kak?"

"Orang itu yang merawat kakak. Dia sudah diamankan Kakek Eroz. Saat ini kita harus menyusun rencana untuk menangkap Oscar dan Venus. Mereka harus membayar ini semua." ucap Alan tegas.

"Besok kita kumpul, gue juga gak sabar untuk menangkap mereka. Semua yang mereka lakukan selama ini harus dibayar. Bukankah udah saatnya dia membayar apa yang di lakukan ke keluarga gue, Ara dan lo?" Tatapan Erlan menyeringai. Sekarang sudah waktunya laki-laki itu mendekam di jeruji besi. Atau bila perlu dia harus dihukum mati untuk membayar nyawa yang telah mereka hilangkan.

"Kita harus menyusun rencana matang. Oscar bukan orang biasa yang mudah kita kelabui." Mereka mengangguk kompak. Pikiran mereka bercabang memikirkan rencana untuk menjebak Oscar dan Venus."

"Besok kita ke rumah Kakek. Para orang tua juga harus ikut campur dalam masalah ini. Karena penangkapan Oscar dab Venus tidak mudah dan membutuhkan strategi yang matang." Ara berucap dengan tegas.

"Kita perlu bantuan Mona." Alan menatap ketiganya dengan serius.

"Undang dia untuk kerumah Kakek besok." Erlan tersenyum tipis. "Oscar, tunggu giliranmu."

—to be continue—

HALO SEMUA GIMANA PART INI?

Udah jelas dong siapa adik kandung Alan sebenarnya. Jadi bukan Ara atau Cacha ya 😝😝

APAKAH KALIAN TERKEJUT??

Setelah part ini di publish. Maka sebentar lagi kita akan berada di puncak konflik.

SIAPKAN HATI UNTUK MENGHADAPI PART SELANJUTNYA. KENCANGKAN SABUK PENGAMAN KALIAN BESTIE📈📈

UDAH SIAP PART SELANJUTNYA?
RAMAIKAN KOLOM KOMENTAR YUK☠️☠️

ARE YOU READY FOR THE BIG WAR⁉️
____
Terima kasih sudah membaca ELARA, jangan lupa VOTE dan COMMENT biar aku semangat ngetiknya! 🥰💜
____

UDAH SIAP BUAT PART 51? SPAM KOMEN BIAR AKU CEPET - CEPET UPDATE!

AKU MAU LIAT ANTUSIAS READERS ELARA YANG PADA GERCEP INI!! ❤️‍🔥❤️‍🔥

FOLLOW IG: @kanarsv

READY BUAT PART SELANJUTNYA?

SPAM KOMEN APA AJA DISINI!

•••••

TANDAI JIKA ADA TYPO ATAU KESALAHAN PENULISAN YA!

Thank you 💜
See you next part!

Continue Reading

You'll Also Like

KANAGARA [END] By isma_rh

Mystery / Thriller

7.7M 552K 93
[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tahun lalu sempat beredar hingga gempar, me...
47.7K 6K 40
Semuanya gara-gara seekor tikus yang lewat, Alleana dan Ravenzy malah berakhir menikah. Series pertama Gilbert #3 wonyoung #2 winmcnd #4 wonyoungizon...
208K 5.8K 50
[Budayakan VOTE Sebelum Membaca] The Billionaire Prison [Love is Difficult] Sungai Thames, London. 📌 "Bersihkan semua, jangan sampai ada yang tertin...