Youniverse

Por secondaybreak

19.1K 2.6K 741

"We found each other and our universe was born." Cuma cerita dari semesta lain Bangtanvelvet. Bangtanvelvet... Mais

Cast
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu

Dua Belas

586 105 14
Por secondaybreak

"Sama-sama, Dok. Ngomong-ngomong kita udah kayak pasangan yang lagi kencan ya kalo kayak gini?"

Uhuk.

Irene tiba-tiba tersedak air liurnya. Apa dia bilang barusan? Pasangan yang sedang kencan?

Jendra Wiguna Malik ini benar-benar aneh.

Irene tidak akan pernah lupa bagaimana ia pertama kali kenal Jendra dengan cara yang juga tidak biasa.

.

.

"Mbak, tahan, Mbak. Jangan ngelakuin hal bodoh di sini. Ini rumah sakit. Semua bisa diomongin baik-baik."

Suasana tegang menyelimuti salah satu bangsal rawat inap rumah sakit. Beberapa koass, seorang dokter dan perawat terlihat sedang menenangkan seorang pasien, termasuk Irene salah satunya. Orang yang barusan berbicara adalah seorang dokter anestesi yang baru bertugas beberapa bulan di rumah sakit yang sama dengan Irene.

"Kalian semua ngga ngerti. Udah ngga ada lagi yang peduli sama saya. Biarin saya mati. Jangan ada yang mendekat kalau ngga saya bakal bunuh diri sekarang!" pasien itu kembali mengeluarkan ancaman.

Irene yang sedari tadi diam saja, tiba-tiba merasa geram. Bagaimana bisa dia berniat mengakhiri hidup hanya karena patah hati?

"Mbak, denger ya. Mbak bukan satu-satunya orang yang patah hati karena ngga jadi nikah. Di luar sana ada orang yang bernasib sama dengan Mbak tapi mereka mutusin untuk melanjutkan hidup daripada sekedar meratapi nasib yang kurang beruntung. Percaya sama saya Mbak, dia bukan orang yang pantas buat Mbak. Jadi, sekarang turunin guntingnya, kita bisa omongin ini baik-baik" akhirnya Irene angkat bicara.

"Dokter tau apa tentang perasaan saya? Memangnya dokter pernah ngerasain ditinggal nikah sama tunangan dokter?"

"Kalau iya kenapa? Mbak bukan satu-satunya yang menderita. Pernikahan saya dibatalkan seminggu sebelum hari H dan saya masih hidup. Jadi, tolong jangan gegabah. Di luar sana banyak yang sakit keras dan masih pengen hidup lama. Mbak harusnya bersyukur masih dikasih kesempatan hidup" Irene tidak sadar telah membuka kembali rahasia yang ingin ditutupnya rapat-rapat. Tapi demi keselamatan pasien, Irene memutuskan menyimpan rasa malunya di tempat lain, setidaknya untuk saat ini.

"Sayangnya saya bukan Dokter. Jadi, biarin saya mati hari ini..."

"STOP! Gini aja. Gimana kalo kita main teka-teki? Mbak boleh bunuh diri kalo Mbak bisa jawab pertanyaan saya."

Itu suara Dokter anestesi yang bernama Jendra Wiguna Malik. Semua orang sontak melotot ke arah Jendra, termasuk Irene. Bagaimana bisa di saat genting seperti ini dia malah mengajak main tebak-tebakan?

"Dokter mau main-main sama saya?"

"Saya serius. Saya mulai sekarang. Kalau ngga bisa jawab, Mbak harus serahin gunting itu ke saya. Kuda apa yang bikin orang bahagia?"

Pasien tersebut terlihat berpikir, begitu juga dengan petugas yang ada di bangsal.

1 detik

2 detik

3 detik

Jendra segera mengambil langkah kemudian merebut gunting dari tangan pasien kemudian mengambil sesuatu dari saku jasnya kemudian menusukkan ke lengan pasien tersebut.

"Maaf Mbak, waktu habis" bisik Jendra sebelum pasien tersebut tidak sadarkan diri akibat obat bius yang disuntikkan Jendra.

Drama hari itu berakhir dengan sorak sorai para perawat dan koass atas strategi aneh Jendra yang ternyata berhasil. Irene akhirnya bernafas lega setelah drama menegangkan tersebut selesai. Tepat saat dia akan meninggalkan ruangan, seseorang menahan lengannya. Itu Jendra.

"Ikut saya, Dok."

Irene tertegun, kemudian saat sadar jasnya ada noda darah, Irene tahu bahwa dia terluka saat mencoba menghentikan pasien tadi.

"Saya ngga apa-apa."

Jendra mendekat kemudian berbisik pada Irene.

"Dokter ngga mau bikin orang-orang pada khawatir kan?"

Irene terdiam kemudian memutuskan ikut dengan Jendra. Itu adalah pertama kalinya dalam hidup seorang Irene Dhatu Anandya mendapatkan pertolongan pertama dari rekan se-profesinya. Selama ini Irene selalu memastikan keselamatannya dan berusaha untuk tidak merepotkan orang lain.

"Lain kali hati-hati, Dok. Pasien kadang suka nekad. Syukurlah lukanya ngga dalam. Kan ngga lucu dokter spesialis bedah dapat jahitan karena habis adegan action sama pasien."

Irene memutar matanya dengan malas.

"Ngga lucu, Dok. Lagian, tadi itu bukan strategi yang bagus."

"Tapi, berhasil kan? Coba ngga saya alihkan perhatiannya pake teka-teki, pasti dia masih ngamuk".

"Saya pikir Dokter bakal milih strategi yang keren."

"Hahaha, yang penting berhasil Dok. Eh, ngomong-ngomong berarti rumor itu bener dong."

Irene terdiam sejenak.

"Rumor?"

"Rumor kalo Dokter Irene batal nikah".

Irene segera melayangkan tatapan membunuh ke arah Jendra.

"Tolong ya, Dok. Manner-nya dijaga. Dokter masih baru kan di sini?"

"Tadinya saya mau konfirmasi langsung sama Dokter. Tapi Dokter udah ngejelasin waktu ngadepin pasien tadi. Berarti saya ngga salah dong, ya?"

Wajah Irene seketika memerah antara kesal dan malu kemudian ia kembali berucap pada dokter di depannya, "udah selesai kan? Saya masih ada kerjaan."

Jendra pun berdiri sembari membereskan peralatannya kemudian tersenyum pada Irene.

"Saya bercanda, Dok. Jangan masukkin hati. Lagian, itu bukan aib kok. Loving someone is hard. Sometimes it doesn't work like what we expected. In the end we realized that it's better to let them go. By the way, selamat bekerja, Dok. Sampai ketemu lagi di ruang O.K."

Irene hampir saja menampar Jendra kalau dia tidak mendengar kalimat terakhir pria itu. Apa yang dikatakan Jendra benar. Saat itu Irene diam-diam berterima kasih pada Jendra karena Irene tidak lagi merasa malu dengan masa lalunya. Tidak ada yang salah. Irene dengan mantan tunangannya hanya tidak berjodoh dan itu bukan sesuatu yang memalukan. Irene tidak bisa menghapus masa lalunya tapi Irene bisa belajar dari sana.

.

.

Irene yang tadinya ingin mendelik pada Jendra akhirnya hanya bisa tersenyum setelah mengingat pertemuan pertamanya dengan Jendra beberapa tahun silam. Irene harusnya tidak heran dengan kelakuan Jendra yang aneh begini. Justru dengan karakternya yang seperti ini Jendra mudah bergaul dengan siapapun tak peduli umur. Seantero rumah sakit tidak ada yang tidak mengenal Jendra bahkan satpam rumah sakit sekali pun mengenal siapa itu Jendra Wiguna Malik.

Irene tidak tahu apakah dia harus marah atau justru berterima kasih. Kalau tidak ada Jendra, mungkin nasib Irene hari ini hanya sekedar menjadi obat nyamuk di pertemuan pertama Saras dengan pria yang akan dijodohkan dengan sepupunya itu. Beruntung karena ternyata orang yang akan dijodohkan dengan Saras adalah sepupu Jendra dan Jendra juga ikut. Irene akhirnya tidak sendirian dan menjadi obat nyamuk.

ooOoo

Sampai detik dimana Dirga bertemu dengan Saras, Dirga masih belum mengerti bagaimana semesta bekerja. Jika berhubungan dengan pekerjaannya sehari-hari, Dirga pasti tidak akan merasakan perasaan secanggung ini. Ya, Dirga sebenarnya sedang menutupi kecanggungannya dengan suara tawa yang lebih keras dan kedengarannya sangat tidak Dirga sekali.

Kalau hari ini salah satu karyawannya tidak sengaja melihatnya di sini, mereka pasti akan melongo dan berakhir dengan menertawakannya saat melihat betapa konyolnya Dirga sekarang.

Ini pertama kalinya Dirga mengikuti perjodohan keluarga dan Dirga harus mengakui kalau perjodohan keluarga seperti ini bukan tipenya sama sekali. Dirga benar-benar tidak suka berada di dalam kecanggungan seperti ini.

Ah, kalau berbicara tentang Saras, Dirga cukup lega karena dia seumuran dengan Saras yang kebetulan adalah adik sepupu Dokter Irene, rekan seprofesi Jendra di rumah sakit. Ini juga salah satu hal yang membuat Dirga masih bertanya-tanya tentang konspirasi semesta.

Dunia itu selebar daun kelor, kata pepatah. Kenyataannya memang begitu. Mirisnya, Jendra dan Irene justru meninggalkannya berdua saja dengan Saras. Padahal tadi Jendra bilang akan menemaninya sampai selesai. Jendra Wiguna Malik itu memang sulit dipercaya.

"Dirga? Kamu ngeliatin apa? Ada yang aneh di muka aku?" suara Saras akhirnya menyadarkan Dirga yang memang sedang melamun daritadi.

"Eh? Ga kok, ga ada. Tadi kamu ngomong apaan, Ras?" Dirga kemudian merespon sambil terkekeh.

Raka Dirgantara Malik mungkin salah satu orang yang disegani di kantornya. Muda, mapan, pekerja keras dan tentu saja tampan. Tapi, ternyata seorang Dirga bisa merasa canggung juga berhadapan dengan orang yang baru ia temui.

"Aku ga nyangka ternyata sepupu kita satu tempat kerja" kata Saras kemudian.

"Iya, sama, Ras. Saya juga ga nyangka. Ternyata dunia itu bisa sesempit ini" balas Dirga.

"Eiya, kamu tadi bilang ga nyaritau apapun soal orang yang bakal dikenalin ke kamu. Jadi beneran kamu tuh udah pasrah sama perjodohan ini?"

"Ehm, sebenarnya bukan pasrah sih. Kakek saya ga ngasih tau emang. Katanya yang penting ketemu dulu. Syukur kalo cocok."

"Berarti bukan karena kamu mau-mau aja dijodohin kan? Soalnya aku tuh masih ga ngerti kenapa pake acara ngejodoh-jodohin segala."

"Kalo gitu, kamu mau ketemu sama saya karena apa?"

"Karena aku menghargai ayahku. Tapi aku udah bilang kalau aku punya pilihan sendiri. Aku setuju untuk ketemu buat bilang juga kalau aku udah punya pilihan sendiri."

"Wah, sudut pandang kamu menarik juga. Saya senang karena kita seumuran. Jadi ngobrolnya bisa lebih enak."

"Iya, setuju. Aku tadinya udah nyiapin kata-kata buat jaga-jaga. Pas tau kita seumuran, aku malah jadi ga kepikiran sama sekali."

Dirga kembali terkekeh. Untung saja Saras tidak tahu kalau daritadi Dirga berusaha menutupi kecanggungannya. Tolong ingatkan Dirga untuk belajar lagi cara mengobrol dengan perempuan yang baik dan benar. Apa Dirga harus berguru dulu ke Abim?

"Eh, ngomong-ngomong soal Kak Irene sama Mas Jendra, kamu tau sesuatu ga tentang mereka?"

"Emang ada apa? Bang Jendra ga pernah cerita soalnya."

Saras kemudian tertawa dan Dirga hanya menatap Saras dengan raut kebingungan yang terpancar jelas di wajahnya.

"Kalo dilihat-lihat mereka cocok banget" ucap Saras dan Dirga hanya bisa melongo.

"Eh? Gimana, Ras?"

"Tapi kayaknya Mas Jendra bakal dijodohin juga ya, Ga? Padahal kalau sama Mba Irene cocok banget loh."

"Ah, itu... Iya, sayang banget Bang Jendra juga bakal dijodohin. Tapi, saya sendiri ngga tau apa Bang Jendra udah punya pilihan sendiri atau belum. Padahal sebenarnya kalo punya pilihan sendiri sih lebih bagus daripada ikut perjodohan dan ngga tau apa-apa" ucap Dirga.

"Kamu mau aku kenalin ngga sama kenalanku, Ga"

"Hahaha, ngga usah repot-repot, Ras."

"Tapi, kalo aku nikah kamu harus datang loh, Ga. Ajak Mas Jendra juga."

"Kamu masih ada niatan ngejodohin Bang Jendra sama Dokter Irene?"

"Kalo ada kesempatan, kenapa engga?"

"Ya ampun, Saras. Kamu orangnya gigih juga, ya?"

"Sayang banget tau, Ga."

"Ini kenapa jadi kamu yang semangat ngejodohin orang?"

"Soalnya mereka serasi gitu, jadi sayang kalo ga dijodohin hahaha"

Dirga hanya bisa tersenyum sambil geleng-geleng kepala mendengar jawaban Saras.

ooOoo

Jendra dan Irene kini duduk berdua di salah satu food court yang tidak jauh dari area bermain mereka tadi.

"Dok..." panggil Jendra pada Irene yang sedari tadi sibuk memandangi boneka pemberiannya.

"Iya?" Irene akhirnya menoleh ke arah Jendra.

"Bonekanya bagus, ya?"

"Iya, bagus."

"Pantesan daritadi lupa kalo saya ada di sini."

"Eh, maaf Dok. Jadi gimana?"

"Dokter Irene udah tahu sejak awal soal rencana perjodohan keluarga saya, kan? Bukan karena omongan orang-orang di rumah sakit apalagi karena akun gosip."

"Ah, itu. Saya tau dari orang-orang di rumah sakit awalnya. Terus setelah itu ternyata Saras yang mau dikenalin sama salah satu anggota keluarga Malik. Saya pikir orangnya Dokter Jendra."

"Trus Dokter Irene mau nemenin karena ngiranya itu saya?"

"Saras yang minta saya sejak awal. Tapi saya ga ngomong soal tebakan saya ke dia. Takut dia shock duluan. Eh tapi, kenapa bukan Dokter Jendra yang dijodohkan duluan? Dokter Jendra kan cucu pertama"

"Saya juga mikirnya saya duluan. Eh ternyata si Dirga. Mungkin karena Dirga lebih butuh pasangan daripada saya, Dok."

Irene lantas tertawa.

"Ternyata gosip kalo Dokter Jendra receh itu bener, ya?"

"Siapa yang bilang saya receh?"

"Tuh barusan Dokter Jendra ngereceh."

"Dokter Irene yang receh. Padahal saya ngomongnya serius tapi Dokter Irene malah ketawa. Berarti kan selera humor Dokter Irene yang receh."

Irene kembali tertawa. Menurutnya Jendra benar-benar lucu.

"Dok, saya boleh nanya gak?" tanya Jendra setelahnya.

"Soal apa?"

Sesaat sebelum Jendra bertanya pada Irene, ponselnya bergetar. Ia lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya.

"Bentar, Dok. Saya angkat dulu ya, dari Dirga nih. Hmm, napa Ga? Udah selesai lo?"

"Bang Jendra lagi dimana?"

"Lagi ngedate gue. Emangnya lo doang yang bisa ngedate?"

"Dih, siapa juga yang ngedate? Ayo pulang. Gue udah kelar."

"Cepet amat."

"Ya emang mau sampai kapan, Bang?"

"Trus gimana?"

"Ntar gw ceritain deh. Lo cepetan balik sini. Parah lo, Bang. Bawa kabur anak orang."

"Bukan bawa kabur tapi menyelamatkan. Daripada jadi obat nyamuk."

"Ya udah, buru balik ke sini."

"Ganggu aja lo, ah. Iya, habis ini gue balik ke sana."

Setelah sambungan teleponnya terputus, Jendra kembali meletakkan ponselnya di saku miliknya.

"Udah selesai, ya?" tanya Irene setelah Jendra selesai menerima telepon dari Dirga.

"Iya. Padahal saya masih pengen ngobrol sama Dokter Irene."

"Ya udah, ayo balik aja Dok."

"Oke," ucap Jendra yang akhirnya menyetujui ajakan Irene.

Jendra dan Irene pun kembali ke kafe tempat mereka bertemu tadi. Beruntung mereka tidak terlalu jauh berjalan.

"Dokter Jendra mau nanya apa tadi?" tanya Irene saat mereka berjalan menuju kafe.

"Oh, itu. Tentang sepupu Dokter Irene."

"Saras?"

"Iya. Wajahnya familiar. Dia public figure, ya?"

Irene terkejut dengan pertanyaan Jendra. Ia pikir Jendra ingin menanyakan sesuatu yang serius.

"Iya, Saras itu model."

"Aaah, pantesan wajahnya ga asing."

"Saya boleh nanya ga, Dok?" tanya Irene setelahnya.

"Iya, boleh. Mau nanya apa, Dok?"

"Dokter Jendra ngga masalah dengan perjodohan kayak gini?"

"Mau jawaban jujur atau engga jujur?"

"Terserah Dokter Jendra aja."

"Ya udah, karena yang nanya Dokter Irene saya jawab jujur deh. Sebenarnya saya ga setuju, Dok. Tapi karena ini semacam formalitas keluarga jadi saya ga punya pilihan. Untungnya kakek saya ngga maksa."

"Ngga maksa? Bukannya ikut perjodohan kayak gini itu semacam pemaksaan?"

"Iya sih, tapi ga maksa yang saya maksud di sini tuh misal kita ga suka sama yang dikenalin ke kita, kita bisa nolak dan mundur dari perjodohan."

"Ooh, gitu. Berarti cuma kenalan aja, ya?"

"Iyap. Kalau cocok, bagus. Ngga cocok juga ga masalah."

"Pantesan aja Dokter Jendra ga keliatan terbebani sama sekali meskipun semua orang heboh sama kabar perjodohan keluarga Malik."

"Kalo dibilang ga terbebani sama sekali ya terbebani sih, Dok. Tapi saya berusaha sebisa mungkin buat mengeliminasi hal-hal yang bikin saya stres. Hidup saya udah berat, jadi saya ga mau nambahin beban hidup saya dengan mikirin hal-hal yang ngga bisa saya handle dengan tangan saya yang cuma dua ini. Go with the flow adalah langkah yang saya ambil sekarang biar saya tetap happy."

Irene tersenyum mendengar penjelasan Jendra. Nada ucapannya memang terdengar bercanda, tapi Irene tahu bahwa Jendra serius mengatakannya.

"Misal Dokter Jendra punya pilihan sendiri tapi di saat yang sama Dokter Jendra harus ikut perjodohan keluarga, apa Dokter Jendra bakal tetap go with the flow?"

Langkah Jendra terhenti, tepat saat mereka sudah sampai di seberang kafe. Pertanyaan Irene barusan tiba-tiba saja membuatnya tertegun. Alasannya sederhana. Jendra tidak pernah memikirkan kondisi yang mungkin saja terjadi padanya.

Tapi, memangnya sekarang Jendra punya pilihan sendiri?

Kalau diberi pilihan, Jendra mungkin akan lebih memilih untuk tidak ikut perjodohan keluarga.

ooOoo

Continuar a ler

Também vai Gostar

47.6K 10.5K 121
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
48.3K 5.9K 27
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
65K 12.5K 22
Lisa adalah segalanya untuk Jennie, Jennie adalah segalanya untuk Lisa. Kehidupan pernikahan mereka tidak berjalan seperti yang mereka ekspektasikan...
51.1K 2.3K 42
Almeera Azzahra Alfatunnisa Ghozali seorang dokter muda yang tiba-tiba bertemu jodohnya untuk pertama kali di klinik tempatnya bekerja. Latar belakan...