๐—” ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—• (โœ”)

Par salmanurjanah64

15.4K 2.4K 141

Tentang Arumi, murid baru yang menjadi target bully di kelasnya sendiri karena menolak panitia OSIS yang mema... Plus

Cast Tokoh SMA
SMA๐Ÿ Tragedi Hari Pertama
SMA๐Ÿ Terlambat Itu Masalah
SMA๐Ÿ Ketemu Hantu Sekolah
SMA๐Ÿ Pura-Pura Tidak Tahu
SMA๐Ÿ Dibalik Ributnya Dunia
SMA๐Ÿ Derita Jadi Anak Baru
SMA๐Ÿ Tetap Bertanggung Jawab
SMA๐Ÿ Ingatan Kurang Jelas
SMA๐Ÿ Rahasia Kelas IPA B
SMA๐Ÿ Ketua Kelas Atau Babu?
SMA๐Ÿ Jatuh Cinta Beneran
SMA๐Ÿ Mendadak Jadi Perhatian
SMA๐Ÿ Salahkah Jika Berubah?
SMA๐Ÿ Matematika Mati Rasa
SMA๐Ÿ Rumus Hadapi Playboy
SMA๐Ÿ Perang Dunia Asmara
SMA๐Ÿ Gara-Gara Diputusin
SMA๐Ÿ Gosip Skandal Sekolah
SMA๐Ÿ Cuma Anak Pembantu?!
SMA๐Ÿ Sudah Terlalu Hancur
SMA๐Ÿ Malaikat Pembawa Cerita
SMA๐Ÿ Arumi Bagian Anak IPA
SMA๐Ÿ Kamu Tidak Sendirian
SMA๐Ÿ Jarak Semakin Dekat
SMA๐Ÿ Mencari Sosok Pengganti
SMA๐Ÿ Smile Sticker Random Xxxx
SMA๐Ÿ Kenyataan Untuk Intan
SMA๐Ÿ Tidak Sengaja Bertemu
SMA๐Ÿ Ujian Tengah Semester
SMA๐Ÿ Gara-Gara Ketiduran
SMA๐Ÿ Misi Untuk Arumi
SMA๐Ÿ Hampir Saja Bertemu
SMA๐Ÿ Panggilan Sayang Arumi
SMA๐Ÿ Mereka Tidak Berbeda
SMA๐Ÿ Arumi Syerellia Angkasa
SMA๐Ÿ Masalah Terus Bertambah
SMA๐Ÿ Untuk Pertama Kalinya
SMA๐Ÿ Tidak Masuk Sekolah
SMA๐Ÿ Tidak Tahu Dimana
SMA๐Ÿ Setelah Seminggu Berlalu
SMA๐Ÿ Disuatu Malam Panjang
SMA๐Ÿ Penjelasan Dari Dokter
SMA๐Ÿ Hari Penuh Kejutan
SMA๐Ÿ Kesempatan Dikesempitan
SMA๐Ÿ Ada Apa Dengan Rian?
SMA๐Ÿ Membiasakan Diri Tanpanya
SMA๐Ÿ Baik, Hukuman Berikutnya
SMA๐Ÿ Legenda Tangkuban Perahu
SMA๐Ÿ Manusia dan Masalahnya
SMA๐Ÿ Di Sisa-Sisa Keajaiban
SMA๐Ÿ Deretan Peristiwa Mengejutkan
SMA๐Ÿ Satu Bulan Kemudian
SMA๐Ÿ PEMBERITAHUAN

SMA๐Ÿ Antara Bayu dan Rian

208 38 3
Par salmanurjanah64

"Untuk obat-obatan, sebenarnya itu semua hanya sebagai pereda. Bukan menyembuhkan." Jelas dokter Irawan.

Bayu mengusap wajahnya pias. Ia pikir, obat yang Arumi konsumsi selama ini untuk menyembuhkan penyakitnya.

"Operasi Om?" Kali ini Rian yang bertanya.

Laki-laki itu terlihat berpikir beberapa saat. "Seandainya Arumi mau, saya pasti melakukannya sejak beberapa bulan lalu. Tapi sayangnya dia selalu menolak."

"Seharusnya Om nggak usah dengerin kata dia! Tugas dokter itu untuk nyembuhin pasien!" Sahut Bayu yang terbawa emosi.

"Bayu!" Tegur Rian karena adiknya bersikap tak sopan.

"Itu baru bisa dilakukan kalau pihak keluarga menginginkan dan memberikan izin. Tapi selama ini tidak ada. Kalaupun harus dioperasi sekarang, kita butuh waktu cukup lama karena harus mencari pendonor sum-sum tulang belakang yang cocok untuk Arumi. Virus ditubuhnya sudah menyebar kemana-mana."

Semenit, tiga orang laki-laki itu terdiam dengan topik pemikiran yang sama.

Bayu berdiri. "Gue keluar duluan Bang." Katanya lalu berlalu.

Melangkah gontai dengan tatapan kosong. Bayu benar-benar menyesal baru mengetahui kalau obat yang selama ini Arumi konsumsi tak bisa menolong gadis itu samasekali.

Langkahnya berhenti di depan ruangan ICU yang terkunci rapat. Hanya perawat dan dokter yang boleh masuk ke dalam.

Yang bisa ia lakukan hanya memandangi Arumi dari kaca persegi yang disediakan. Didalam sana, Arumi terlihat begitu tenang meski dengan alat bantu pernafasan.

Bayu mengetuk-ngetuk kaca didepanya sambil tertawa miris, air matanya jatuh begitu saja.

Ia menoleh ketika Rian mengusap-usap pundaknya pelan.

"Dia pasti sembuh. Kata dokter Irawan dia anak yang kuat." Kata Rian berusaha menenangkan meskipun saat ini ia sendiri benar-benar tak menyangka kembali bertemu dengan Arumi dalam keadaan seperti ini.

"Gue nggak ngerti lagi kalau Tuhan tega ngambil Arumi. Kenapa harus dia! Kenapa semua orang yang gue sayang selalu aja ninggalin gue dengan cara nggak adil kayak gini!"

Rian terdiam, setelah sekian tahun kejadian beberapa tahun lalu, baru kali ini ia kembali melihat Bayu mengeluarkan air matanya.

Memasuki senja, Rian memutuskan pulang dengan perasaan tak tenang, sedangkan Bayu tetap menunggu.

__________________

"Jangan kasih tahu siapa-siapa yaah?"

Bayu terdiam, menelan liur berulang kali, ia tidak akan membiarkan air matanya keluar lagi didepan Arumi.

"Aku nggak mau bikin susah ayah."

Bayu tak juga menyahut.

"Bay... Janji sama gue." Kali ini Arumi menggerakkan jarinya lemah, bergetar memegang lengan Bayu disisi ranjang. Bayu cepat menggenggam jarinya sambil mengangguk cepat.

"Apa?" Tanya Arumi dengan tatapan sayu.

"Janji nggak akan kasih tahu siapa-siapa." Jawab Bayu.

"Makasih..." Arumi tersenyum tipis lalu menatap langit-langit ruangan lama. Ia biarkan jemarinya digenggam Bayu.

Beberapa menit kemudian, seorang perawat masuk membawa nampan berisi mangkok dan segelas air.

Arumi menatap bingung dan menoleh pada Bayu. Laki-laki itu melepas jemari Arumi dan menghampiri si perawat yang meletakan nampan ditangannya ke nakas.

"Biar saya aja yang nyuapin..."

"Oh... Iya Mas. Kalau ada apa-apa tekan aja tombolnya." Sahut perawat itu lalu berlalu.

Arumi masih menatap bingung tak mengerti.

"Waktunya sarapan..." Ucap Bayu menatap Arumi.

"Pagi?"

"Iya."

"Kok lo nggak ngasih tau gue?"

"Lo kan nggak nanya. Yuk ah, dua hari lo cuma minum infus doang." Kata Bayu lagi yang membuat Arumi semakin linglung.

"Dua hari? Maksud lo gue disini udah dua hari?"

"Emm... Nggak mandi, nggak makan, nggak ngapa-ngapain..."

"Terus lo kok disini?"

Gantian Bayu menatap bingung.

"Nungguin lo?"

"Nggak sekolah?"

"Urusan gampang..."

Arumi terdiam, berusaha mengingat kapan dan dimana ia pingsan. Tapi Arumi benar-benar tak mengingatnya.

Bayu membantunya bangun, bersandar pada bantal yang sudah disusun jadi dua.

"Lo harusnya sekolah. Gue kan ada perawat yang ngurusin. Oh ya..." Arumi menatap sekeliling ruangan mencari tasnya. "Tas gue mana?"

"Ya ampun gue lupa. Gue titipin di mobil kakak gue."

"Emm... Nanti tolong ambilin uang gue di ATM yaah. Kartunya ada didalam tas kok."

"Iya. Sekarang yang penting lo makan dulu dan jangan mikir macem-macem." Peringatan Bayu sambil mengarahkan sesendok bubur ke mulut Arumi.

Arumi mengulumnya pelan dan menelan perlahan.

"Pasti nggak enak yaa? Nggak ada rasanya."

Arumi hanya tersenyum.

"Bay..."

"Hmm..."

"Besok lo sekolah yaah?"

Bayu tak menyahut. Bagaimana mungkin dia sekolah sedangkan Arumi dirumah sakit.

Mengangguk, "Nggak janji tapi..."

"Udah ah... Males gue makan..."

"Eh... Lo baru makan dua sendok."

Arumi diam tak menyahut, menatap infus yang tinggal seperempat disamping ranjangnya. Ada rasa bersalah sudah membuat Bayu ikut campur terlalu dalam tentang hidupnya. Dan tentu saja ini merepotkan laki-laki itu.

"Mi..."

Arumi tak menoleh.

"Oke gue besok sekolah. Tapi syaratnya lo harus habisin buburnya."

"Beneran?"

"Em."

Diluar ruangan, Rian tengah berdiri memperhatikan mereka berdua sambil menggenggam kotak makanan.

You know when to keep going and stop.

____________

"Saya tanya sekali lagi sama kamu, apa benar kamu tidak tahu kenapa Arumi tidak masuk sekolah beberapa hari ini?" Tanya Pak Agus ribut sendiri. Dua hari ini, banyak guru datang dan melaporkan absensi kelas yang dipegangnya.

"Sakit Pak." Jawab Bayu akhirnya setelah hampir setengah jam diinterogasi. Untungnya sekarang ia sudah bebas dari tanggung jawabnya sebagai ketua OSIS, jadi tak banyak yang harus dikhawatirkan.

"Sa-kit?" Ulang Pak Agus dengan ekspresi kesal. "Kamu tahu berapa menit waktu yang kita buang dari tadi? Apa susahnya kamu bilang kalau Arumi sakit. Tidak perlu sampai saya panggil ke sini!" Lanjut Pak Agus mengomeli Bayu.

Bayu diam saja. Tentu ia memiliki alasan yang jelas kenapa bungkam ketika guru mengabsen dan menanyakan kemana Arumi. Perempuan itu yang memintanya.

"Lalu kenapa ketika saya menelfon orang tuanya, mereka bilang tidak tahu?"

Bayu menggeleng lalu setelah itu pamit berlalu.

Ditempat lain, Rian tengah berdiri di depan gerbang rumah Arumi. Seorang perempuan paruh baya membukanya.

"Cari siapa yaa?"

"Ada Bapak sama Ibunya Arumi?"

"Oh... Mereka berangkat ke kantor Mas. Ada apa yaa? Nanti saya sampaikan."

Rian terdiam sesaat lalu bertanya lagi. "Bisa minta alamat kantornya, soalnya ada yang ingin saya sampaikan..."

"Ohh... Iya-iya. Mereka kerja di PT. Griya Karya. Mas tanya aja ke penjaga disana pasti tahu sama Ibu Vania. Soalnya beliau anak dari pemilik perusahaan." Jelas perempuan itu.

Rian pamit lalu memutar mobilnya keluar gang. Dia sudah lama tinggal di Bandung, dan dia tahu dimana letak perusahaan yang ada di pusat kota itu.

Sekitar sepuluh menit, Rian sampai, tetapi mobilnya tak bisa langsung masuk karena diberhentikan oleh satpam yang berjaga.

Menurunkan kaca mobilnya, Rian benar-benar tidak tahu menjawab apa ketika si Satpam meminta kartu karyawan.

"Saya bukan karyawan disini pak."

"Lalu?"

"Saya ada urusan penting sama Ibu Vania."

Satpam itu terdiam sebentar.

"Ada janji temu?"

Satpam itu terlihat berpikir.

Mencari inisiatif agar tak diinterogasi berlebihan hingga akhirnya dilarang masuk, Rian terpaksa berbohong. Pura-pura mengangkat telfon, ia mengeraskan suaranya agar si satpam mendengarkan.

"Oh... PT. Griya Karya kan Bu?"

"Iya. Ini saya sudah didepan."

"Ohh... Meeting lima menit lagi. Baik Bu saya segera ke ruangan sekarang..."

Kata Rian berpura-pura lalu cepat mematikan ponselnya. Satpam tadi langsung melambaikan tangan tanda lanjut jalan.

Memarkirkan mobilnya, Rian bergegas masuk.

Setelah mendapatkan alamat ruangan suami Bu Vania yang tak lain ayah kandung Arumi dari penjaga lobi didepan, ia langsung mencari lift untuk naik ke lantai sembilan.

Sampai didepan ruangan yang dimaksud, Rian mengetuk ragu.

Dari dalam terdengar suara menyahut, "Masuk!"

Rian melongok, terlihat seorang laki-laki paruh baya yang sekilas ada kemiripan dengan Arumi.

"Dengan Pak Bram?" Tanya Rian memastikan.

"Iya. Silahkan..." Sambut laki-laki itu dengan sorot mata bingung.

"Saya Brian Aji Permana."

Laki-laki itu mengangguk masih dengan ekspresi bingung. Mungkin bertanya-tanya kenapa tiba-tiba ada orang asing datang ke ruangannya tanpa ada pemberitahuan sebelumnya.

"Kalau boleh tahu, apa yang membawa anda kesini?"

"Bukan apa-apa. Saya tahu ini terlambat, dan saya tidak ingin menyesal apalagi merasa bersalah jika tidak memberitahukan hal ini pada Anda sebagai ayah kandung Arumi." Mulai Rian yang membuat Bram memasang wajah tegang.

"Selama ini Arumi sakit meningitis sudah parah. Saya sangat berharap anda bisa menjadi figur ayah untuk terakhir kalinya. Ini alamat dia dirawat." Ucap Rian singkat seraya meletakan sebuah kertas berisi nama rumah sakit serta nomor ruang rawat Arumi. Setelah itu, tanpa pamit ia berdiri meninggalkan Bram yang tidak berkata sepatahpun.

Faktanya dalam kehidupan ini, terkadang jujur salah dan bohong adalah pilihan yang harus dilakukan.

__________________

Kepada yang kemarin dijanjiin mau update, maaf yaaaa nggak update. Soalnya ngerjain tugas UAS.

InsyaAllah, hari ini kalau otaknya encer bakal update lagi buat ganti wkwkkw

Jangan lupa vote yaaaa...

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

10.5K 671 36
Tentang cerita yang telah usai sebelum dimulai. - - - Note: - ini bukan cerita, tapi quotes biasa - beberapa part dihapus dan di-unpublish - cover...
1.4M 64.6K 42
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
854K 31.3K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...