Sir-ius? [Completed]

By slvnt1

143K 16.7K 2.1K

Feeds instagram yang hanya berisi potret langit dan segala pernak-pernik cakrawala itu membuat Nadir mencurig... More

1. Mr. Radi
2. Skywatcher
3. Feeling
4. Second
5. Emotion
6. Go Home
7. Trusted
8. Mine
9. As Director
10. Why?
11. Choose
12. GoPotato
13. Suara kesal Nadir
14. Show you something
15. Astro Room
16. Halu
17. Jealous
18. Nginjek sepatu
19. Hujan
20. I'm not your daddy
21. Sibuk
22. Menye-nangkan
[Trailer] Sirius?
23. Paparazzi
24. No. I'm not.
25. Little Things
26. Maps
27. Punishment
28. Come to you
29. Talk
30. finish without start
31. Pukulan Telak
32. You should go
33. This is real
34. Dinner
35. Dessert
36. Sampah
37. Ily
EPILOG

38. Semangat

3.8K 378 56
By slvnt1

I just wanna tell the world that you're mine, girl

Kegiatan rutin yang dilakukan Radi setiap pagi di sekolah adalah menyeduh apapun yang akan mengisi perutnya. Pria dengan seragam batik itu sedang menyeduh kopi, ketika tiba-tiba sebuah tepukan mendarat di pundaknya. 

"Em, hai!"

Radi menaikan kedua alisnya, tanda menyapa balik.

Siska, perempuan dengan setelan pakaian navy itu menghela napas. Menatap Radi yang seperti biasa, selalu menarik di matanya. "Sorry."

"Okay!" balas Radi seketika. Ia sudah mengira apa yang akan dikatakan Siska. 

Mata Siska membulat mendengar respon secepat itu. "Okay?" ia memastikan tidak salah dengar. 

Radi tersenyum tipis. Sejak saat Siska mempermalukannya di depan keluarga Nadir, yang bisa Radi lakukan ketika bertemu perempuan itu adalah senyum tipis. Senyum formalitas. Dengan secangkir kopi di tangannya, Radi melangkah keluar dari pantry

"Ini hari terakhir saya disini."

"And then?" balas Radi. Padahal Siska berada di sekolah itu berapa lama pun, Radi tak peduli. 

Kepalan tangan Siska terlihat menguat. Sikap biasa saja Radi malah membuatnya semakin sakit. "Saya mau minta maaf aja sebelum pergi, karena kita gak tau kedepannya akan ketemu lagi atau ngga."

Radi menoleh, ia jadi ingat perkataan seseorang beberapa minggu yang lalu. "Saya maafkan, walau ternyata paku yang dicabut dari tembok tetap menyisakan bolong kan?" 

"Ha?" Siska tidak mengerti. 

Radi menganggat bahu. "Kalo saya gak bisa sama kamu. Saya juga gak bisa sama Nadir. Itu kan tujuan kamu mempermalukan saya di depan keluarga Nadir?"

Mata Siska terpejam. Jika kasus itu tidak terbongkar, ia tidak akan pergi keluar negeri. "Besok saya ada di Malaysia. Mungkin saya akan menetap kesana, di keluarga Ibu. Sebagai ucapan perpisahan, dan bukti permintaan maaf, saya mau ajak kamu dinner untuk terakhir kalinya kita ketemu."

Masih dengan senyum formalitasnya, Radi menggeleng. "Saya gak bisa," balasnya mantap. "Saya bilang selamat tinggal sekarang aja, ya? Bye." Dengan senyum itu, Radi berbalik arah. Kembali melangkah, meninggalkan Siska yang menahan kesal karena diperlakukan seperti itu. 

===

Kabar akan berhentinya Bu Siska menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Sebagian mengeluhkan karena tidak bisa melihat guru cantik itu lagi. Sebagian lagi biasa saja, karena kepergian Siska tidak mempengaruhi apapun. 

"Gue curiga. Ada sesuatu." Yuda berbisik. "Pasti dia kawin lagi sama juragan dari negri sebrang."

Anggun hampir saja menyemburkan air yang sedang ia minum. Dengan sedikit terbatuk, tangan gadis itu menoyor kepala Yuda.

Yuda mengaduh. "Sakit, yang!"

Di samping Anggun, Nadir berdecih melihat kelakuan dua orang itu.

"Sayang banget, gue gak bisa lagi liat dia di kelas." Suara lain menyaut, membuat Nadir mendelik.

Yuda mengangguk. "Bener, bro. Hilang satu pemandangan indah di sekolah ini."

"Jijik!" gumam Nadir saat melihat raut wajah Darriel dan Yuda yang di sedih-sedihkan. "Lo berdua kalo ikut casting, gak bakal lolos. Menjijikan."

Hubungan Anggun dan Yuda, membuat Darriel -sahabat Yuda- ikut dalam circle itu. Karena dimana ada Anggun, maka ada Nadir. Begitupun jika ada Yuda, maka ada Darriel. Keempatnya jadi sering berkumpul, walau suasananya lebih pantas disebut rusuh. 

Darriel melempar bekas perasan jeruk nipis ke piring batagor Nadir. "Cemburu ya, neng?"

Nadir melotot. Menyingkirkan sampah itu dari piringnya. "Najis!"

"Lo belum tau, ya?" Anggun mengacungkan sendok pada Darriel, lalu beralih pada Nadir. "Dia, adalah satu dari sekian orang yang mensyukuri pindahnya beliau."

Nadir menatap sahabatnya dengan tajam. Semakin tajam lagi saat Anggun malah balas tersenyum miring. "Ngaku aja sih!"

"Ciee. Biar cinta lo dan Pak Radi gak terhalang, ya?"

Anggun dan Nadir melotot saat Darriel dengan enteng menyebut nama Pak Radi. Kalo orang-orang yang berada di dekat mereka dengar, bisa berabe bagi Nadir. Yuda jelas biasa saja, karena sudah tau dari Anggun.

Darriel menatap Nadir. "Gue tau kok. Gue liat lo sama Pak Radi di perpus. Pala lo di puk-puk sama dia. Ya dari situ, gue udah ngira ada apa-apa. Kan benerrr, kan?"

Nadir diam ketika mengingat kejadian itu. 

Darriel berdecak. "Kan! Kan! Lo jadi inget kan?"

Nadir mendelik. "Gak jelas lo!"

Darriel malah tersenyum jail. Cowok itu menjulurkan tangannya pada Nadir, lalu berakhir menepuk-nepuk bagian atas kepala Nadir. "Gini kan? Masih gak ngaku juga? Hidih!"

Anggun menyenggol lengan Nadir. "Sok-sok an jijik liat orang. Tau nya lo juga pernah uwu-uwu gitu!"

"Apaan sih! Siapa yang uwu-uwu. Ngaco emang si Darriel!" elak Nadir lalu menepis tangan Darriel. "Kurang ajar! Tangan lo bekas meres jeruk, kan!"

Darriel melihat telapak tangannya sendiri. "Lah iya, kalo jarinya bekas ngupil nih!" katanya usil. 

Semakin Nadir bergidik, semakin lebar seringaian Darriel. Cowok itu malah mendaratkan kembali tangannya di rambut Nadir, mengacaknya lucu.

Nadir melotot. Hampir saja melempar botol saus pada Darriel, jika saja cowok itu telat menjauhkan diri.

Katanya, kalo rambut yang diacak, hati yang berantakan. 

Ternyata benar. 

Di pintu masuk kantin, seseorang yang niatnya ingin memesan makan, harus kehilangan selera setelah menyaksikan adegan acak rambut itu dari jauh. Beberapa minggu layaknya orang asing, menjadikan perasaan Radi malah semakin menjadi. Namun dilihat dari manapun, kini Nadir hanya menatapnya sebagai guru. Tak ada senyum kesal namun manis yang biasa gadis itu tunjukan pada Radi. Tidak ada lagi tatapan curi-curi pandang saat di kelas. Kedekatan Nadir dengan Darriel semakin membuat jelas betapa Nadir tidak kehilangan ataupun meridukan apapun tentangnya. 

Radi berbalik arah. Hatinya berantakan. Selera makannya lenyap. Rasa kehilangannya yang semakin menjadi.

===

Sepasang tangan bergandengan memasuki rumah makan yang mulai dipadati orang-orang yang baru pulang kerja. 

"Itu Radi, ya?"

Lyra mengikuti arah pandang Tubagus, matanya menyipit. "Dasar jomblo. Sendirian mulu kemana-mana. Kesana yuk!" Lyra menarik Tubagus untuk duduk bersama Radi. 

"Hey boy!"

Radi menoleh, lalu berdecak. "Boy?" katanya tak terima.

"He's my man." Lyra menunjuk Tubagus. "And he's my boy," lanjutnya sambil meninju bahu Radi. 

Tubagus tertawa kecil mendengar itu. Sementara Radi menatap kakaknya jengkel. "Gue bukan bocah!"

Lyra mengernyit. Mengibaskan kedua tangannya. "Kalo makan jangan sambil ngomong, nanti keselek, sayang."

Radi mendelik. "Bodo!" kesalnya lalu melanjutkan makan. Setelah pulang sekolah, sorenya selera makan Radi kembali naik. Ia butuh mengisi tenaga sebelum akhirnya harus menerima kenyataan bahwa Nadir mungkin bukanlah seseorang yang harus ia miliki.

Tubagus hanya menggeleng melihat kelakuan kakak adik itu. Rasa kesalnya pada Radi perlahan terbiasa menghilang. Lyra berperan besar dalam memperbaiki hubungan adik dan kekasihnya itu. 

Selain sering mempertemukan mereka berdua. Lyra juga mulai membuka diri untuk menyusun rumah tangga bersama orang yang duduk disampingnya. Hal itu yang membuat Radi, mau tidak mau mulai memaafkan dan berdamai dengan Tubagus.

Setelah memesan makanan, Lyra mulai mengoceh. "Eh, orang itu beneran berhenti ya?"

Radi selesai makan. Walau malas membalas hal itu. Namun ia mengangguk kecil sebagai jawaban. Sekilas saja, Radi sudah mengerti siapa yang dimaksud orang itu.

Lyra mengetuk-ngetukan jarinya di atas meja. "Pasti ketauan, dia cuma ngincer uang mantannya doang. Kan! Gak gue bongkar pun, kebusukan dia pasti kebongkar dengan sendirinya."

Radi meneguk minum. Ia sudah tau semua tentang Siska dari Lyra, namun ia tidak menyangka Siska akan pindah secepat itu.

"Mantan besannya marah karena tau kelakuan Siska yang morotin uang anaknya. Makanya, dia berhenti dan pindah karena malu kali. Orang tuanya bahkan sangat mendukung supaya Siska pindah ke negara sebrang. Ternyata gak main-main. Dia beneran berhenti dan pindah, kan."

"Meresahkan, sih," ucap Tubagus sambil melirik Radi. 

Lyra tertawa. "Meresahkan adek gue, ya. Gara-gara dia, Radi jadi uring-urigan karena gak bisa bersatu sama seseorang."

Sebagai Kakak, Lyra juga mengetahui bagaimana perkembangan hubungan Radi dan Nadir. Lyra tau, tidak mudah bagi Nadir untuk bersikap biasa setelah tau apa yang dilakukan Radi pada gadis itu. Sementara itu, Radi pun harus sadar diri untuk tidak melangkah lebih dari batas. Pria itu sudah diperingati Deo agar tidak mendekati adiknya lagi, begitupun orang tua Nadir yang sudah jelas menutup pintu untuk Radi. Selain Siska yang pergi dan berhenti mengganggunya. Adapun Nadir yang malah masuk list jaga jarak dengan Radi. 

Lyra selalu bisa menemukan penyesalan di mata Radi. Namun bagaimana lagi, bukankah selalu ada kesimpulan dari setiap perbuatan manusia. Mungkin inilah, kesimpulan dari perbuatan Radi pada Nadir. 

Radi diam. Dimana pun ngobrolnya, Nadir selalu jadi topik yang dibawa-bawa Lyra. Membuat Radi malah harus semakin berusaha keras melupakan segala hal tentang gadis itu. 

"Ngeselin lo pada!"

===

Buku-buku itu ditutup pemiliknya. Disimpan kembali di rak buku. Laptop yang sedari tadi menampilkan berbagai macam informasi, kini layarnya hanya hitam dan kosong. Begitupun suara speaker kecil dan lilin aroma terapi yang mulai memadam. Kamar itu menyambut sunyi dengan jarum jam menunjuk angka sebelas malam. 

Nadir menggeliat. Merenggangkan badannya yang sedari tadi duduk. 

"Huaaa... ternyata gini rasanya jadi anak ambis." Nadir menjatuhkan tubuhnya di ranjang. Rutinitas barunya itu ternyata menyenangkan. Nadir tidak akan membiarkan dirinya gagal ikut seleksi PTN. Ia harus masuk dengan usahanya sendiri. Maka ia pun harus siap ditempa agar nantinya ia tidak kecewa pada diri sendiri. 

Menatap langit-langit kamar, membuat Nadir tersenyum tipis. 

Jalan yang harus ditempuh masih panjang. Hambatan di perjalanan juga pasti selalu menunggu. Nadir harus bersiap untuk itu. Kehidupannya putih abunya hampir selesai. Masa SMA Nadir jelas sangat berarti. Bagaimana ia harus bertahan dengan perasaannya sendiri. Nadir pernah seteguh itu menganggap bahwa Pak Radi adalah guru paling menyebalkan.

Namun Ukiran takdir seseorang selalu menjadi rahasia, tidak ada yang tau bagaimana manusia satu detik yang akan datang. Begitupun Nadir, yang begitu saja didekatkan dengan Radi dengan jalan yang tak terduga. 

Apa yang menyebalkan, perlahan membuat Nadir menyenangkan. Sebelum akhirnya kenyataan mengenalkannya pada arti kecewa. 

Nadir menghadap kiri. Sebuah sticky note yang ia tempel di dinding, langsung ditangkap matanya. Berwarna hitam, di atasnya terlihat ukiran pena putih. Ditemukan Nadir pada buku tugas Bahasa Inggrisnya. Nadir selalu tersenyum melihat tulisan itu. Salah satu penyemangat Nadir, walaupun rasanya kini tak sama lagi, sekilas Nadir bisa merasakan luka yang tidak bisa dimengerti. Antara luka karena kecewa, atau luka karena rindu.

Sebuah ucapan sederhana, namun kuat untuk membuat Nadir selalu mengingat Radi.

Semangat.

-R

(Selesai)

Terima kasih banyak sudah membaca Sirius dan berkenalan dengan Nadir dan Radi.

Mohon maaf atas banyak kekurangan dari cerita ini. Semoga kedepannya aku bisa menulis lebih baik lagi. 

Jangan dulu dihapus dari library ya... karena masih ada epilog setelah ini.

Sayang kalian banyak-banyak♥♥♥ makasih sudah menjadi bagian dari semangat aku menulis. Vote dan komentar kalian sangat berpengaruh untuk aku. 

Boleh mampir ke ceritaku yang lain, yaaa...

Sampai jumpa lagi di epilog♥

24 Mei 2021

Continue Reading

You'll Also Like

93.8K 7.5K 39
serumit inikah ketika aku dengan tasbihku dan kamu yang tetap teguh dengan kalung salibmu. mengapa tuhan mempertemukan kita dibalik tembok besar key...
3.4M 35.9K 31
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
212K 20.3K 23
Segalanya berjalan mulus saat Roy ternyata memilih pindah ke luar kota setelah lulus SMA. Menjauhnya laki-laki itu membawa angin segar bagi Tara. Usa...
Famille By Riza Aryadi

General Fiction

429K 57.5K 64
"aku mau jadi koki, biar bisa masakin mama makanan enak." "aku mau jadi pilot, bu guru." "kata papa, besar nanti jadi anak yang baik." "Cita-citanya...