ANYONE

By Luthiend98

33.3K 3.8K 115

Abela tidak pernah menyangka jika kisahnya dengan pria berambut pirang itu akan menjadi sebuah tragedi. Menya... More

Point of View Abela Anne Oxley
0. Sebagian Cerita Hidupku
1. Tahun Pertama di Hogwarts
2. Tahun Kedua di Hogwarts
2.1. Toilet Wanita Lantai Dua
2.2. Hutan Terlarang
2.3. Peron Kereta
3. Tahun Ketiga di Hogwarts
3.1. Gangguan dari Kelompok Manusia Paling Meresahkan
3.2. Pesta Pembuka Tahun Ajaran Baru
3.3. Insiden Buckbeak
3.4. Belle
3.5. Boggart
3.6. Menemani Harry
3.7. Gangguan yang Tidak Bisa Dimaafkan
3.8. Ketegangan Final Quidditch
3.9. Serangan Dedalu Perkasa
3.10. Kebenaran
3.11. Kau Harus Berjanji untuk Itu
3.12. Cookies
4. Tahun Keempat di Hogwarts
4.1. Larangan Ibu
4.3. Kembali ke Hogwarts Express
4.4. Kemungkinan Terburuknya adalah Malfoy Menyukaimu
4.5. Pengumuman Nama Juara Turnamen Triwizard
4.6. Persetan Denganmu dan Semua Temanmu
4.7. Empat Naga
4.8. Lebih dari Cemas
4.9. Aku Menyerah
4.10. Surat dari Draco
4.11. Pesta Dansa Bodoh
4.12. Harta Berharga
4.13. Kebangkitan Kau-Tahu-Siapa
5. Tahun Kelima di Hogwarts
5.1. Dumbledore Army
5.2. Dialog di Bawah Hujan
5.3. Jangan Melindungiku
5.4. Menara Astronomi
5.5. Dia Selalu Kesal Tiap Kali Merasa Khawatir
5.6. Sejarah Hogwarts
5.7. Akhir Semester
5.8. Kau Tidak Memberiku Pilihan
5.9. Harusnya Aku Memelukmu
6. Tahun Keenam di Hogwarts
6.1. Hanya Mau Tahu Kabarmu
6.2. Detensi
6.3. Kenapa Kau Tidak Biarkan Aku untuk Menghajarnya?
6.4. Aku Harus Sibuk dan Lelah
6.5. Berbagi Cerita
6.6. Pesta Natal Profesor Slughorn
6.7. Pengakuan
6.8. Tidak Mau Canggung Lagi
6.9. Aku Tahu Hatimu Milik Siapa
6.10. Tanda Kegelapan
6.11. Itukah Tugasmu?
6.12. Semakin Hilang
7. Musim Dingin di Malfoy Manor (1997)
7.1. Disekap
7.2. Snape Mencuri Dengar
7.3. Turuti Aku Kali Ini Saja
7.4. Interogasi
7.5. Terlalu Baik
8. Seharusnya Dia Menyambutku dengan Hangat
9. Rumahku
9.1. Tulip Putih
9.2. Bangunan di Atas Bukit
9.3. Scorpius & Daneiris
9.4. Bintang
9.5. Aku Milikmu
9.6. Hujan
9.7. Dansa Tengah Malam
10. Kembali ke Hogwarts
10.1. Hogsmeade
10.2. Dia Sedang Menuju Hogwarts
10.3. Proses Evakuasi
10.4. Perang Pecah
11. Neraka
11.1. Perkiraan Harry
11.2. Aku Mencintaimu Abela Anne Oxley
11.3. Draco Kau di Mana?
11.4. Di Sanalah Draco
12. Anyone
Point of View Draco Lucius Malfoy
0. Aku Melihatnya
1. Flashback- Libur Musim Panas 1992
2. Lengah
3. Cinta Seharusnya
4. Satu-Satunya Harapanku
5. Hidup
6. Titah
7. Untuk Belle
8. Korban
9. Aku Mencintaimu
EPILOG
CURAHAN HATI AUTHOR :')
Preview Part 2

4.2. Lukisan di Perkamen

392 47 5
By Luthiend98

Ibu membawaku ber-apparate saat waktu pertandingan hampir tiba. Stadion Quidditch dipenuhi oleh ribuan penyihir dari berbagai belahan dunia. Mereka bersorak dan membuat stadion penuh dengan kegaduhan. Banyak juga yang membawa bendera ataupun suvenir yang berhubungan dengan tim dukungan mereka. Bagaimana aku bisa mencari ketiga sahabatku di tengah kesesakkan seperti ini?. Mataku terasa capek jelalatan untuk mencari boks yang ditempati mereka.

Aku mengikuti ibu dan memberi salam pada orang penting di sana sesuai arahannya. Tempat untuk tamu udangan sangat nyaman. Dengan *omniocular yang kubawa dari rumah, aku bisa menonton dengan duduk santai dari sudut pandang terbaik dari stadion. Tapi aku merasa tidak tenang karena belum menemukan Harry, Ron, dan Hermione.

Ibu sibuk mengobrol dengan Cornelius Fudge- seorang menteri sihir. Aku memutuskan untuk mencari nomor boks yang disebutkan dalam surat Hermione begitu pertandingan dimulai. Setidaknya, saat itu kupikir semua orang tidak akan mondar-mandir karena terpaku pada pertandingan. Aku segera minta ijin pada ibu untuk mencari mereka bertiga. Ketika aku menoleh untuk melihat keadan, ada wajah yang begitu dekat dengan wajahku. Aku terlonjak kaget sampai hampir terjatuh dari kursi.

"Draco! Kau mau membuatku jatuh dari kursi!???" bentakku.

"Kenapa terkejut sekali?. Saking tampannya aku ya?" ledeknya dengan percaya diri luar biasa.

Draco memakai setelan serba hitam. Tubuhnya lebih besar dan tinggi dibanding tahun lalu. Jas hitam sangat cocok untuknya. Di balik jas itu, dia mengenakan kaos hitam dengan kerah turtleneck. Kerah kaosnya tidak bisa menutupi lehernya yang panjang- lehernya yang sepucat kulit wajahnya. Aku tidak mengelak kalau dia memang sangat tampan malam ini.

"Kalau kau memiliki wajah seperti **Troll, aku akan lebih terkejut." Kilahku yang membuat seringai di wajahnya.

Wajahnya sudah dijauhkan dariku. Aku baru menyadari kalau Draco duduk di kursi tepat di belakangku. Dia memang sengaja mencondongkan tubuhnya untuk membuatku kaget.

"Sedang mencari siapa?" tanyanya.

Mungkin dia sudah memperhatikan aku sedari tadi. Siapapun yang memperhatikan akan tahu kalau aku sedang mencari sesuatu.

"Teman-temanku" jawabku singkat.

"Kalau yang kau maksud Potter dan orang dungu yang bersamanya, tadi aku lihat" ucapnya tidak lepas dari hinaan. Aku tidak bisa kesal karena kalimatnya sekarang. Siapa tau dia memang benar melihat teman-temanku dan aku bisa meminta informasi itu darinya.

"Benarkah?. Lihat dimana?. Mereka berjalan ke arah stadion bagian mana?" tanyaku berturut-turut.

"Aku tidak mau memberi tahu" balasnya menjengkelkan. Aku hanya mendesah kesal.

"Tapi aku mau mengantarmu ke tempat mereka" katanya kemudian. Aku menatap semangat padanya.

"Antarkan aku sekarang kalau begitu" pintaku tulus.

"Mana kata tolongnya?" ledeknya dengan wajah jahil.

"Tolong Draco" ucapku dengan senyum yang kupaksakan. Draco beranjak dari kursinya.

"Ikuti aku" perintahnya tanpa menoleh sedikitpun, aku langsung mengikutinya.

Begitu keluar dari boks tamu undangan, kami perlu berdesakkan dengan penonton yang bersorak keras. Pandanganku hanya fokus pada punggung Draco. Aku bukan gadis yang memiliki tubuh tinggi, berada di tengah kerumunan tentu membuatku hilang arah. Yang bisa kulihat hanyalah tubuh orang yang saling berdesakkan. Setelah berhasil melewati kerumunan, aku sadar jika Draco mengarahkanku menjauhi tempat penonton.

"Kau yakin ini arah yang benar?. Kita bahkan semakin menjauh dari tempat untuk penonton" tanyaku memastikan.

"Orang yang kau cari ada di tempat paling atas. Tangga untuk ke sana ada di dekat pintu keluar stadion" jawab Draco setelah menghentikan langkahnya. Dia membalikkan tubuhnya untuk menghadapku, lalu menjulurkan telapak tangannya padaku.

"Untuk apa?" tanyaku perihal tangannya yang terjulur.

"Untuk kau pegang" jawabnya dengan seringai.

"Aku tidak punya alasan untuk menyentuhnya" kataku sambil menyerngit.

"Ini tiketmu untuk ke atas" katanya dengan tatapan yang tajam. Aku hanya bisa mengandalkannya untuk menemukan teman-temanku di tengah kerumunan kacau seperti ini.

"Terserah lah" sahutku kemudian dan menyerahkan telapak tanganku untuk Draco genggam.

Seketika tubuhku tertarik kekuatan magis. Pada detik berikutnya aku ada di ruangan kosong yang berputar dengan cepat. Aku merasakan ini saat diajak ibu ber-apparate. Tidak mungkin kan Draco melakukan apparate? Usianya bahkan belum cukup untuk itu!. Ketika aku belum selesai untuk berpikir, kakiku sudah menapak di tempat yang berbeda. Di belakangku ada gerbang besi dengan liukan unik setinggi lima meter. Lalu diujung jalan tempat berdiriku sekarang ada manor megah berdiri. Manor berada di tengah-tengah tanah lapang. Aku tidak bisa melihat tembok yang biasanya menjadi pelindung dan pembatas manor dari lingkungan sekitar. Setelah tanah lapang itu, tidak ada hal lain selain pohon yang berkerumun.

"Pembohong licik" cemoohku pada Draco. Dia hanya tertawa melihat reaksiku.

"Aku memang berbohong padamu. Tapi tidak perlu menyebutku licik hanya karena ingin menghabiskan waktu denganmu Belle" katanya dengan senyum menggoda.

"Tentu saja kau licik. Bagaimana bisa penyihir 14 tahun melakukan apparate?. Bahkan hukum sihir tidak akan membiarkan ini terjadi" ucapku kesal.

"Yang harus kau punyai hanyalah kemampuan dan uang. Hukum bukanlah batasan jika kau memiliki dua hal itu" timpalnya dengan nada sombong.

Berbicara kemampuan, Draco memang memilikinya di atas rata-rata. Dia adalah salah satu murid peringkat atas di Hogwarts. Tapi dengan usianya sekarang yang bisa melakukan apparate, aku masih berusaha untuk tidak percaya. Aku menahan diri untuk bertanya berapa jumlah uang yang keluarganya keluarkan untuk menyogok kementrian sihir hingga bisa mendapat lisesnsi untuk melakukan apparate.

"Aku bahkan menuruti kemauan ibu sampai mengenakan pakaian seperti ini untuk menonton piala dunia, lalu kau mengacaukan agendaku begitu saja. Kau tau betapa kesalnya aku sekarang?" protesku.

"Justru karena kau memakai pakaian itu aku sampai berani membohongimu. Apa kau pikir aku akan membiarkan pria lain melihat kau memakai mini dress itu?. Hanya aku yang boleh melihatmu malam ini" Draco menggigit bibir bawahnya sendiri. Raut wajahnya membuatku ngeri.

"Sinting" cemoohku.

"Mau lihat-lihat ke dalam manor?" tawarnya dengan postur tubuh santai. Draco memasukkan telapak tangannya ke dalam kantong depan celanya.

"Tidak." Tolakku singkat.

"Lagi pula kau tidak bisa ke mana-mana sekarang. Masuklah sebentar. Aku akan membawamu kemanapun kau mau setelah itu. Ini bukan tawaran, tapi perintah dan janji dariku" katanya sambil melangkah menuju manor. Dia tidak memedulikan aku yang geram.

"Akan kutendang bokongmu jika kau mengingkari janjimu" ancamku seraya mengikuti langkahnya. Draco hanya tertawa tanpa menoleh ke arahku.

Draco pasti ber-apparate ke Malfoy Manor. Aku pernah mendengar tentang tempat ini karena keluarga Malfoy adalah bangsawan di kalangan penyihir. Begitu memasuki manor, ada foto besar yang menempel di tembok- foto Draco bersama kedua orang tuanya. Di foto itu, Draco duduk di sofa hitam sedangkan kedua orang tuanya berdiri di samping sofa. Tidak ada senyum di wajah mereka, tatapan mereka mengintimidasi, kesan elegan sangat terpampang dengan pakaian serba hitam yang mereka kenakan.

Manor memiliki jendela yang hampir sama tingginya dengan tembok. Tembok manor memiliki wallpaper dengan kesan klasik yang membosankan. Bagian dalam manor sangat luas, mungkin Draco sering terbang dengan sapunya untuk bermain saat masih kecil dulu- pikirku. Lorong manor sangat panjang dan di kedua ujung lorong terdapat tangga pualam selebar lorong. Draco mengambil jalan tangga di ujung lorong kanan.

"Kau bisa melakukan banyak hal di manor sebesar ini. Tidak sempat merasa bosan pastinya kan?" tanyaku saat mulai menaiki tangga pualam.

"Tidak juga. Aku melakukan semua hal yang bisa aku lakukan setiap harinya. Setiap hari- sendirian. Orang tuaku sibuk dengan urusannya. Saat aku masih kecil, kadang aku bermain catur dengan peri rumah karena saking bosannya" ucapnya.

Mendengar cerita Draco aku bisa membayangkan betapa kesepiannya dia. Aku ingin mengenggam tangannya, tapi tidak kulakukan. Hubunganku dengannya terlalu canggung untuk disebut sekedar teman.

"Ciri khas anak tunggal bangsawan kan?. Kesendirian dan kemewahan" komentarku sedikit bercanda. Draco hanya mendengus.

Draco membawa langkahku ke tangga pualam kedua. Jika tidak ada ruang bawah tanah, lantai yang kupijak sekarang berada di lantai ketiga manor. Draco menuju koridor yang mengarah ke utara. Dia membuka pintu berwarna hijau tua di ujung koridor itu.

"Masuklah" pintanya dan aku menurut.

"Ini kamarmu?" Aku bertanya setelah masuk ke ruangan.

Ruangan itu memiliki jendela lebar yang mengarah ke hutan. Tidak jauh dari jendela, ada kasur besar dengan kelambu gantung berwana hijau forest. Di salah satu dinding kamar terdapat rak buku yang menjulang tinggi. Bukunya tertata rapi dan aku tidak melihat ada debu yang menempel. Semua benda yang ada di kamar ini tergeletak dengan tatanan kaku dan bersih.

"Ya." Jawabnya singkat lalu menutup pintu kamar.

"Apa yang bisa aku lihat di sini?. Kau menyuruhku untuk melihat-lihat tadi" kataku.

"Apa saja yang ada di sini. Kau juga bisa melihatku, aku memberimu ijin untuk itu" katanya sambil nyengir dan menduduki sofa di sudut ruangan. Aku hanya memutar bola mata sebagai respon atas kenarsisannya.

Aku melihat tumpukan perkamen yang ada di atas meja kerja di samping rak buku. Aku duduk di kursi kayu dan mulai melihat isi perkamen itu.

"Ini kau yang melukis?" tanyaku dengan penuh minat setelah melihat perkamen pertama. Terdapat lukisan seekor burung hantu pada perkamen itu.

"Ya, aku yakin hasilnya tidak buruk" jelasnya dan berjalan mendekat- meperhatikanku yang membuka perkamen satu demi satu, "Ibuku membawa guru lukis ke rumah. Menyuruhku belajar seni selama musim panas."

Mataku mendelik saat melihat lukisan yang ada pada perkamen selanjutnya.

"Bukankah ini aku?" tanyaku sedikit memekik.

"Jelas bukan?. Rambut panjang yang kusut" jawabnya dengan senyum pada bibirnya.

"Wah.. ternyata aku terlihat seperti ini saat jongkok mencari buku di perpustakaan" komentarku.

"Hey! Aku tidak pernah tersandung seperti ini" protesku saat melihat lukisan selanjutnya. Lukisan itu sudah diberi sihir sehingga bisa bergerak.

"Kau tidak akan ingat. Kau selalu membaca buku di sembarang tempat. Bahkan membaca saat berjalan sampai tidak merasakan kakimu menyandung sesuatu" Draco menjelaskan dan aku tidak bisa mengelak. Semua perkataannya benar.

"Aku sungguh mengeluarkan air liur seperti ini?. Wah kau pasti mengada-ada" protesku lagi pada luisan lain.

"Aku tidak mengada-ada. Air liurmu benar-benar menetes seperti ini. Kau selalu tidur di kelas Lockhart" jelasnya datar.

"Kau serius kalau aku ngiler di kelas?" tanyaku serius.

"Apa aku terlihat berbohong?" katanya dengan nada terus terang, lalu kami tertawa bersamaan. Melihat lukisannya membuatku kembali mengenang saat-saat itu, dua tahun yang lalu di kelas Gilderoy Lockhart....

--

*Omniocular: alat untuk menonton quidditch. Memungkinkan untuk mengulang permainan, melambatkan apa saja, dan bisa memperlihatkan penggalan permainan yang mana saja.

**Troll: raksasa buruk rupa dan bodoh. Tingginya bisa mencapai 12 kaki, bertangan panjang dan memiliki bau yang menganggu

**

Flashback

Aku tidak ada masalah dengan pelajaran Herbologi, Transfigurasi, maupun pelajaran yang lain. Tidak seperti tahun sebelumnya, pelajaran Pertahanan terhadap Ilmu Hitam sama sekali tidak membuatku tertarik karena guru yang mengajar kami. Gilderoy Lockhart- bukunya sangat menakjubkan, namun melihat penulisnya secara langsung aku merasa ragu. Kurasa dia terlalu- membanggakan diri sendiri?. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya terasa berlebihan- tidak pernah tidak pamer. Aku sangat bingung, kenapa semua siswa perempuan di kelasku- tidak terkecuali Hermione yang galak itu bisa terkesima dengan Gilderoy Lockhart. Memang tampan sih, tapi membuatku mual. Bahkan dia menuliskan soal ulangan yang begitu konyol- seperti memaksa semua murid untuk lebih mengenalnya secara personal. Apa gunanya untuk pertahanan terhadap ilmu hitam?.

Karena saking bosannya aku sengaja tidur di kelasnya- tidur dengan posisi duduk sempurna, menunduk seperti sedang membaca buku. Aku terhanyut dalam mimpiku. Bermimpi menaiki mobil muggle yang bisa terbang milik keluarga Ron. Lalu mobil itu kehilangan kekuatan magisnya dan membawaku jatuh dari ketinggian ratusan feet, dan- aku tesentak. Mataku terbuka dengan dahiku yang sudah berada di atas telapak tangan. Hah? Telapak tangan? Milik siapa?. Aku memutar kepalaku untuk melihat siapa pemilik tangan itu. Betapa terkejutnya aku, Draco Malfoy melindungi dahiku agar tidak membentur meja.

Sejauh yang kuingat sebelum aku tidur, aku duduk bersama Neville. Setelah sadar sepenuhnya, aku segera duduk tegak. Melihat situasi, Lockhart masih sibuk menandatangani tumpukan perkamen. Hermione sedang menyalin beberapa hal yang dianggap penting dari buku Aku yang Ajaib ke buku tulisnya- tentu saja sambil senyum setelah mencuri pandang ke profesor membosankan itu. Membutuhkan usaha lebih untuk mencari Neville. Ternyata dia duduk di samping Crabe. Pantas saja aku tidak langsung menemukannya. Tubuh besar Crabe hampir menutupi seluruh tubuh Neville dari sudut pandangku. Dia terlihat ketakutan dan tidak bisa melawan.

Tatapan terakhir aku jatuhkan pada Malfoy yang sedang menopang dagunya. Mata abunya menatapku, senyumnya mengembang menjengkelkan.

"Tidurmu nyenyak?" tanyanya.

"Kau yang menyuruh Neville pindah?" aku balas bertanya.

"Apakah kau memang se cuek ini?" Malfoy tidak mau kalah.

"Apa pedulimu?. Minggir sana," aku muak meladeninya.

"Kau tidak seperti siswa perempuan lainnya yang tertarik pada profesor. Apakah kau normal?" Malfoy cerewet sekali "Tidak-tidak, apa kau bahkan menyukai pria?" ejeknya masih memandangku dengan posisi tubuh yang menjengkelkan.

"Aku normal Malfoy. Terima kasih atas perhatiannya. Jika kau sangat ingin tau, aku hanya menyukai pria yang tidak suka pamer... Apa kau mengerti? Kau tidak ada bedanya dengan profesor itu, suka pamer dan membanggakan diri sendiri. Jadi enyahlah sekarang," balasku dengan tersenyum dan menatapnya dengan dekat. Raut wajah Malfoy berubah menjadi dingin.

"Miss Oxley dan Mr Malfoy?. Bukannya mencatat malah mengobrol. Apa yang kalian bicarakan jika aku boleh tau?. Jawaban kalian akan mempengaruhi poin asrama masing-masing" peringatan profesor, tidak kusadari dia sudah berdiri di dekat tempat dudukku. Semua tatapan di ruangan ini tertuju pada kami. Sial, ini semua gara-gara Malfoy.

"Maaf profesor, Malfoy hanya tidak setuju dengan pendapatku. Jadi kami berdebat sedikit," jawabku dengan sopan setelah mendapat ide yang brilliant. Malfoy terlihat was was mendengar jawabanku.

"Berdebat tentang apa Miss Oxley?" profesor bertanya lagi.

"Aku membicarakan bagaimana kuatnya pesona profesor. Garis wajah yang sangat menarik saat profesor tersenyum. Di mana lagi ada pria setampan profesor di dunia ini kan?. Tapi Malfoy menganggapku berlebihan, jadi kami berdebat. Maafkan kami profesor," kalimatku sangat lancar untuk kali pertamaku dalam berakting.

Meskipun aku hampir muntah karena kata-kataku sendiri, tapi ternyata itu berhasil. Profesor terlihat salah tingkah dan tersipu. Jelas saja orang sepertinya sangat suka untuk dipuji. Sementara Malfoy menggenggam tangannya- panik. Harry memejamkan mata untuk mencegahnya dari tertawa, Ron menutup mulutnya untuk tujuan yang sama dengan Harry. Sementara Hermione masih terpaku memperhatikan wajah profesor.

"Ah Miss Oxley, kau tidak harus membelaku berlebihan seperti itu. Untuk ucapan terima kasihku, aku hadiahkan Gryffindor 10 poin. Dan untuk Mr Malfoy, kau harus lebih menghormati pendapat perempuan, jadi kutarik 10 poin dari Slytherin" keputusan profesor meredakan rasa mualku.

Banyak anak Gryffindor yang bergumam senang. Malfoy terlihat tidak terima dan melontarkan protes.

"Profesor, sepertinya Anda salah-" ucap Malfoy yang langsung dipotong oleh profesor "Sebaiknya kau selesaikan catatan untuk bukumu Mr Malfoy, kulihat buku tulismu masih kosong."

Malfoy memandangku dengan tajam, dia hanya diam. Aku balas dengan senyum tulusku.

"Jangan pernah kau mengganggu teman-temanku. Termasuk memaksa salah satu dari mereka untuk pindah tempat duduk. Kau harus cukup belajar dari kejadian hari ini" ancamku dengan ekspresi yang berubah menjadi sangat serius. Malfoy malah tertawa dengan desahan kecil.

"Aneh, aku sangat suka mendengar ancaman darimu," aku tidak bereaksi terhadap kata-kata terakhirnya.

Seusai kelas, Harry, Ron, dan Neville memujiku dengan bangga. Mereka juga menunjukkan kecemasan saat membicarakan Malfoy yang tiba-tiba pindah duduk ke sebelahku saat Lockhart pergi dari kelas sebentar.

"Kau bisa mempermainkan dua pria sekaligus. Malfoy tidak bisa membalasmu tadi, lalu Lockhart termakan bualanmu. Wanita yang menakutkan." Ron berkomentar.

"Seketika aku ingin- hoooeeekk- setelah mengatakan itu," candaku yang menimbulkan gelak tawa mereka. Hanya Hermione yang tidak menyukai sikapku.

**

"Kau banyak melukisku yang sedang tertidur. Di kompartemen, di kelas, di rumah sakit sekolah" gumamku saat melihat lukisan pada perkamen lain.

"Ya. Dan aku paling benci saat melihatmu tidur di rumah sakit sekolah" ucapnya dengan nada khawatir.

"Tapi Draco.." kataku setelah merasakan kejanggalan yang sangat terlambat "Kenapa kau melukisku?" tanyaku sambil menatapnya yang masih berdiri di samping kursiku.

Dia menatap mataku lalu mencondongkan tubuhnya. Draco menarik kaki kursi yang aku duduki, membuat mata kami hanya berjarak lima centi.

"Aku juga ingin tahu kenapa. Mau cari jawabannya sama-sama.. Belle?" godanya sambil menyeringai.

Aku memukul wajahnya pelan dengan perkamen yang sedang kupegang. Draco hanya tertawa kecil.

"Berhenti untuk berusaha membuatku salah tingkah Draco." 

"Tidak. Itu terlalu menyenangkan- bagaimana aku bisa berhenti?" sahutnya dengan santai, posisinya sudah berdiri dengan tegak.

"Sepertinya aku harus pergi menemui ibuku sekarang sebelum dia membunuhku karena menghilang terlalu lama" kataku untuk mengelak dari bahasan.

"Pegang tanganku" ajaknya dan kami ber-disapparate.

Pada detik berikutnya, kami tiba di lingkungan yang sangat aku kenal. Bukan di stadion tempat Piala Dunia Quidditch berlangsung, melainkan di Godric's Hollow. Rumahku terlihat pada simpang jalan ke barat dari tempat kami berdiri.

"Aku sudah bilang kan- tidak akan membiarkan pria lain melihatmu memakai mini dress. Tunggu ibumu di rumah dan jadilah gadis baik. Sampai jumpa di sekolah" ucap Draco dengan senyum jahilnya dan dia langsung ber-disapparate.

Aku bahkan belum mengatakan satu patah kata padanya. Mungkin Draco tahu aku akan melontarkan protes kepadanya kenapa dia tidak membawaku ke stadion. Aku gagal bertemu dengan teman-teman malam ini. Meskipun aku merasa kesal karena itu, aku tidak bisa berhenti berpikir tentang pertemuan kami tadi. Banyak pertanyaan di kepalaku. Kenapa dia melukisku? Bagaimana dia bisa tahu alamat rumahku? Apakah ada maksud tertentu dia membawaku ke manornya?. Aku berhenti memikirkannya saat rasa ngeri muncul- memikirkan bagaimana ibu akan membunuhku malam ini?. Aku yakin dia mencariku di stadion yang berisi rausan ribu penonton itu.

Sampai hampir tengah malam, ibu belum kunjung pulang. Aku masih menunggunya dengan harap-harap cemas. Setengah jam kemudian, pintu ruang tamu terbuka. Ibu menatapku dengan raut wajah khawatir setengah mati. Dia langsung memelukku sedikit terisak.

"Dia pulang dengan selamat Alexandra, sudahi cemasmu" kata kakek yang sedari tadi menemaniku.

"Ayah tidak tahu apa yang terjadi di bumi perkemahan. *Death Eather memulai terornya setelah 13 tahun diam" cerita ibu dengan suara tercekat. Kakek berjengit mendengar cerita ibu.

"Besok pagi pasti ada berita tentang itu di **Daily Prophet. Sebaiknya kita beristirahat sekarang. Sudah sangat larut" nasihat kakek sambil mengayunkan tongkat- menggumamkan mantra untuk mengunci pintu- lalu masuk ke kamarnya.

"Dan di tengah kekacauan itu, ibu mencarimu. Beruntung ibu bisa menemukan tenda Mr Weasley tapi mereka bilang tidak melihatmu sama sekali. Mr Weasley melakukan patroli dan berjanji akan menghubungi ibu jika dia menemukanmu... sebenarnya kau kemana sih?" ibu mulai menginterogasi.

"Aku bersama temanku bu. Dia jago menggunakan apparate dan mengantarku ke Godric's Hollow."

"Siapa nama temanmu?" tanya ibu curiga.

"Ibu juga tidak akan tahu orangnya meskipun aku menyebut namanya. Aku ke kamar sekarang" kilahku sambil beranjak naik tangga.

"Siap-siap terima hukumanmu besok Abela" ancam ibu dan aku menyerngit dengan muka sial.

Kenapa hal buruk terjadi setiap kali aku bersama Draco? Dulu saat aku bersamanya di hutan terlarang, lalu malam ini saat dia membawaku ke manor. Ibu bilang dia mengunjungi tenda Mr Weasley untuk mencariku. Ibu mungkin juga bertemu dengan Harry, Ron, dan Hermione. Aku harus mencari alasan jika mereka bertanya tentang keberadaanku jika ibu saja mencariku ke tenda mereka. Otakku terus berpikir dan menggumamkan pertanyaan sampai lelah dan akhirnya aku tertidur.

Keesokan harinya, ada surat datang. Surat yang ditulis Hermione berisi pesan tepat seperti dugaanku. Hermione masih bersama dengan Ron dan Harry di The Burrow. Aku hanya menjawab jika aku baik-baik saja dan akan menjelaskan semuanya saat bertemu nanti. Sebenarnya aku masih memikirkan alasan yang tepat tanpa menyebutkan nama Draco Malfoy. Aku yakin ketiga sahabatku tidak akan suka mendengarnya. Apa lagi dengan fakta Draco yang bisa menggunakan apparate, terdengar sangat tidak masuk akal. Jika aku menceritakan hal ini, teman-teman akan menganggapku mengada-ada.

Aku menjawab surat Hermione dengan cepat karena tidak mau mereka cemas berlebihan. Benar kata kakek, pagi ini Daily Prophet memberitakan kejadian semalam yang ibu ceritakan. Mengenai Death Eather dan tanda kegelapan yang mereka munculkan di langit. Aku langsung mencemaskan Harry.

--

*Death Eather: sebutan untuk orang yang menjadi pengikut Voldemort.

**Daily Prophet: nama koran khusus untuk penyihir.




Continue Reading

You'll Also Like

9.5K 955 37
a light story about Blair Marsh, a charming, kind, intelligent, humorous, and also born in a wealthy pure-blood family, but she's never felt in love...
57.7K 4.5K 49
gaada om poldy tapi ada nenek pink semua tokoh milik jk.rowling kecuali oc dan tambahan
34.9K 3.5K 45
putri snape menjadi partner draco menjalani misi mereka sebagai death eater. selama mereka menjalani misinya, alea mengungkap kebenaran bahwa ia buk...
72.1K 14.5K 36
❝I don't know which one is more addicting, drugs or you.❞ Highest rank: #100 in fanfiction copyright ©2016 by farsya