"Itu anak baru yang katanya songong yaaa?"
"Iyaa. Padahal kelihatannya kalem looh. Nggak ada tampang-tampang songong."
"Parah sihh, hari pertama aja berani ngelawan sama panitia OSIS. Terus katanya hari kedua sengaja nggak ngerjain waktu dikasih sanksi."
Entah berapa menit gosip itu berlangsung, Arumi bahkan tidak sadar disebelahnya sudah duduk seorang perempuan dengan gaya cukup nyentrik. Tak hanya jam tangan sport pria army, beberapa gelang yang menurut Arumi tak lazim dikenakan seorang pelajar juga terpasang disana. Gelang dengan hiasan taring, entah taring apa.
Seorang guru dengan kepala depan botak plontos, lalu disamping dan belakangnya masih tumbuh rambut yang mulai putih masuk tampa membawa buku ataupun apapun.
Arumi menoleh sekilas, ternyata semua kursi sudah terisi. Beberapa siswa terlihat mencuri lirik ke arahnya.
Arumi menatap ke depan, guru yang sekarang sudah duduk itu sedang membuka tablet ditangannya dengan mata begitu serius.
"Dikelas ini ada anak baru yaa?" Tanya guru itu lalu mengedarkan pandangan keseluruh isi kelas dan berhenti tepat pada Arumi.
"Kamu yaa? Bapak soalnya kemarin wali kelas dikelas sini juga, jadi tinggal cari mukanya yang beda hehe." Kata Bapak itu tertawa ramah.
Arumi tersenyum tipis sambil mengangguk. Ia tidak tahu harus melakukan apa.
"Kok semuanya pada diam? Masih setengah tahun lagi yaaa kalian baru UN. Jadi jangan terbawa suasana serius begini hehe..." Bapak itu berbicara pada semua siswa lalu diakhiri lagi dengan tawa. "Ini sudah kenalan semuanya?" Tanyanya lagi. Tidak ada yang menyahut, mata bapak itu kembali ke arah Arumi.
"Belum Pak." Sahut Arumi jujur tanpa menghiraukan bisik-bisik warga kelas yang sampai ditelinganya. Dari beberapa bisikan itu, Arumi mendengar nama Bayu si ketua OSIS. Itu berarti laki-laki yang ia tabrak itu ada dikelas ini.
"Lo pikir dengan minta maaf benjolan di kepala gue langsung ngilang kayak setan! Makanya kalau jalan itu liat-liat! Telat ya telat! Nggak usah maksain masuk ke barisan!"
Arumi refleks menggelengkan kepalanya ketika jawaban Bayu beberapa hari lalu terlintas dikepalanya. Laki-laki itu tidak memaafkannya. Tapi itu bukan urusan Arumi lagi. Bukankah ia sudah lepas tanggung jawab karena sudah berani meminta maaf, meski secara logis itu bukan sepenuhnya salah Arumi.
Jika saja waktu itu Bayu tak mendadak menghalangi langkahnya, Arumi tidak akan menabrak siapapun.
"Nggak denger disuruh maju sama bapak!"
Arumi spontan menoleh ke belakang, menatap seorang perempuan dengan maskara tebal menghiasi matanya yang bulat besar. Baru berdiri, Arumi dikejutkan ketika perempuan disebelahnya itu menggebrak meja.
"Lo kalau ngomong volumenya dikecilin dong! Kayak hidup dihutan aja!" Omel perempuan itu tanpa menoleh. Arumi paham bentakan itu diarahkan pada perempuan yang tadi menegurnya.
Setelah perempuan dengan gelang beragam itu berdiri dan memberikan jalan lewat, Arumi melangkah maju dengan perasaan was-was. Didetik pertama masuk kelas ia sudah digosipkan macam-macam, lalu sekarang teman disebelahnya tampak seperti sedang ada sengketa dengan perempuan cantik yang tadi dibelakang kursinya.
"Barly dan Putri tolong jangan bikin ribut yaa. Kalian tidak malu ada anak baru bersikap seperti itu." Tegur bapak yang Arumi tidak tahu siapa namanya itu. Kemarin dia memang mendapat beberapa buku saat selesai mengikuti MOS, namun Arumi tidak membukanya satupun.
"Kenalkan nama dan asal sekolah mu yaa nak..."
"Iya Pak." Sahut Arumi lalu berdiri tegap dan memandang kosong seluruh isi kelas. Beberapa detik matanya tertahan pada seseorang yang sekarang menatapnya. Sebenarnya semua populasi kelas menatapnya, mungkin karena beberapa hari Arumi selalu melihat Bayu, kali ini hanya wajah laki-laki itu yang dikenali oleh pupil matanya.
"Nama lengkap saya Arumi Syerellia Angkasa. Kalian bisa memanggil saya Arumi. Asal sekolah saya SMA Bhinneka Tunggal Ika." Ucap Arumi.
"Arumi sudah memperkenalkan dirinya. Dari kalian kalau ada yang ingin ditanyakan bisa angkat tangan." Kata bapak tadi.
Semenit, tidak ada seorang pun yang berniat bertanya.
Bagi sebagian orang hal tersebut cukup membuat down karena berpikir anak-anak dikelas itu tidak menyukai kehadirannya.
Namun pemikiran seorang Arumi yang terbilang selalu dijalur positif, ia malah senang karena tidak akan berlama-lama berdiri didepan sini.
"Kalau nggak ada, silahkan-"
"Saya pak!" Suara seorang laki-laki membuat bapak itu tak melanjutkan ucapannya. Arumi menarik nafas pelan setelah tahu siapa yang mengangkat tangan.
"Yaa. Silahkan Bayu!"
"Kalau boleh tahu, Lo kenapa pindah ke sini?" Tanya Bayu.
Belum menjawab, seseorang sudah menyambungnya duluan. Perempuan yang bernama Putri dibelakangnya tadi ternyata.
"Kalau dikeluarin gara-gara buat masalah jujur aja." Sambungnya. Arumi menelan liur sedikit menyadari ia berada dikelilingi orang-orang yang terlihat tidak menerima kehadirannya.
"Saya pindah untuk mencari suasana baru."
Jawab Arumi pendek dan jelas.
"Oh... Kirain mau bikin masalah baru." Sahut Bayu.
Arumi menoleh singkat pada Bayu yang barusan berbicara dengan nada kalimat kejam padanya.
Setelah berterima kasih dan ijin pada guru yang belum tahu namanya itu, Arumi kembali ke mejanya.
___________________
"Gue masih nggak kebayang sama hantu pakai seragam yang Arumi liat di pohon GOR..." Celetuk Agung setelah mengunyah satu pentol bakso berisi telur puyuh.
Bayu yang masih mengunyah langsung terbatuk-batuk dan menyeruput minuman sembarang yang bisa digapainya. Menghabiskan setengah gelas langsung untuk melancarkan kembali tenggorokan dan kerongkonganya yang sama-sama tercekat.
"Napa Lu?" Agung menatap Bayu bingung karena temannya itu tiba-tiba terbatuk-batuk hebat.
"Keselek." Jawab Bayu pendek lalu kembali menyuap nasi pecel dipiringnya.
"Keselek apa keselek." Oceh Agung lagi kali ini menatap Bayu serius. "Ehh- ngomong-ngomong Arumi dikelas gimana?"
"Yaah gitu. Masih songong kaya hari pertama MOS."
"Masa sihh?" Agung yang sudah beberapa kali bertemu bahkan berbicara dengan Arumi tidak lagi menganggap perempuan itu sesongong hari pertama MOS. Entah sejak kapan ia merasa seperti itu.
"Mau fitnah gue lagi ngarang lu?"
"Emosian banget Bang hari ini! Bukan gitu Bay. Gue kan ada tuh searching-searching di youtube, beberapa sekolah emang yang estafet air minum itu sebagian dilarang. Dari kesehatan juga gue baca-baca emang seharusnya nggak boleh lagi. Yaah, kali aja Arumi kayak gitu buat jaga-jaga. Gue lihat-lihat anaknya baik kok." Ucap Agung agak panjang sambil membelah pentol terbesar dimangkoknya. Ia sama sekali tidak sadar kalau Bayu sekarang sedang menatapnya sanksi.
"Ck! Jangan bilang lo naksir sama Arumi?" Tebak Bayu dengan tatapan menggeladah sahabatnya itu.
"Apaan sihh lu Bay! Jangan ngaco kalau ngomong! Kan gue cuma aneh aja lu sama Arumi sekelas tapi lu tetap nggak suka sama dia gara-gara waktu MOS. Mana dia anak baru. Kalau gue sih nggak suka sama dia aman-aman aja, kan gue nggak satu kelas." Elak Agung dengan pemikiran cerdasnya.
"Bodok amat lah! Lagian kayaknya semua orang nggak suka kok sama dia. Gosip tentang dia ngelawan sama nabrak gue sampai pingsan kan udah jadi obrolan semua siswa di sekolah." Sahut Bayu lalu kembali mengunyah makanannya yang tinggal sedikit.
"Gue tebak kayaknya Intan kesayangan lu itu berbakat gantiin Feni Rose jadi hostnya rumpi. Bakat nge-gosipnya udah diatas rata-rata." Ceplos Agung yang tidak ditanggapi Bayu dengan serius. Dia mah sebagai pacar yang baik akan bodok amat jika Intan disebut macam-macam oleh Agung sahabatnya sendiri. Ia pacaran bukan untuk serius, hanya formalitas yang menandakan ia masihlah siswa tertampan yang jadi rebutan.
Setelah selesai makan, mereka berdua itupun kembali ke kelas. Kebiasaan Bayu membawa sisa es-nya ke dalam kelas.
"Baik-baik lu sama anggota baru hehehe..." Pesan Agung sambil tertawa lalu berlari masuk sebelum Bayu meraihnya.
Bayu sendiri dengan perasaan sedikit dongkol masuk ke kelas dan langsung menatap Arumi yang duduk sendirian dengan mata keluar jendela.
Entah, rasanya tidak seru melihat orang seperti Arumi diam seperti itu. Bayu sengaja lewat disebelah meja Arumi lalu tersandung dan menumpahkan es-nya di meja Barli.
Arumi menoleh dengan mata dinginnya.
"Sorry gue nggak sengaja. Hawanya disini beda, jadi gue nggak fokus jalannya." Ucap Bayu lalu tanpa merasa bersalah berlalu begitu saja membawa wadah es-nya yang sudah kosong. Beberapa orang didalam kelas hanya terkekeh menatap apa yang terjadi.
Arumi sendiri benar-benar geram kenapa ada ketua OSIS sejenis Bayu di Indonesia ini.
"Bisa aja lo Bay hahaha."
"Untung ketampanan Lo nggak hilang waktu ditabrak pakai helm gojek hehehe."
"Hahahaha..."
____________________________
Kalian gimana kalau jadi Arumi?
Gimana kabar kalian hari ini?
Semangat yaaa, khususnya waktu baca cerita ini hahaha
Jangan lupa, vote dan Komen
Kalau bisa follow dan share juga biar ceritanya rame kan?
Xx,
Salma