DySam (After Marriage) [Sele...

By DAPU49

1.3M 115K 11.9K

[Sequel Possessive Samudera] (Disarankan untuk membaca Possessive Samudera terlebih dahulu biar bisa nyambung... More

DySam (bacotan author)
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
[Hiatus]
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
👉👈
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
Hai
Cerita Baru!!!
Cerita Baru!!!

88

23.6K 1.4K 302
By DAPU49

"Buna, mamam."

Dyba mengelus kepala Letta. "Laper ya? Tadi perasaan kamu baru minum susu deh."

Letta mengerucutkan, ia menaikkan bajunya dan menepuk-nepuk perut gendutnya. "Lapel Etta, naa."

Dyba terkekeh, ia menundukkan kepalanya dan mencium perut Letta yang terbuka. "Tambah endut kamu nanti. Kamu main di sini dulu ya, bentar lagi abang pulang, buna mau bikinin mamam kamu dulu."

Letta mengangguk. Setelah melihat punggung Dyba yang sudah menghilang di balik tembok dapur, Letta dengan perlahan turun dari sofa. Senyumnya muncul saat melihat ada coklat yang ada di samping TV. Sedari tadi toples coklat itu yang menarik perhatiannya.

Letta menoleh ke kanan dan kiri, bunanya belum muncul. Letta membuka tutup toples kaca, tetapi setelahnya ia mengerucutkan bibirnya sebal. "Belat ...."

Yang namanya Letta kalau sudah ingin terhadap sesuatu, harus ia dapatkan. Dengan susah payah Letta berusaha membuka tutup toples itu. Dan saat tutup toples sudah terbuka sedikit senyum Letta mengembang dengan sempurna. "Yeaayy ...."

Letta membuka lebih lebar tutup toples. Tapi setelah sudah terbuka sempurna tutup toplesnya malah terlepas dari tangan Letta dan terjatuh ke lantai.

"Buna!" jerit itu reflek di teriakkan Letta saat melihat pecahan kaca di depannya.

Dyba dengan nafas memburu langsung mengangkat Letta ke gendongannya. Ia memeluk Letta. "Ada yang sakit?"

Letta sesegukan, ia menggerak-gerakkan kakinya. "Kaki cakit ...."

"Mbak Ana! Mbak Ana!"

Mbak Ana langsung datang masih dengan membawa sapu halaman. "Iya, non?"

"Tolong bersihin ya, jangan sampai nanti keinjek orang lagi."

Setelah mengatakan itu Dyba mengelus-elus punggung Letta sambil berjalan ke kamar bawah. Gadis kecil di gendongannya masih sesegukan. Dyba menurunkan Letta di atas ranjang. Melihat goresan yang lumayan panjang terlihat di kaki Letta. Entahlah bagaimana bisa ke gores.

Dyba menghela nafas panjang, ia mengambil P3K di dinding kamar. "Letta ngapain sih sampai ngambil sendiri? Kenapa gak nunggu buna aja? Udah tau itu berat," omel Dyba sambil mengolesi luka Letta dengan rivanol.

"A- au coklat bu- buna ... Ca- cakit!"

Dyba meniup-niup luka Letta setelah diolesi rivanol. "Kamu gak nunggu buna sih, sakit kan?"

"Ya- yayah, Etta au yayah bu- buna!"

Dyba menghela nafas kasar. "Di sini kan ada buna, yayah masih kerja sayang."

"Babaa!"

Dyba meletakkan P3K itu di atas nakas, tubuhnya melingkupi tubuh Letta dari atas. Dyba mengecup kedua pipi Letta. "Sama buna aja ya sayang, babang kan masih sekolah, yayah juga masih kerja."

Dyba mengusap sudut mata Letta. "Cup, cup, anak buna yang cantik. Lihat nih ...." Dyba meniup-niup kaki Letta. "Dah sembuh, sakitnya dah ilang gara-gara buna tiup."

Letta mengangguk, tangannya mengusap matanya. Dyba tersenyum, ia mengelus-elus pipi Letta. "Lain kali kalau mau minta apa-apa bilang sama buna biar buna yang ambilin. Buna gak akan marah sama kamu, itu coklat juga untuk kamu."

"Iya buna."

"Assalamu'alaikum! Rion ganteng dah pulang buna!"

Teruskan itu membuat Letta langsung menatap pintu. "Baba!"

"Bentar lagi juga ke sini sayang."

Letta tidak melepaskan tatapannya dari pintu kamar. Dyba menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tertidur di samping Letta dan mengusap-usap paha Letta.

"Hai dedek!"

Letta langsung tersenyum. Rion ikut tersenyum, ia meletakkan tas nya di sofa. Sebelum menghampiri Letta Rion mengecup kedua pipi Dyba, kemudian berbalik ke sisi ranjang Letta dan duduk di pinggir ranjang. Saat melihat kaki Letta, dahi Rion mengernyit. "Kenapa kakinya princess?"

"Taca atuh tadi, telus kena kaki."

"Hmm?"

"Kejatuhan toples kaca bang."

Wajah Rion langsung panik, ia melihat kaki Letta. Ia meniup-niup kaki Letta yang sudah terolesi betadine. "Masih sakit gak?"

Letta menggeleng. "Ndak, tadi dah di tiup buna."

"Abang, kamu ganti baju dulu sana. Habis itu duduk di sini dulu ya sama dedek, buna mau lanjutin buat makan Letta."

Rion mengangguk. "Siap buna!"

Rion langsung berlari ke kamarnya yang ada di lantai dua. Melihat itu Dyba tersenyum, Rion tetap menggemaskan. Walaupun pipi bocah itu sudah tidak seperti bakpao, tetapi kelakuan bocah itu selalu merubah mood Dyba.

"Dedek mamam sup ya?"

"Cup?"

"Iya, yang ada wortel nya."

Mata Letta berbinar. "Auu!"

"Siap princess. Nanti dedek di sini sama abang, baik-baik ya. Kalau mau apa-apa bilang ke abang, jangan ngambil sendiri. Kalau ngambil sendiri nanti kakinya cakit lagi. Oke?"

Letta mengangguk. "Ote!"

Saat melihat Rion memasuki kamar dengan baju santainya Dyba mengecup pipi Letta. "Buna buat mamam dulu."

"Abang mau mamam apa?"

Rion yang baru saja akan menaiki kasur menatap Dyba. "Buna mau masak apa?"

"Sup untuk dedek kamu."

"Enggak deh, abang mau ayam goreng aja sama sosis."

"Nanti pakai sayur ya? Sedikit aja."

Rion menghela nafas panjang. Saat melihat tatapan Dyba, Rion dengan terpaksa mengangguk. Sayur, jenis apapun sayuran yang berwarna hijau itu merupakan makanan yang paling Rion tidak suka. Entah di buat dalam bentuk apapun, Rion tidak suka. Menurutnya seperti embek.

Dyba mengecup puncak kepala Rion sebelum kembali ke dapur. "Buna masak dulu kalau dedek minta apa-apa kasih aja."

"Iya buna."

Rion mengelus pipi Letta, ia memiringkan tidurnya menghadap Letta. "Kok bisa sih jatuh toples nya?"

Letta ikut memiringkan tubuhnya menghadap Rion. Jari Letta bergerak di dada Rion. "Belat. Baba, nantuk ...."

"Katanya mau mamam?"

"Heem, tapi nantuk."

Rion mengecup kening Letta. "Jadi mau bobok dulu?"

"Iya, peyuk ...."

Rion tersenyum, ia memajukan tubuhnya memeluk tubuh mungil di depannya. Wajah Letta di benamkannya di dadanya. Jari-jari Rion juga memainkan rambut Letta agar dedeknya itu tertidur.

"Dedek cantik abang, jangan jadi cewek yang nakal ya nantinya. Abang sayang kamu."

***

"Sam?"

Sam yang baru saja akan menuju kamar langsung terhenti. Senyumnya terbit saat melihat Dyba menggunakan apron biru. Sam meletakkan tasnya di sofa dan langsung berlari ke dapur untuk memeluk Dyba dari belakang.

Dyba mengelus tangan yang ada di perutnya. "Kok udah pulang sayang?"

Sam mengecupi leher Dyba. "Happy anniversary."

Tangan Dyba yang tengah memotong kentang terhenti. Sumpah, demi apapun ia lupa. Sejak pagi Letta selalu menangis, bahkan hari ini ia dan Sam hanya berkomunikasi selama beberapa menit saja karena Letta yang selalu rewel.

"Sam, maaf ...."

Sam menggeleng. "Gak papa sayang, aku juga minta maaf aku baru ingat sekarang. Kita di sini sama-sama lupa, jadi gak ada yang bersalah."

Dyba membalikkan tubuhnya, tangannya melingkar di leher Sam. "Maaf, sumpah aku gak inget sama sekali Sam."

Sam tersenyum, ia mengelus pipi Dyba. "Gak papa sayangnya Sam. Setiap tahun kan pasti kamu yang inget, cuma tahun ini aja enggak."

"Kalau kamu gak inget kita bakalan lewatin hari ini."

Sam mengecup bibir Dyba. "Gak papa, karena hari-hari biasanya juga adalah hari-hari terindah dengan kamu yang tetap di samping ku."

Pipi Dyba memanas. "Selamat sembilan tahun kita bersama suami Dyba yang ganteng."

Sam mengangguk. "Sembilan tahun gak ke rasa ya, Dy? Mulai dari awal nikah, kehilangan Airin, terus kamu akhirnya hamil Rion, Rion udah tumbuh gede, akhirnya Letta hadir. Kenapa cepet banget?"

"Airin gak hilang, Airin sekarang ada di diri Letta."

Sam terkekeh. "Iya, paham aku. Kemiripan Airin sama Letta banyak banget. Matanya, wajahnya, cantiknya."

Dyba mengecup pipi Sam. "Makasih ya udah jadi ayah dan suami yang baik untuk aku, Rion, sama Letta."

"Aku yang makasih sama kamu sayang, istri sempurnanya aku. Dan nanti malem, aku udah persiapin acara untuk kita."

Mata Dyba membulat. "Gak sampai satu hari Sam?"

Sam mengangguk sambil tersenyum. "Semua bisa asalkan ada duit, yang. Tenang aja, nanti malam semua terima jadi."

"Undangan?"

"Keluarga sama kolega yang ada di Indonesia udah kok. Tapi, ya aku buat undangan juga untuk yang dari luar, mereka ada yang mau terbang kok ke sini langsung demi anniversary kita, tapi beberapa juga ada yang gak bisa datang karena karena mendadak."

Dyba memeluk Sam. "Makasih, kamu gercep banget."

Sam mengangkat Dyba ke gendongannya. "Hadiahnya mandi bareng boleh?"

"Masakan aku?"

"Gak usah, acaranya jam tujuh nanti jadi kita harus cepet."

"Anak-anak?"

Sam mengecup bibir Dyba beberapa kali. "Banyak amat alasannya, yang."

Dyba menyengir. "Kan antisisapi, yang."

"Antisipasi Dyba."

"Nah itu. Ke kamar dulu, kalau mereka bobok baru gas lah."

Sam membawa Dyba ke kamar, membuka pintu dengan perlahan dan di sana terlihat kedua buah hati mereka tengah berpelukan. "Liat lah anaknya aja romantis, gimana yayah bunanya coba?"

"Jelas tambah romantis."

Kedua orang itu terkekeh pelan sambil menutup pintu. "Gas Dy? Sambil remes-remes elus-elus ya?"

Dyba tertawa. "Gampang, masuk sekalian juga boleh. Kan hari ini hari spesial."

Mata Sam berbinar. Dyba nya setelah menikah semakin nakal.

Jari Dyba bermain di rambut Sam saat Sam menaiki tangga, tidak mungkin mereka mandi bersama di kamar mandi bawah, jelas orang lain-- apalagi Rion dan Letta dapat mendengarnya. "Yang, anak kamu tadi kena kaca loh."

Sam menatap Dyba dengan mata membulat. "Siapa? Letta? Terus yang sakit apanya? Gimana keadaannya? Harus sampai ke dokter gak? Harus di-"

Cup ....
Cup ....
Cup ....

"Gak usah berisik, tenang aja."

Tubuh Sam menegang, matanya mengerjap sempurna. Seketika pertanyaan-pertanyaan yang ada di otaknya hilang seketika. Tiga ciuman singkat yang di berikan Dyba membuat hatinya menghangat. Lebay? Tidak! Dyba bisa dihitung dengan jari berapa kali mencium Sam duluan selama sebulan!

Dyba terkekeh. "Udah atuh bengong nya. Cuma luka gores tadi di kakinya, gak dalem kok."

Sam menggeleng-gelengkan kepalanya, menghalau pikiran mesumnya-- sebentar lagi juga mereka bakalan mesum kok. Sam melanjutkan jalannya. "Eh, beneran?"

Dyba mengangguk sambil menggerak-gerakkan kakinya di gendongan Sam. "Iya."

Sam menghela nafas lega. "Kaca apa, yang?"

"Toples coklat di depan itu."

"Oh, gak papa toplesnya rusak beli baru lagi, tapi kalau Letta gak bisa di buat baru lagi."

Dyba hanya tersenyum. Benar yang di katakan Sam. Tidak apa-apa kalau benda atau materi yang rusak atau menghilang, tetapi jangan buah hatinya. Kehilangan Airin sudah menjadi hal terberat yang Dyba rasakan, jadi jangan sampai kedua bocah yang sedang tertidur di kamar itu hilang.

Sam membuka pintu kamar utama yang ada di atas, menutupnya dengan pelan dan tersenyum nakal ke Dyba. "Siap?"

Sam memasuki kamar mandi, menurunkan Dyba di atas wastafel. Dyba tersenyum, ia membuka kancing kemeja Sam. Sebelum semuanya terbuka Dyba mengecup dada Sam. "Kapan aku gak siap kamu ajak gini?"

Sam tersenyum lebar. "Kecebong, saatnya kamu keluar lagi!"

"Anj-"

***

Dyba menatap kagum kedua anaknya yang sudah siap dengan pakaiannya. "Kecebong Sam emang gak pernah gagal."

Rion dengan jas biru dan Letta dengan gaun putihnya. Tentu kedua bocah itu senada dengan jas dan gaun yang di kenakan Sam malam ini.

"Abang?"

Rion yang tengah membetulkan lengan jas nya menatap Letta. "Apa sayang?"

Gigi-gigi Letta terlihat. "Anteng!"

Rion mencubit hidung Letta. "Jelas, anaknya yayah. Kamu juga cantik."

Letta tersenyum sempurna. "Kayak buna?"

"Kayak princess."

Dyba berjongkok di tengah-tengah kedua anaknya. "Bunanya kok gak di puji sih?"

Rion menyengir, ia mengecup pipi Dyba. "Buna itu the best."

Dyba tersenyum, ia mengecup pipi Rion. Kemudian Dyba menatap Letta. "Buna gak cantik, dek?"

"Etta au cium, tapi ndak ampe," ucap Letta dengan mengerucutkan bibirnya. Jelas Letta tidak sampai, karena Dyba memakai high heels supaya ia bisa setara dengan Sam.

Dyba menyodorkan pipinya ke Letta. "Nih."

Letta mengecup pipi Dyba dengan cepat. "Buna antik kaya Etta!"

"Jelas dong!"

"Kesayangan yayah udah pada siap?"

"Siap!" jawab kompak mereka bertiga.

Sam tersenyum, ia menggendong Letta dan Dyba menggandeng Rion. Sam meletakkan Letta di kursi belakang mobil di susul Rion yang di samping bocah cantik itu.

"Abang, pakein dedek seatbelt ya, entar dia ngejungkel."

"Iya yayah, tenang aja."

Sam menjalankan mobilnya dengan kecepatan rata-rata, tidak mungkin ia ngebut mengingat ada Letta di belakang. Perjalanan mereka di hiasi celotehan Letta yang sibuk mengomentari lampu-lampu yang gadis cilik itu temui di jalan.

"Abang, nanti abang di samping yayah sama buna dulu. Waktu yayah jalan abang juga ikut jalan, ketemu sama temen-temen yayah. Habis itu kamu makan dulu dari tadi sore belum makan. Kalau udah baru boleh main sama yang lain."

Rion mengangguk. Keluarga kecil itu akhirnya memasuki ballroom hotel. Sam melirik jam nya, sekarang jam 18.30, sedangkan acaranya jam 19.00. Sam sengaja membawa keluarga kecilnya dahulu supaya lebih enak.

Dyba menganga melihat dokerasi di depannya, apalagi di tengah-tengah sana ada kue tingkat.

"Buna, au tue!"

Dyba menoleh dan menatap Letta sambil terkekeh. "Nanti ya sayang."

"Sam, ini bukan kayak anniversary, tapi kayak acara nikahan."

Sam mengecup pelipis Dyba. "Anything for you."

***

Baru saja Sam mengantarkan Rion dan Letta ke taman bermain yang di khususkan untuk anak-anak Sam kembali ke mejanya. Tadi ia dan Dyba sudah memotong kue, dan kue pertama langsung diminta Letta.

Ia menghampiri Dyba dan tangannya mengepal melihat punggung yang di balut jas hitam tengah bersenda gurau dengan Dyba.

Baru saja Sam akan mencengkram kerah belakang jas itu, tetapi suara yang di keluarkan lelaki itu membuat Sam berhenti seketika. "Gue kakak ipar lo bangsat!"

Sam nenyengir saat Gean membalikkan badannya. "Maaf atuh bang, gue dah lupa sama bentuk punggung lo."

"Lo tadi nonjok gue bakalan gue pecat lo jadi adik ipar gue."

Sam mengelus lengan Gean. "Bang Gean sayang gak boleh gitu dong. Masa tega adiknya udah punya buntut dua mau di pisahin sama suaminya?"

Gean menjitak kepala Sam. "Emang kelakuan lo gak pernah berubah!"

"Bang-"

Gean menarik telinga Sam. "Bang apa, hmm?"

"Bang Gean maksudnya. Bang, jangan di jewer atuh, entar kesan CEO cool gue ilang gara-gara lo."

"Satu kata. Bacot!"

Gean melepaskan jewerannya dari telinga Sam. Lelaki itu sempat mencium pipi Dyba. "Abang ke sana dulu, itu ada kolega yang abang kenal."

Dyba mengangguk. Sam menghela nafas lega saat Gean sudah pergi dari hadapannya. "Ada apa sih yang sama kuping ku? Bang Gean kayaknya gak pernah gak jewer."

Dyba terkekeh, ia mengelus telinga Sam yang memerah. "Sabar aja. Dia juga lagi kesel makannya lampiasinnya ke kamu."

"Ih iya kak Rahma mana?"

"Nah itu, kan kak Rahma lagi hamil anak kedua. Hamilnya udah sembilan bulan, jadi gak di ajak ke mana-mana sama bang Gean."

Sam mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tetapi, tidak lama kemudian mata Sam berbinar saat mendengar dansa. "Yang, dansa?"

Dyba tersenyum, ia mengangguk. "Pasti dong, masa yang punya acara gak dansa?"

Sam ikut tersenyum, ia berdiri sambil merapikan jas nya. Ia menjulurkan tangannya ke Dyba. "Dance with me beautifull?"

Dyba terkekeh, ia menerima uluran tangan Sam. "Sure my handsome."

Sam merangkul posesif pinggang Dyba hingga mereka sampai di antara orang-orang yang tengah berdansa. Mereka berhadapan, tangan Sam di letakkan di pinggang Dyba dan tangan Dyba berada di bahu Sam.

"Dy ...."

"Hmm?"

"Thank you."

"For?"

"Everything."

Senyum Dyba terbit, kepalanya mengangguk. Sekarang tangannya ganti melingkari leher Sam. Sam semakin mendekatkan tubuh keduanya, kening mereka sudah menempel.

"Makasih udah nerima aku. Makasih udah jadi istri yang sempurna buat aku. Makasih udah jadi buna yang sempurna untuk anak-anak aku."

Sam mencuri satu kecupan di bibir Dyba. "Kamu tahu kamu adalah makhluk yang paling indah yang pernah aku lihat selain kedua orang tuaku. Kamu adalah wanita yang paling cantik di mataku, sama kayak mama. Kamu adalah pelindung ku, di mana kamu mendukung ku dan selalu ada di belakang ku dalam perjuangan ku. Terima kasih karena kamu membuatku tidak bisa melihat wanita lain dan pandanganku hanya tertuju pada dirimu wahai istri ku."

Pipi Dyba sudah tidak bisa dikondisikan lagi memerah seperti apa. Blush on di tambah pipinya yang memerah alami membuat Sam yang melihat itu tersenyum gemas, ia ingin menggigit pipi itu.

Dyba hanya bisa menunduk, ia tidak mau lagi berlama-lama bertatapan dengan mata coklat yang sedari dulu menghanyutkan itu.

Sam terkekeh, ia mengangkat dagu Dyba.
"Mungkin terdengar sangat kuno, tapi ini adalah yang sebenarnya dan aku tidak menggombal. Cintanya Samudera hanya kepada Adyba, kamu adalah cinta pertamaku dan terakhir ku. Mungkin kamu bertanya-tanya kenapa aku bisa seperti ini? Aku berani memilih mu untuk yang terakhir karena kamu adalah pembawa energi dalam hidupku. Kamu selalu menemaniku dalam suka maupun duka dan mendukung ku dalam perjuanganku."

Dyba membenamkan wajahnya di dada Sam. "Sam ... udah, aku malu."

Sam mengecup puncak kepala Dyba, rambut gelombang kecoklatan Dyba yang di sanggul membuat Sam terpanah.
"I love you. You are every reason, every hope and every dream I’ve ever had and no matter what happens to us in the future, everyday we are together is the greatest day of my life, you are mine everytime."

Dyba menghela nafas panjang, ia berusaha menghalau kegugupan nya. Dyba dengan perlahan menatap mata Sam. "Sam ... Dulu, kamu pernah membuatku jengkel. Namun, sejak kamu sadari, aku jatuh cinta padamu setiap saat."

Pipi Sam memerah. "Dah bisa bales gombalan nih ya."

Dyba tersenyum, ia mengecup pipi Sam. "Orang sering nanya sama aku, kenapa aku masih bertahan sama kamu yang posesif ini? Jawabannya adalah, aku selalu menemukan diriku utuh bersamamu."

Senyum Sam mengembang. "Iya dong burung aku kan sarangnya kamu, makannya kamu jadi utuh."

Dyba mengigit hidung Sam. "Astaghfirullah Samudera, ngilangin suasana romantis aja, ya!"

Tawa Sam terdengar merdu di telinga Dyba. Suara serak-serak basah yang selalu menjadi candu nya itu membuat hatinya menghangat.

"Dy, can I kiss you?"

"Sure, why not?"

Sam memiringkan wajahnya, menatap Dyba dengan penuh cinta. Sebelum dua bibir itu menempel, Sam sempat berucap, "I love you."

Kedua bibir itu menempel dengan sempurna. Dan ini akhir dari kisah Samudera dan Adyba. Akhir yang indah untuk sebuah hubungan seperti mereka. Dan semoga saja kisah Samudera dan Adyba selalu melekat di ingatan kalian para pembaca cerita ini.

***

TAMAT

HAPPY ENDING!!!

23 Februari 2021

Continue Reading

You'll Also Like

356K 33K 67
Positif. Ah, tidak. Lelaki humor penyimpan sejuta luka itu sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Dimana, malam itu adalah malam tersial untuk kedu...
908K 67K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
1M 16.9K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+