Ephemeral [TERBIT]

By cindyspt_

222K 31.3K 7.8K

Ephemeral, waktu yang begitu singkat dan semua yang ada didunia tidak lah kekal. Sosok remaja ini akan membaw... More

Ephemeral
1. Masa lalu
2. Akhir masa lalu
3. Mimpi buruk
4. Ketakutan Jeno
5. Apa dia lebih penting?
6. Sosok rapuh yang kuat
7. Ukiran berwarna merah
8. Senyum dibalik luka
9. "Tuhan, kapan Jeno bahagia?"
10. Jatuhnya air mata
11. "Jeno rindu ayah yang dulu"
12. Munculnya konflik
13. "Jeno capek bang.."
14. Tidak sendirian
15. Jeno itu siapa?
16. Jurang yang dalam
17. Penyelamatan
18. Arti seorang adik
19. Antara rindu dan sepi
21. Tentang Aksa
22. "Ayah jahat, tapi Jeno sayang"
23. Air mata kekecewaan
24. Hati yang sudah mati
25. Penyesalan yang sia-sia
26. Kebahagiaan yang semu
27. Luka yang membekas
28. Lupa yang membawa luka
29. Dia sudah bahagia
30. Teka-teki kehidupan
31. Pahlawannya telah pergi
32. Sakit yang berkelanjutan
33. Diselamatkan bersama luka baru
34. Kehilangan lagi
35. Tangis dan tawa
36. Maaf berujung petaka
37. Bertemu Bunda
38. Perjuangan terakhir
39. Hampir menyerah
40. Bahagianya sudah nyata
Catatan terakhir
Mari dibuka✨
VOTE COVER!!
OPEN PO!!
PENGUMUMAN PO!
Ayok dibuka💃

20. Sudah lelah

4.3K 704 269
By cindyspt_

"Dear Ayah, jika Ayah memang sudah lelah merawatku, maka kembalikan aku kepada Tuhan dan biarkan Tuhan yang merawatku."

Siapkan bantal buat dipukul, part ini sungguh meresahkan✨

Ada yang punya rekomendasi lagu sedih gak? Drop di komen ya kalau ada

-√-

-

Malam kembali tiba dan kini Jeno sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah setelah beradu mulut dengan Wira dan Nean sebelumnya.

Kira-kira satu jam lamanya sudah mereka lalui untuk pulang menuju ke rumah, namun keheningan begitu mendominasi di dalam mobil tersebut sehingga terasa sangat sunyi. Yang ada hanyalah lagu Because of You yang dinyanyikan oleh Moon Taeil, member NCT.

"Lo denger lagu apa sih Wir?" tanya Edric memecah keheningan.

"Hah? Gak tau gue, asal nyetel aja. Sering denger lagunya di meme."

"Heh, bacanya mim bukan meme, anjing jangan bikin otak gue error deh."

"Ohh cara bacanya udah ganti? Kirain masih sama."

"Dari dulu emang udah gitu oon!"

Jeno, Nean, dan Hesta yang mendengar kedua pemuda itu kembali bertengkar hanya bisa geleng-geleng kepala. Rasanya jika sehari saja mereka tidak bertengkar, rasanya dunia akan kiamat.

Setelah 3 jam lamanya mereka lalui, kini mereka sudah sampai ke rumah. Sebelumnya mereka mengantar Nean terlebih dahulu karena hari sudah malam dan mereka tidak mungkin menyuruh remaja itu pulang sendirian.

Hesta memasuki pekarangan rumah yang sangat luas itu dan matanya tak henti bergerak menelusuri setiap bagian bangunan besar yang berdiri kokoh di depan matanya itu.

"Kak, ini rumah atau istana?"

Wira menatap Hesta dengan tatapan malas, "Ini kastil princess."

"Ohh gitu, Kak Wira yang jadi Elsanya disini?"

"Iya, keren kan? Terus lo yang jadi Rapunzelnya, nari-nari kek orang gila."

Hesta hanya tertawa mendengar candaan Wira sampai-sampai suara batuk itu membuat Wira kembali menatap Hesta dengan tatapan khawatir.

"Kenapa? Kambuh lagi?"

"Enggak, cuma keselek tadi."

Wira hanya mengangguk dan melanjutkan perjalanannya masuk kedalam rumah itu. Setelah sampai di pintu utama, Jeno membuka pintu itu dan melihat seisi rumah besar yang nampak kosong dan gelap.

"Jeno pulang," ujar Jeno dengan nada lirih.

"Dari mana aja kamu? Bukannya siang ini harusnya udah pulang? Pergi kemana lagi sampe malem gini? Ke bar? Mabuk-mabukan?"

Jeno menghela nafasnya sambil tersenyum, baru saja kemarin sebelum berangkat kemah Dirga memeluknya dan mengucapkan kata maaf, tapi kini sifat aslinya sudah kembali lagi.

"Tadi Jeno ada urusan Yah, jadinya pulang agak telat."

"Urusan apa? Kamu tengkar lagi sama orang lain? Balapan liar? Atau apa hah?!"

"Maaf tuan, tapi tuan muda-"

"Diam kamu, Wira! Saya gak bicara sama kamu!"

Wira terdiam dan sesekali ia menatap Jeno yang memintanya untuk tenang, bahkan wajah remaja itu masih bisa tersenyum setelah diperlakukan seperti itu.

"Kamu bawa siapa lagi ini? Dikira sini tempat penampungan apa?"

"Maaf tuan, ini adik saya dan dia hanya tinggal disini. Dia gak akan nyusahin tuan, bahkan biaya kuliah dia saya yang bayar."

Dirga hanya mengusap wajahnya frustasi, "Jadi bilang sama Ayah sekarang, kemana aja kamu dari siang sampe malem?"

"Jeno ada urusan Yah, gak terlalu penting buat Ayah tau juga."

PLAKK

"Berani kamu bilang gitu sama Ayah hah?!"

Jeno mengusap pelan pipinya yang ditampar oleh Dirga dan kemudian anak itu mengukirkan senyumnya kepada Dirga dengan air mata yang turun begitu saja.

"Ayah gak peduli kan sama Jeno? Jadi buat apa tau Jeno ngapain aja tadi?"

Melihat Jeno yang tersenyum bersamaan dengan air mata yang jatuh membasahi wajah anak itu, membuat hati Dirga terasa sakit melihatnya. Namun ego yang ada di dalam dirinya kembali menang dan membuatnya tidak peduli dengan anaknya.

"Jaga mulut kamu, Jeno. Ayah tanya kayak gini karena Ayah peduli, Ayah gak mau kamu salah pergaulan! Semua anak Ayah itu berharga layaknya permata."

"Apa Yah? Permata? Atau sampah?"

PLAKK

"Tamparan kedua, pasti bibir gue udah sobek," batin Jeno.

"Dari mana kamu belajar bicara kayak gitu hah?! Udah mulai gak sopan kamu!"

"Jeno belajar dari Ayah, kan cara Ayah ngajar Jeno kayak gini kan?"

Dirga mengepalkan tangannya dan rahangnya mengeras, ia paling tidak suka jika ada anaknya yang membantah perkataannya apalagi berani menjawabnya seperti itu.

Perlahan Dirga maju mendekati Jeno dan disaat itu juga Jeno mundur perlahan saat tau bahwa Ayahnya sedang benar-benar marah padanya.

"Ikut Ayah, anak nakal kayak kamu harus diberi pelajaran!" Jeno mengerang kesakitan kala Dirga menarik kasar rambutnya dan menyeret anak itu ke kamar mandi.

Wira, Edric, dan Hesta yang melihat itu langsung berlari mengejar Dirga namun pergerakan mereka disadari Dirga dan laki-laki itu langsung menyuruh bodyguardnya yang lain untuk menahan mereka bertiga.

"Heh anjing, Jeno masih anak lo!! Lo mau ngapain?!" Wira terus memberontak kala bodyguard itu menahan tubuhnya.

"Om sadar, Jeno habis sakit!"

Hesta juga ikutan memberontak dan akhirnya berhasil lolos dari genggaman bodyguard itu, namun sayangnya salah satu bodyguard itu mendorongnya hingga kepalanya membentur meja.

Wira terdiam beberapa saat ketika melihat tubuh adiknya yang tergeletak di lantai begitu saja dengan darah yang mengalir di kepalanya.

"Hesta!!"

Edric yang melihat itu benar-benar sudah naik pitam. Ia menarik kerah bodyguard itu dan menghajar keras rahang bodyguard itu lalu menendang perutnya hingga bodyguard itu tersungkur di lantai.

Ia menghampiri orang itu dan menarik kembali kerahnya, "Jangan nyakitin orang dengan cara lo dorong kayak gitu, lo tau gak itu adeknya si Wira? Jangan goblok anjing! Kalau adeknya Wira sampe kenapa-napa lo mau tanggung jawab?! Otak dipake!"

"M-maaf gue gak sengaja.."

"Bodyguard mental tempe lo, lo udah buat kayak gini sekarang tanggung jawab lah bangsat!"

"Dric udah! Kalau lo mukul dia terus lo bisa bunuh dia anjing!" seru Wira sambil memangku tubuh Hesta.

Wira menatap Hesta yang masih sadar namun anak itu nampak linglung menatap kesana kemari.

"Dek? Kenapa hm? Bilang sama kakak kalau ada yang sakit."

"Kepala Hesta..berdarah ya kak?"

"Gapapa, biar kakak obatin ya?"

Hesta menangis membuat Wira bertambah panik karena ia tidak tau apa yang tiba-tiba membuat adiknya itu menangis.

"Ta? Kenapa nangis? Mana yang sakit bilang sama gue."

"K..kak..darah..Kak Aksa..Hesta gak mau inget itu lagi.."

Wira menghela nafasnya dan langsung memeluk erat Hesta setelahnya tangisan Hesta langsung bertambah kencang dan Wira memeluknya semakin erat.

"Kak Aksa udah tenang Ta..jangan kayak gini lagi gue mohon.."

"Banyak darah kak.."

"I-iya gue tau, udah ya? Kita obatin dulu lukanya.."

Hesta menurut kemudian Wira membantu anak itu untuk berdiri. Hesta berjalan dengan langkah yang tidak seimbang membuat Wira selalu memegang kedua bahu adiknya itu untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu Hesta tumbang.

Di sisi lain, Jeno di dorong paksa oleh Dirga untuk masuk ke dalam kamar mandi. Dorongan Dirga sukses membuat perut Jeno menghantam keras ujung bak mandi. Seakan-akan sudah dirasuki oleh setan, Dirga benar-benar sudah kehilangan akal bahkan nalurinya sebagai seorang Ayah.

"Coba ulang tadi kamu bilang Ayah gak peduli kan? Ulang perkataan itu."

"E..enggak Yah maaf, maaf Jeno salah.."

Dirga menatap datar anaknya itu, ia mengambil gayung yang sudah ia isi dengan air lalu menyiramnya begitu saja pada Jeno membuat anak itu sedikit kaget.

"Ulang Ayah bilang!!"

Jeno menggelengkan kepalanya, "E-enggak Yah, Jeno salah..maaf..maafin Jeno.."

Semakin geram karena anaknya tidak menuruti perkataannya, ia kembali menarik rambut Jeno dan mendorong kepala itu masuk kedalam bak air kemudian mengeluarkannya lagi.

Uhuk..uhuk..

"Masih gak mau nurutin kata Ayah?"

Jeno masih saja menggelengkan kepalanya. Dirga kembali memasukkan kepala Jeno kedalam air hingga anak itu menggeliat karena tidak bisa bernafas, bahkan sebagian air itu sudah masuk ke dalam paru-parunya.

"A..Ayah..Jeno mohon udah..s-sakit.."

Masih dengan tatapan yang sama, Dirga tidak meletakkan satu rasa kasian sama sekali terhadap anaknya itu.

"Kenapa jadi penakut gini hm? Tadi berani lawan Ayah, kenapa sekarang jadi pengecut hah?!"

"E-enggak Yah..arghhh..udah..A-ayah sakit.."

Rambut itu kembali ditarik kuat oleh Dirga hingga beberapa helai rambut Jeno ada di tangan Dirga. Jeno menangis, ia tidak menyangka jika Ayahnya akan sekejam ini dengan dirinya, ia bahkan tidak tau apa salahnya.

"Kenapa kamu jadi liar kayak gini sih? Jawab Ayah Jevano!!"

"Apa Yah!! Jeno gak tau salah Jeno apa! Kenapa Ayah jadi kejam kayak gini! Kalau Ayah mau Jeno mati, bunuh aja langsung, jangan siksa Jeno kayak gini!!"

BUGH

BUGH

Jeno membulatkan matanya saat Dirga menendang perutnya begitu saja. Tubuh meluruh begitu saja di lantai yang basah itu sambil menggeliat memegangi perutnya yang sangat sakit.

"Emang harusnya kamu yang mati! Kalau aja kamu gak lahir, Bunda kamu gak akan meninggal!"

Remaja itu terdiam, ia tidak paham apa yang baru saja ia dengar. Bukannya Bunda meninggalkan Ayah karena laki-laki lain? Makna kata meninggalkan yang sebenarnya adalah pergi untuk selamanya?

"Bunda..meninggal? A-Ayah bilang Bunda cuma pergi sama laki-laki lain.."

"Ayah bohong sama kamu, puas?! Dia meninggal karena lahirin anak gak berguna kayak kamu! Dia bahkan berharap kamu tumbuh jadi anak berguna tapi kenyataannya apa?!"

Jeno menatap kosong ke arah depan, seakan-akan ia tidak terima dengan kenyataan sepahit ini, kenapa lagi-lagi dirinya harus menderita seperti ini?

"A..Ayah jangan bercanda..Bunda pasti masih hidup kan? Bunda cuma benci aja sama Jeno..iya kan?"

BUGH

BUGH

Remaja itu kembali mengerang kesakitan kala Dirga menendangnya dengan membabi buta.

"Dia udah meninggal!! Istri saya meninggal karena lahirin kamu bodoh!!"

Jeno meringkuk di lantai dengan tangisannya yang dapat didengar jelas oleh Ayahnya. Jadi sejak kecil ia sudah menjadi pembunuh, ia bahkan membuat Bundanya meninggal karena dirinya.

Perlahan ia bangun dan duduk di hadapan Dirga yang sekarang tengah berdiri didepannya. Ia mengambil tangan Dirga dan mengarahkan tangan kekar itu kearah lehernya.

"Bunuh Jeno aja Yah..J-Jeno emang gak layak hidup, dosa Jeno banyak.

Dirga menatap Jeno dan nuraninya sebagai seorang Ayah perlahan mulai kembali terbuka ketika melihat anaknya yang seperti itu.

"Lepasin tangan saya.."

"Jangan siksa Jeno kayak gini Yah..udah cukup. Kalau Ayah gak mau rawat Jeno, pulangin Jeno ke Tuhan ya? Biar Tuhan yang rawat Jeno di surga. Itu juga kalau Jeno masuk surga Yah hehe."

Jeno kembali menertawakan kehidupannya, semesta begitu jahat kepadanya dan tidak memberikannya kesempatan untuk bahagia sekali saja. Jika ia sudah bahagia, dengan mudahnya semesta kembali menarik kebahagiaan itu dan menggantinya dengan kesedihan.

Suara tawa Jeno terdengar begitu menyakitkan di telinga Dirga, apa dirinya sudah benar-benar kelewatan dengan anak bungsunya ini?

Uhuk..uhuk..

Jeno menutup mulutnya dengan tangan saat ia terbatuk hebat. Saat ia menurunkan tangannya ia sudah menebak bahwa akan ada darah disana. Sedangkan Dirga membulatkan matanya kala melihat Jeno batuk berdarah.

Perlahan pandangan Jeno menjadi gelap dan akhirnya tubuh itu terjatuh ke lantai kamar mandi yang dingin. Namun sebelum tubuh itu membentur lantai yang dingin itu, Dirga menahan tubuh Jeno dan menarik tubuh itu kedalam pelukannya.

"J-Jeno? Nak kamu denger Ayah?" Dirga menepuk pipi Jeno berkali-kali mencoba menyadarkan anak itu.

"Jeno m-maafin Ayah, A-Ayah udah kelewatan. Ayah mohon bangun nak.."

Dirga menangis, ia memukul kepalanya berkali-kali. Ia merasa telah menjadi seorang Ayah bodoh yang tega menyiksa anaknya sendiri hingga seperti ini.

Dengan tangan gemetar ia mencoba mengecek laju pernafasan Jeno namun yang ia temukan adalah nafas anak itu yang semakin melemah.

"E..enggak Jen, Jeno ayo bangun nak. Jangan bercanda kayak gini. Jeno maafin Ayah.."

Dirga menggendong tubuh Jeno keluar dari kamar mandi dan dengan kasar ia mengambil jaket miliknya dan ia balutkan pada tubuh Jeno guna menghangatkan tubuh anaknya itu. Ia menyibak rambut Jeno yang basah dan berkali-kali mencium dahi Jeno dengan air mata yang tak hentinya mengalir.

"T..tolong antarkan Jeno ke rumah sakit."

Wira, Edric, Hesta, dan bodyguard yang lainnya membulatkan matanya kala melihat Jeno yang tergeletak lemah di gendongan Dirga dengan mulutnya yang dipenuhi oleh darah.

Dari atas tangga Jaevir baru saja bangun dari tidurnya dan ia langsung disuguhi pemandangan yang membuatnya kaget setengah mati.

"Jeno!!"

Ia berlari turun dan menghampiri Jeno yang berada di gendongan Dirga itu.

"Ayah Jeno kenapa?! Ini kenapa banyak darah di mulutnya? Adek kenapa Yah?!"

"Maaf.."

BUGH

Edric memukul keras rahang Dirga dan mengambil ahli tubuh Jeno, "Kamu tau Jaevir, laki-laki ini yang udah buat Tuan Muda Jeno kayak gini! Ayah macam apa anda?"

Jaevir menatap Ayahnya dengan tatapan tajam, "Ayah? Bilang sama Jaevir kalau Bang Edric bohong, Ayah gak mungkin buat Jeno sampe kayak gini kan? Ayah jawab Jaevir!!"

"M..maaf nak, Ayah kelepasan.."

Mendengar itu membuat Jaevir menggelengkan kepalanya, kali ini ia sudah benar-benar kecewa dengan Dirga. Entah apa yang membuat Ayahnya bisa berubah menjadi iblis seperti ini.

Melihat Jeno yang tiba-tiba kembali terbatuk dengan darah yang keluar dari mulutnya membuat Jaevir semakin panik. Ia akhirnya meminta Edric untuk membawa Jeno ke rumah sakit.

"Jen bertahan ya, kita ke rumah sakit sekarang."

Dengan cepat Edric menggendong Jeno keluar menuju mobil. Edric benar-benar dibuat tidak bisa berkata-kata. Pasalnya beberapa jam yang lalu anak itu baru saja keluar dari rumah sakit dan sekarang ia harus kembali ke rumah sakit karena Dirga yang gila itu.

Wira baru saja menenangkan Hesta di sofa kini sudah dibuat emosi kembali oleh tingkah gila Dirga. Dengan cepat pemuda itu mendekat kearah Dirga dan menarik kuat kerahnya hingga membuat Dirga berdiri dari duduknya.

"Saya tau Jeno bukan anak kandung anda, anda pasti tidak mau kalau Jeno tau semua tentang itu kan? Jadi lebih baik anda jangan macam-macam dengan Jeno," bisik Wira.

Dirga membulatkan matanya tidak percaya, "B-bagaimana kamu bisa tau Wir?"

Wira tertawa, "Gak ada yang saya gak tau, Tuan Dirga yang terhormat! Jangan kira saya ini bodoh! Jangan pernah menilai orang dengan dengkul, nilai dengan otak dan mata anda."

Dirga menunduk, ia tidak bisa menjawab apa-apa lagi, ia tau kalau dirinya itu bersalah.

Laki-laki itu menggenggam tangan Wira, "S..saya mohon Wir, jangan kasih tau Jeno tentang ini. Saya mohon, s-saya masih sayang sama dia."

"Dimana-mana kata sayang itu ditunjukin juga, bukan cuma lewat mulut tuan. Buktinya sekarang Jeno masuk rumah sakit lagi."

Dirga mengernyitkan dahinya, "Lagi? Maksud kamu?"

Ingin sekali Wira menampar pria didepannya itu, "Anda kemana aja? Saya telpon kemarin tapi anda malah matiin karena lagi berduaan sama wanita? Asal anda tau kemarin Tuan Muda Jeno jatuh ke jurang dan saat saya dan yang lain nyari dia, dia udah gak sadarkan diri ditambah kakinya ada bekas gigitan ular. Telat sedikit, nyawanya udah gak tertolong. Lalu Ayahnya? Malah main sama wanita dan gak peduli sama sekali sama putranya."

Penyesalan Dirga semakin besar kala mendengar penjelasan Wira. Sungguh ia merasa dirinya sangat bodoh.

"A..apa bang? Jeno jatoh ke jurang? Digigit ular?"

Wira menatap Jaevir yang terlihat panik mendengar semua itu, "Dia harusnya udah gapapa, tapi karena orang ini, Jeno jadi harus masuk rumah sakit lagi. Saya harap dia gapapa."

"Kita ke rumah sakit sekarang bang.."

"Iya, saya ajak adik saya juga gapapa ya?"

"Itu adek abang?" Wira mengangguk.

"I-iya gapapa bang."

Dirga hanya bisa menatap kepergian mereka kemudian kembali menyesali perbuatannya tadi. Ia menatap tangannya yang bergetar, tangan yang baru saja ia gunakan untuk memukul anaknya sendiri dengan kejamnya.

Ia kembali menangis dan menghantam tangannya sendiri ke ujung meja membiarkan tangan itu terluka. Ia tidak peduli.

"Maafin Ayah, Jen.."

-

Ada yang mau liat Kak Aksa? Next chapter kita kupas ya dia kenapa👍🏻


-

Hai ketemu lagii, semoga sehat selalu kalian. Aduh maaf banget updatenya jam segini yaa, udah malem banget😭

Mari kita naikan senjata, serang Om Dirga, hamba kesal sangat🔪

Semoga part ini bisa mengisi malem kalian sebelum besok sekolah lagi 🙂

Jangan lupa vote sama ramein komen hayok. Pengen liat kalian segemes apa sama si om 😀🔪

Lanjut part 21?

Salam hangat

Cindy🍁-

Continue Reading

You'll Also Like

27.3K 2.6K 21
cerita yg ini nggak ada kaitannya sama yang pertama ya. jisungxnctdream
2.6K 124 8
Ketika malam yang sepi dan tenang seperti biasanya di Aula Roh, seorang laki-laki berumur sekitar 19 tahunan tiba-tiba muncul di suatu kamar seorang...
126K 15.1K 48
Kehidupan Jaemin yang hanya ingin dipanggil adik oleh Jaehyun sang kakak. Jaemin ingin dipeluk lagi oleh sang kakak. Jaehyun tidak menyukai Jaemin ka...
5.4K 482 10
tentang samudra dan 7 manusia lainnya.