Ephemeral [TERBIT]

By cindyspt_

222K 31.3K 7.8K

Ephemeral, waktu yang begitu singkat dan semua yang ada didunia tidak lah kekal. Sosok remaja ini akan membaw... More

Ephemeral
1. Masa lalu
2. Akhir masa lalu
3. Mimpi buruk
4. Ketakutan Jeno
5. Apa dia lebih penting?
6. Sosok rapuh yang kuat
7. Ukiran berwarna merah
8. Senyum dibalik luka
9. "Tuhan, kapan Jeno bahagia?"
10. Jatuhnya air mata
11. "Jeno rindu ayah yang dulu"
12. Munculnya konflik
13. "Jeno capek bang.."
14. Tidak sendirian
15. Jeno itu siapa?
17. Penyelamatan
18. Arti seorang adik
19. Antara rindu dan sepi
20. Sudah lelah
21. Tentang Aksa
22. "Ayah jahat, tapi Jeno sayang"
23. Air mata kekecewaan
24. Hati yang sudah mati
25. Penyesalan yang sia-sia
26. Kebahagiaan yang semu
27. Luka yang membekas
28. Lupa yang membawa luka
29. Dia sudah bahagia
30. Teka-teki kehidupan
31. Pahlawannya telah pergi
32. Sakit yang berkelanjutan
33. Diselamatkan bersama luka baru
34. Kehilangan lagi
35. Tangis dan tawa
36. Maaf berujung petaka
37. Bertemu Bunda
38. Perjuangan terakhir
39. Hampir menyerah
40. Bahagianya sudah nyata
Catatan terakhir
Mari dibuka✨
VOTE COVER!!
OPEN PO!!
PENGUMUMAN PO!
Ayok dibuka💃

16. Jurang yang dalam

4.3K 707 181
By cindyspt_

"Semesta sedang tertawa atas kesengsaraan nya, namun akan ada saatnya dimana semesta akan diam atas kekuatannya."

Siapin apapun yang kalian punya soalnya gak tau part ini sedih atau tidak, tapi part ini ada 3000+ words semoga betah!✨

🎶Ruth B-Lost Boy🎶

-

Dua hari sudah berlalu sejak Jeno kembali masuk rumah sakit karena batuk berdarah akibat tendangan Bara yang tepat mengenai dadanya. Kini anak itu tengah merapikan pakaiannya dan memasukan baju-baju itu kedalam tasnya.

Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu namun disamping itu ia juga takut. Ia juga sedikit tertekan karena menyimpan janji dengan ayahnya, karena syarat untuk pergi camping adalah ia harus bisa mendapatkan nilai sempurna di ulangan berikutnya.

Dan naasnya ulangan selanjutnya adalah matematika.

Tapi sejenak ia mencoba untuk mengesampingkan janjinya itu dan berharap bahwa camping kali ini bisa membuatnya lepas dari masalah.

Jeno juga berharap saat nantinya ia berada di hutan, ia bisa menjauh dari teman-temannya dan pergi kehutan untuk berteriak sekencang-kencangnya demi melepas sesak yang mengikat kuat dadanya itu. Dan tentu saja Jeno ingin melakukan itu semua saat sore hari dan langit masih cerah, jika langit sudah semakin gelap, ia tidak akan pernah berani untuk menjelajahi hutan itu.

Ia sudah siap, kini dia akan turun kebawah untuk sarapan dan entah kenapa ia berharap bahwa Dirga akan memeluknya dan mengatakan "Hati-hati ya nak.'' Membayangkannya saja sudah membuat hati Jeno terasa sangat hangat, apalagi semua itu menjadi kenyataan.

Saat Jeno baru saja ingin membuka pintu kamarnya, tiba-tiba saja pintu itu dibuka kasar dari depan oleh oknum bernama Wira yang membuat wajah remaja itu menghantam keras pintu kamarnya dan terjungkal kebelakang.

"Astaga nabrak setan gue-YA AMPUN JENO!!"

Wira sangat kaget ketika mendapati Jeno yang terkapar di lantai setelah ia memasuki kamarnya. Ia mendekati Jeno yang tergeletak di lantai dengan darah yang keluar dari hidungnya. Melihat itu membuat Wira memukul kepalanya sendiri, coba aja kalau dia buka pintunya pelan-pelan.

"Jen? Kamu dengar saya kan? Jen ya ampun maaf saya gak liat kamu mau buka pintu juga."

Jeno mengerjapkan matanya perlahan dan tersenyum lebar lalu mengacungkan jempolnya sebagai tanda pada Wira bahwa ia baik-baik saja. Sedangkan Wira dengan telaten membersihkan darah yang keluar dari hidung remaja itu.

"Aduh, kenceng banget ya saya dobrak pintunya? Sampai kamu mimisan kayak gini."

Jeno tersenyum sinis, "Hehe enggak kok bang, rasanya cuma kayak ketimpa lemari baju.

"HEH, emang pernah Jen?"

"Enggak sih."

"Olahh bengek."

"Siapa yang bengek bang?"

"Saya, Jen."

"Tapi abang masih bisa nafas."

"Yang bilang saya udah berhenti nafas siapa, Jen?"

Jeno hanya tertawa geli, tapi seketika itu juga hatinya sedikit merasa ada yang tidak beres, entah perasaan tidak enak seperti apa ini, ia tidak dapat menjelaskannya.

"Bang Wira."

"Iya? Kamu mau bangun? Saya bantu bangun."

Jeno menggelengkan kepalanya, "Gak mau, gini aja dulu, kepala Jeno masih sakit."

Wira menunduk lesu, sungguh ia merasa sangat bersalah dengan tindakan cerobohnya. Wira meresahkan memang.

"Maafkan saya, saya janji buat jaga kamu tapi saya malah buat kamu terluka kayak gini."

Jeno tersenyum tulus, "Abang gak sengaja, lagian ini udah mulai baikan kok. Pijetan abang joss banget, jadi sayang deh."

"Jeno-"

"MASIH SUKA CEWEK ABANG!!"

Kini gantian Wira yang tergelak, ia memang suka sekali menggoda Jeno. Tapi kembali memikirkan hal dimana ternyata kehidupan Jeno sangatlah berat belum lagi dengan kenyataan-kenyataan pahit yang belum anak itu ketahui, membuat Wira menatap iba remaja didepannya.

Seharusnya remaja seumurnya merasakan rasanya kebahagiaan di dunia luar dengan mempunyai banyak teman dan dukungan dari keluarga untuk masa pertumbuhannya, tapi sayangnya itu tidak berlaku untuk Jeno. Ia terlalu sering mendapat luka baik dari dunia luar maupun keluarganya sendiri.

Ingin rasanya Wira menonjok anak itu sekarang juga, membuat anak itu menangis sejadi-jadinya dan berhenti berpura-pura kuat dengan keadaan.

"Bang Wira, janji sama Jeno ya."

"Hm? Janji apa tuh, Jen?"

"Janji buat gak pergi dari sisi Jeno harus selalu jagain Jeno." Remaja itu mengakhiri kalimatnya dengan senyuman lebarnya membuat hati Wira menghangat.

"Saya janji, saya benar-benar janji bahwa saya gak akan pernah ninggalin kamu, saya akan selalu jagain kamu."

Jeno mengangguk, "Yaudah bang bantuin Jeno berdiri ya."

Wira segera menarik tangan Jeno dan satu tangannya lagi ia gunakan untuk menahan punggung Jeno setelah itu ia melingkarkan tangan Jeno ke lehernya dan membantu anak itu untuk berdiri.

Pertamanya Jeno sempoyongan namun akhirnya kesadarannya sudah kembali penuh dan akhirnya mereka segera keluar dari kamar dan Jeno bersiap-siap untuk sarapan.

Saat sampai di tangga terakhir manik Jeno bertemu dengan manik tajam milik Dirga. Awalnya ia ingin tersenyum namun ia mengurungkan niatnya itu karena tau bahwa Dirga tidak akan pernah membalas senyumnya.

"Nak, ayo sini makan," ujar Dirga sambil tersenyum.

Apa Jeno tidak salah dengar, Dirga memanggilnya? Ayahnya memanggilnya dengan sebutan 'Nak'? Entah kenapa hatinya merasa sangat senang, semudah itu untuknya merasa bahagia.

Akhirnya Jeno menjawab Dirga dengan ragu, "I-iya Ayah-"

"Siap Yah, Jaevir kesana. Eh Jen? Ayo makan dek."

Senyum Jeno seketika itu luntur dan ia tertawa kecil, kenapa semesta suka sekali mempermainkan keadaan hatinya. Jeno merasa sangat bodoh sekarang.

Ia kira Dirga memanggilnya, ternyata yang dipanggil adalah Jaevir. Dunia suka sekali mempermainkan Jeno ya? Membawanya terbang tinggi lalu menjatuhkannya seperkian detik.

"Jen? Lo gapapa?"

Jeno gelagapan saat Jaevir menanyakan itu. Secepat mungkin Jeno mengubah raut wajah dengan mengukir senyuman paling indahnya hingga matanya tidak terlihat, berharap Jaevir akan percaya bahwa ia baik-baik saja.

"Gapapa kok bang, santai aja."

"Ya udah, ayo makan sekarang, nanti lo telat acara camping lagi." Jeno hanya mengangguk.

Jaevir dan Jeno berjalan bersamaan menuju meja makan dan sudah Jeno tebak bahwa Dirga hanya menyambut Jaevir sedangkan dirinya tidak. Tapi ia berusaha tidak peduli.

Sekilas ia melihat ke arah meja makan dan ia tau bahwa lauk yang harus dia makan hanyalah nasi dan sayur. Dan dengan cepat ia mengambil nasi dan sayur hijau itu dan segera berdoa kemudian melahapnya sambil menahan mati-matian air matanya yang ingin jatuh begitu saja.

Tidak lucu jika nantinya ia makan sambil menangis bukan?

"Makan tuh pelan-pelan, rakus banget."

Jeno menatap Dirga dan tersenyum lebar, "Hehe, Jeno laper Yah."

Dirga hanya menggelengkan kepalanya, malas menghadapi si bungsu yang hanya akan membuatnya naik pitam dengan kelakuannya.

Sedangkan Jaevir tau bahwa adiknya sedang tidak baik-baik saja.

Namun sayangnya pertahanan yang Jeno bangun mati-matian malah runtuh begitu saja di depan kakak dan ayahnya. Dan berakhirlah mereka melihat Jeno memakan makanannya dengan air mata yang tak hentinya keluar.

"Loh Jen? Kok nangis? Woi dek lo kenapa?'

Jeno semakin panik saat mereka melihat air matanya yang mengalir begitu saja, secepat mungkin ia menghapusnya dan ia kembali tersenyum pada Dirga dan Jaevir.

"Kelilipan bang perih banget tapi lagi makan jadinya gak bisa Jeno kucek matanya. Oiya Jeno udah selesai makan nih, Jeno duluan ya takut telat acara nanti."

Jeno merapikan piringnya dan membawanya ke tempat cuci piring dan mencucinya tanpa menunggu Bi Ima. Karena prinsip Jeno, jika ia bisa melakukan sesuatu sendirian, kenapa harus menyusahkan orang lain?

Setelah selesai mencuci piring ia langsung pamit dan segera pergi dari rumahnya.

"Jeno."

Saat baru saja ingin keluar dari pintu rumahnya tiba-tiba saja suara bariton itu menarik atensinya untuk berhenti dan membalikkan badannya.

"I-iya Ayah?"

Dirga mendekati Jeno dan tangannya tergerak untuk menyentuh wajah mungil putranya itu namun ia sedikit tersentak kala melihat Jeno yang memejamkan matanya dengan tubuhnya yang bergetar.

"Jeno trauma sama aku?"

Dengan perlahan Dirga mengelus lembut wajah Jeno membuat remaja itu merasa bahwa ini semua adalah mimpi, jika ini semua adalah mimpi tolong jangan bangunkan Jeno lagi.

"Mana mata kamu yang tadi kelilipan? Biar Ayah tiupin."

Jeno terdiam, karena sebenarnya matanya tidak ada yang kelilipan akhirnya ia menunjuk sembarangan matanya dan kalian tau yang terjadi selanjutnya?

Dirga benar-benar meniup mata Jeno dengan penuh kasih sayang, namun bukannya merasa baikan, Jeno malah semakin mengeluarkan air matanya dan terisak di depan Dirga.

Laki-laki itu terdiam sejenak saat melihat putranya menangis, sungguh rasanya sangat sakit saat melihat putra yang dulu sangat ia sayangi sekarang menjadi serapuh ini karena dirinya sendiri.

Ia kira dengan mengikuti didikan keras dari ayahnya dulu akan membuat Jeno sama tanggung jawabnya dengan Dirga sekarang, namun ternyata Dirga salah. Jeno tidak sekuat Jaevir, anak itu terlalu lembut dan lugu untuk dikeraskan mati-matian seperti itu.

Akhirnya Dirga menarik Jeno kedalam pelukannya dan membiarkan Jeno menangis di pelukannya, membiarkan anak itu memukul pelan dada Dirga menyalurkan semua sakitnya.

"Ayah jahat, Jeno gak suka.."

Dirga memeluk Jeno semakin erat, "Maaf nak maafin Ayah..maaf.."

Jeno masih menangis sedangkan Dirga tak henti-hentinya mengecup pucuk kepala milik putra bungsunya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Jaevir yang memperhatikan interaksi Dirga dan Jeno hanya bisa tersenyum, semoga ini tidak terjadi pada hari ini saja dan setelahnya Dirga kembali kumat.

"Ayah sayang sama Jeno."

-

Bus sudah tiba di sekolah dan dalam 20 menit lagi mereka akan segera berangkat untuk kegiatan camping namun Nean dan yang lain masih saja belum melihat batang hidung Jeno.

"Ck, Nean lo udah coba telpon si Jeno? Dia jadi ikut kan? Kenapa gak muncul-muncul sih."

"Gue gak tau Dra, gue udah nelpon dia tapi dia gak ngangkat. Sabar aja udah, mungkin masih perjalanan."

Candra kembali berdecak kesal, biasanya Jeno anak yang rajin yang akan datang 1 jam sebelum sekolah dimulai, tapi kenapa sekarang ia bisa terlambat?

"Eh bang, itu Kak Jeno," kata Keenan sambil menunjuk kearah Jeno yang lari tergopoh-gopoh menghampiri mereka.

Jangan tanya kenapa Keenan dan Aven ada bersama mereka, karena camping ini dihadiri oleh anak kelas 10 dan 11. Itulah kenapa Keenan dan Aven ada disini.

"Ya ampun Jen, lo kemana aja sih lama banget untung gak ketinggalan bus loh."

Sedangkan Jeno hanya nyengir sambil mengatur nafasnya yang masih terasa sangat cepat akibat berlari.

"Jen lo sakit? Kok mata lo merah gitu? Hidung lo juga," tanya Saka sambil sesekali meraba kening Jeno.

"Enggak kok, tadi mata gue kelilipan terus gue kucek jadinya merah kalo hidung gue gara-gara di cubit sama Bang Wira."

"Olah Wira pekok."

Jawaban Saka mengundang gelak tawa dari ke 5 sahabatnya yang lain. Pasalnya mulut Saka memang sangat lentur membuatnya dapat dengan mudah mengeluarkan semua kata-kata tanpa menyaringnya terlebih dahulu.

"Aneh-aneh aja, ya udah sekarang kita naik bus, udah mau berangkat nih," ajak Nean.

Mereka semua segera naik ke bus masing-masing. Nean dan Aven menaiki bus yang berbeda karena menyesuaikan kelas mereka.

Sebelum masuk ke dalam busnya, Aven memberitau Jeno bahwa ia membawa 10 kaos ganti, 8 celana ganti, 6 hoodie, 10 bungkus mie instant, permen kopiko 6 bungkus, roti 8 bungkus, bahkan ia membawa 6 buah airpod untuk diberikan kepada Jeno dan yang lainnya. Dan terakhir ia bilang bahwa ia juga membawa kasur lengkap dengan bantal dan selimutnya, namun akan diantar oleh bodyguardnya nanti.

Jeno hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil tertawa geli. Temannya ini terlalu kaya sampai ia selalu menjadi mesin ATM berjalan bagi Jeno dan sahabat-sahabatnya, bahkan sekarang Aven sudah berganti peran menjadi mall kecil bagi mereka semua.

Setelah menyelesaikan percakapan itu, mereka langsung masuk ke bus masing-masing. Perjalanan berlangsung selama 4 jam lamanya karena tempatnya cukup jauh dan lagi camping mereka berada di hutan.

Selama berada di dalam bus, Jeno hanya menyenderkan kepalanya di kaca dan menyumpal telinganya dengan earphone dan mendengarkan lagu Ruth B-If I Have A Son.

Entah kenapa lagu itu membuatnya berpikiran jika nanti ia memiliki seorang anak, ia ingin sekali menjaga anaknya dengan baik dan ia tidak ingin anaknya melewati masa-masa berat sepertinya sekarang.

If I have a son
I'll teach him to be brave
'Cause if I have a son
He's never really safe
And when you run to the corner store for a snack
I wanna know that you'll make it back home
Home

Jeno bersenandung mengikuti alunan lembut dari lagu itu sambil menikmati pemandangan luar. Ia merasa hatinya sedikit lebih tenang, apalagi saat seperti ini ia juga tidak mendengar suara gila dari Bara.

Your skin, it glitters like gold
There's love inside of your soul
But no matter what you say, no matter what you do
This world will never be as friendly to you
I wanna keep you close, I wanna keep you safe
I hope I see the day where I don't have to pray
Every time you go
Every time you go

Pada bagian lirik itu Jeno seakan-akan sadar bahwa sebaik apapun kamu di dunia, semanis apapun kata-kata yang keluar dari mulutmu, dunia tidak akan pernah sebaik kamu. Itu yang membuat Jeno ingin selalu menjaga anaknya di masa depan.

Menjaga anaknya di masa depan? Iya kalau dia masih ada di dunia ini.

Membayangkan dirinya menggendong bayi saja sudah membuat seorang Jeno tersenyum lebar apalagi jika semua itu jadi kenyataan.

Sayangnya imajinasi Jeno harus berhenti saat bus yang ia tumpangi sudah tiba di tempat perkemahan itu. Ia pun segera turun dari bus mengikuti Nean, Saka, dan Candra.

Saat baru keluar dari bus, sensasi dingin itu benar-benar menusuk kulitnya membuat tubuhnya sedikit menggigil.

Atensi para siswa teralihkan saat mereka melihat guru pramuka mereka yang berdiri sambil memegang toa yang akan ia gunakan untuk berbicara.

"Yo, whatsapp anak-anak semua!!"

"Em wattsup pak bukan whatsapp aplikasi lho," seru salah seorang siswa.

"Emang beda cara ngomongnya?'

"Beda lah pak," lanjut siswa itu.

"Ahh apapun itu, yaudah, apakabar semuanya?!!"

"Baik pak!" jawab semua anak serempak.

"Okei sekarang kita akan melakukan kegiatan camping dan acara-acara lain sesuai rundown yang udah bapak buat ya."

"Iya pak!"

Setelah mengucapkan itu semua siswa kembali sibuk berbicara satu sama lain sedangkan Jeno menghampiri guru pramuka itu.

"Pak Seha."

Seha membalikkan tubuhnya dan menatap Jeno dengan senyuman lebarnya, "Yoo Jeno, udah lama bapak gak lihat kamu, apa kabar?"

"Hehe saya baik pak, anu pak jangan senyum ahh nanti saya diabetes."

Secepat mungkin Seha memperkecil senyumannya agar Jeno tidak diabetes, tapi anak itu malah tertawa melihatnya.

"Maaf pak saya mau tanya."

"Kenapa Jen?"

"K-kita bakalan ada kegiatan pas malam hari gak?"

"Ada dong, ada jerit malam sama api unggun. Memang kenapa Jen?"

Jeno menunduk dan memainkan tangannya berusaha untuk menghilangkan takut yang ia miliki. Dan Pak Seha paham apa yang sedang di pikirkan Jeno sekarang dan ia memutuskan untuk menepuk kedua bahu Jeno yang membuat remaja itu kembali menatapnya.

"Kamu bisa lihat mereka ya?" Jeno kembali menunduk kemudian mengangguk.

"Gapapa Jen, asalkan kamu sopan mereka gak akan ganggu kok, percaya sama bapak. Tapi kalo kamu semakin takut, mereka juga akan semakin gangguin kamu. Intinya kamu anak Tuhan, kamu anak terang, jadi terang dan gelap gak akan bisa bersatu."

Jeno sedikit tidak mengerti dengan perumpamaan yang diberikan Pak Seha, tapi ia mengangguk saat paham bahwa ia tidak boleh takut, dan ia harap ia bisa melewatinya.

"Yaudah semangat dong, mana Jeno yang selalu senyum sama ceria nih!"

Mendengar itu Jeno kembali mengangkat kepalanya dan tersenyum ke arah Pak Seha ada satu perasaan hangat setiap kali ada orang yang memberinya semangat.

Akhirnya acara di mulai dan semuanya berjalan lancar hingga sore hari. Dan pada malam harinya Pak Seha meminta anak-anak untuk berkumpul dan duduk membentuk lingkaran di tengah-tengah kayu yang nantinya akan digunakan untuk api unggun.

Disaat itulah asisten Pak Seha membagikan kelompok untuk acara jerit malam. Jeno duduk di sebelah Nean dan Saka dengan keringat dingin yang membasahi pelipisnya dan tubuhnya juga sedikit bergetar, ia hanya berharap tidak kembali mengalami serangan panik.

"Jen? Lo gapapa? Kalau sakit jangan dipaksain," kata Nean sambil memberikan Jeno saputangan untuk mengelap keringatnya yang bercucuran.

"Enggak Ne, gue gapapa, cuma gugup aja."

"Mereka gak bakal ganggu Jen, kita kan sopan pasti mereka juga gak bakal usil kok," ujar Saka.

Jeno hanya mengangguk dan tersenyum berusaha menampakkan bahwa dirinya baik-baik saja padahal sejak tadi ia sudah merasa bahwa ada yang mengganggunya dan meniup bagian tengkuknya namun ia tetap diam dan tidak ingin melihat ke arah belakangnya.

"Baik kelompok terakhir adalah Jeno, Bara, Galen, dan Verkan."

Saka, Nean, dan Candra mengerutkan dahinya saat tidak mendengar nama mereka dipanggil menjadi kelompok Jeno.

"Maaf pak, kenapa bukan kita aja ya yang sekelompok sama Jeno?' tanya Saka to the point.

"Eh lo kira gue juga mau sekelompok sama orang lemah?" sahut Bara.

"Diem lo kutil naga!"

Bara menatap sinis Saka dan akhirnya berhenti bicara.

"Kamu keberatan dengan pilihan saya, Saka?"

"Iyalah make nanya si bapak. Pak Seha, bapak lebih tau kan Jeno sama Bara gak bisa jadi satu kelompok? Kasih tau asisten bapak ini lah!"

Pak Seha menghela nafas, "Maaf Saka tapi keputusan ini sudah bulat dan memang sengaja dibentuk seperti itu agar mereka bisa kembali akur."

"Akur palamu peyang pak! Kalau Jeno kenapa-napa nantinya, bapak yang harus tanggung jawab!"

"Baik, saya yang akan tanggung jawab. Lagian kepala saya normal ya gak peyang, kurang ajar kamu Saka."

Siswa yang lain hanya bisa tertawa kecil mendengar perdebatan Saka dan Pak Seha padahal bagi Jeno tidak ada yang lucu. Nanti jika ia takut ia harus berlindung pada siapa jika tidak ada Saka, Nean, ataupun Candra.

"Baiklah semua bersiap ditempat dan yang akan mulai jalan duluan adalah kelompok Bara."

Bara, Verkan, dan Galen mulai berjalan di depan sedangkan Jeno hanya mengikuti mereka dari belakang tanpa penerangan apapun karena semua senter dipegang oleh mereka.

"Heh, lo bisa jalan lebih cepet gak sih? Heran lemot banget jadi orang." Bara mulai kesal melihat Jeno yang tertinggal di belakang.

"G-gue juga lagi jalan dari tadi."

Verkan yang melihat Jeno nampak ketakutan perlahan berjalan mundur dan mendekati Jeno dan merangkul anak itu. Jeno sedikit kaget namun akhirnya sadar bahwa itu adalah Verkan.

"Gue bawa senter, lo gak perlu takut. Mereka gak ganggu."

Seakan-akan bisa membaca pikiran Jeno, Verkan langsung paham bahwa Jeno bisa melihat makhluk tak kasat mata. Sedangkan Jeno hanya tersenyum dan merasa sedikit lebih tenang.

"Makasih Ver. Gue kira lo benci juga sama gue, kayak mereka."

"Santai. Gue gak pernah benci sama orang, lagian gue sering marahin si Bara sama Galen gara-gara gangguin lo mulu." Jeno hanya terkekeh kecil.

Perjalanan mereka berlanjut dan saat akan melewati pohon besar di depan, Jeno berhenti sesaat dan saat itulah tubuhnya bergetar hebat dan nafasnya terasa tidak beraturan.

Verkan menghentikan langkahnya saat Jeno sedikit tertinggal di belakang, "Kenapa?"

Jeno berjalan mundur saat ia melihat sosok yang sangat menyeramkan itu berbalik menatapnya. Sosok yang sangat berantakan dan dipenuhi oleh banyak darah.

"J-jangan ganggu Jeno, pergi.."

"Jen? Woi tenang Jen jangan panik-HEH JENO!!"

Verkan sangat terkejut saat melihat Jeno yang berjalan mundur namun kakinya tidak menapak di tanah dan membuat tubuh itu jatuh terguling kebawah. Ketempat yang lebih gelap. Dan sialnya Verkan tidak sempat meraih tangan Jeno agar tidak jatuh ke bawah.

"Anjing! Jeno lo denger gue gak?!"

"Bara! Galen!"

Bara dan Galen menatap Verkan dengan wajah yang sedikit panik, pasalnya tadi ia mendengar bahwa remaja itu meneriaki nama Jeno.

"Kenapa woi?" tanya Bara panik.

"Jeno.."

"Tuh anak kenapa? Yang lengkap dong kalo ngomong!"

"Jatoh kebawah sana anjing! Dibawah tuh jurang!"

"Hah?!" Bara dan Galen membulatkan matanya tak percaya.

"Lo dorong dia kebawah Ver?" tanya Galen panik.

"Bego, ngapain juga gue mau bunuh dia! Dia tuh takut gelap, dia bisa lihat makhluk gak kasar mata, tadi pas dia liat tiba-tiba dia mundur terus gak seimbang badannya terus jatoh kebawah."

Bara mengacak rambutnya frustasi, "Terus sekarang gimana anjing! Bisa dimasak Saka gue kalau dia sampe tau."

"Yaudah sekarang kita turun dulu kebawah sana pelan-pelan, semoga Jeno gapapa," usul Galen yang disetujui oleh Bara dan Verkan.

Sebrengsek apapun Bara dan gengnya, mereka masih memiliki hati dan tidak pernah berniat untuk membunuh siapapun.

-

Visualisasi Pak Seha

-

3000++ words!!

Pagi semua semoga sehat selalu yaa, ini part terpanjang yang pernah aku buat, semoga kalian bacanya gak pusing yaa😭

Soalnya kedepan aku mungkin updatenya bisa agak lama soalnya masih ulangan, semoga part ini bisa bikin kalian puas dulu✨

Si Bara sebenernya baik kok, Si Dirga jugaa.🙂🔪

Jangan lupa vote sama ramein komen yaa, mau baca komen-komen kalian lagi👀

Lanjut part 17?

Salam hangat

Cindy🍁-

Continue Reading

You'll Also Like

27.6K 2.6K 21
cerita yg ini nggak ada kaitannya sama yang pertama ya. jisungxnctdream
21.3K 2.1K 26
-sinopsis- Namanya Jeno, pemuda yang selalu tersenyum menawan, dan senyum itu selalu terpasang di raut wajah pucatnya. Saat tersenyum matanya akan me...
Promise By Ran

Fanfiction

48.2K 6K 73
-SUDAH TAMAT- [About Lee Jeno & Lee Taeyong] Perpisahan adalah keputusan yang berat bagi setiap orang yang diberi pilihan itu. Tapi terkadang hal i...
447 57 9
Tentang sebuah rahasia, yang selama ini Atsumu simpan dengan baik. Hingga masalah kian menjadi, mengahruskannya meninggalkan Osamu, Teman temannya, d...