Dive your Sky [End]

Bởi damaliaa_

1.7K 1.4K 141

Karena masalalunya yang sudah kembali padanya. Lea malah dipertemukan dengan Fery, kawan Rizal yang tak lain... Xem Thêm

🌊1. Arlea
🌊3. New Friend
🌊2. Arleo
🌊5. Feryan
🌊7. WaO
🌊4. Luka
🌊9. Kebiasaan
🌊10. Birthday
🌊6. Sma
🌊11. Tiga Langkah
🌊12. Pacar
🌊8. FuckBoy
🌊13. Pacar (b)
🌊14. Eka
🌊15. Benci
🌊16. Rahasia
🌊17. Rahasia(b)
🌊18. Teka Teki
🌊19. Dare Meresahkan
🌊20. Lebam
🌊21. Dua anak Cemen
🌊22. Perasaan
🌊23. Perasaan (b)
🌊24. Orang ketiga
🌊25. Tak Curiga
🌊27. Berpisah
🌊28. Berpisah (b)
🌊29. Berpisah Bersama
🌊 30. Putih Biru

🌊26. Sipelaku

39 38 0
Bởi damaliaa_

Lea pulang larut malam,  tepatnya tengah malam masih dengan seragam sekolahnya dan jaket denim yang Rizal tau itu milik Fery.

Ia berjalan mendekati Lea, mencekal tangan kakaknya dan menatap wajah Lea yang terlihat lelah. Keduanya saling bertatapan.

"Lo boleh pukul gue, " kata Rizal mengepalkan tangan Lea, memukulkanya pada wajahnya.

"Pukul gue Yaa,  gue nggak akan ngelawan! " Rizal meninggikan nada suaranya.

"Ayok pukul! "

"Pukul Yaa!! "

"Jal!! " bentak Lea menarik tanganya.

"Jauhin Fery,  dia nggak baik buat lo kak. "

"Dia itu kawan lo Jal. "

"Gue tau, tapi dia nggak punya kebaikan sedikit pun buat lo. "

Lea tertawa remeh, "Lo sendiri yang bilang kalau setiap orang punya sisi baik dan buruk!! Bentak Lea menunjuk wajah Rizal,  Rizal diam.

"Ryan punya kebaikan tapi dia lebih memilih menunjukan semua keburukanya!!" dada Lea naik turun,  "Nggak kaya lo yang lebih suka menunjukan semua kebaikan diri lo seolah lo nggak punya keburukan!! "

Lea memukul dadanya yang sesak,  air matanya menetes deras membasahi pipinya.

Rizal memeluk Lea, "Kak.. "

Dengan cepat Lea melepas pelukanya, "Lo bilang lo kakak kan??  Emang bener lo kakak,  yang paling dewasa,  yang paling bijak dari pada gue!! " bentak Lea.

"Dari kita kecil, Rizal yang lindungin Lea,  Rizal yang paling kuat,  Rizal lebih dewasa dari Lea yang cengeng dan lemah!! " bentak Lea tanpa jeda.

"Gue terima semua itu!!  Gue nggak pa-pa saat lo lebih dipandang dari pada gue!! "

"Lo ini kuat,  nggak butuh gue kan?? " Lea menunjuk dirinya, "Lo fikir gue butuh lo??  Lo fikir gue selemah itu sampai nggak bisa tanpa lo??  Nggak!!  Gue nggak butuh lo!!"

"Lea!" kini Rizal yang membentak Lea.

"Gue butuh lo karena cuma lo yang gue punya," lirih Rizal.

"Tapi lo bertingkah seolah gue ini beban lo Jal."

"Gue nggak pernah keberatan kak, gue akan keberatan saat lo nggak ada."

"Maafin gue kak, " kata Rizal memeluk Lea.

"Gue akan jelasin semuanya. "

Mereka diam sejenak, Rizal melepas pelukanya, Lea menghela nafas.

"Jadi Dea beneran lihat arwah mama papa?? " tanya Lea, Rizal mengangguk.

Rizal merangkul bahu Lea membawanya duduk disofa, mereka tak bisa bertengkar lebih lama dari ini.

Ia menceritakan semuanya pada Lea.

"Dea lihat mereka saat lo pertama kali masuk ke kamar mama papa, " kata Rizal.

Yaa..  Lea ingat saat itu.

"Mereka sering muncul, dan itu karena lo."

"Gue?? "

"Karena lo yang mereka anggap paling terpukul atas kejadian itu."

"Dan karena lo sangat dekat dengan sipelaku."

Lea mengernyitkan keningnya.

"Mama tinggalin satu petunjuk yang sampai sekarang gue dan Dea nggak tau, yang pasti itu ada dikamar mereka. "

"Setiap hari setiap lo pergi dari rumah gue selalu cari petunjuk itu."

Lea menghela nafas berat.

"Mereka mau sipelaku dihukum, dan kita berhenti merenungi masa lalu itu. "

"Gue udah nggak mau tau siapa pelakunya Jal,  biar tuhan yang hukum."

Rizal mengernyitkan dahinya,  "Tapi mereka mau, setelah itu kita mulai hidup yang baru tanpa dendam atau musuh. "

Lea berdiri, "Gue juga akan cari pelakunya sesuai keinginan mama papa," katanya lalu beranjak pergi.

Ia mengabrukan tubuhnya diatas kasur, tanganya menggenggam mainan bulannya, matanya menatap langit-langit kamarnya.

Drrtt.. Drrt..

Ponselnya bergetar, ia merogoh sakunya namun ternyata itu bukan suara dari ponselnya. Ia berusaha mencari sumber suara itu.

Tatapanya berhenti pada kotak dibawah ranjangnya,  itu kotak milik Rizal yang ia curi dari kamar Rizal berisi foto-foto dan beberapa barang milik orangtua mereka.

Dia membuka kotak itu, dan alangkah terkejutnya ia kala menemukan ponsel jadul disana, ponsel itu berhenti berdering bersamaan dengan Lea yang membuka ponsel itu.

Ponsel itu mati, tapi kenapa bisa berdering??

"Apa jangan-jangan.. "

Lea berlari menuju kamar Rizal mengejutkan Rizal yang tengah berbaring,  ia berusaha mencari charger ponsel jadul yang ia tau Rizal pasti punya, dan ia mendapatkanya.

Dengan cepat ia memasang chargernya,  mengabaikan Rizal yang terus bertanya pada Lea.

Ponselnya menyala,  dengan cepat Lea memeriksa semua aplikasi, sampai pada aplikasi vidio.

Ia mengalihkan pandangan pada Rizal,  Rizal mengangguk, Lea memutar vidio paling atas dari ketiga vidio diponsel itu.

Keduanya terkejut hebat,  itu vidio Ama merekam dirinya sendiri,  ia terlihat syok.

"Saya dan suami saya minta maaf pada Tara, kawan kita yang baru saja kehilangan istrinya karena suami saya."

Rizal dan Lea tak mengalihkan pandanganya dari layar ponsel.

Braghh..

Pintu terbuka,  ponsel itu jatuh ke lantai.

"Ama maafin aku," itu suara Tara.

"Pergi!!" Ama terus menangis, "Kamu bunuh suamiku Taa!! "

"Suami kamu itu pembunuh,  dia buat istri saya bunuh diri!!" suara Tara bergetar.

"Aku nggak terima Taa,  kamu bunuh suamiku.. "

"Kamu fikir saya terima atas kematian istri aku?? "

Ama menangis sejadi-jadinya.

"Kita bisa pergi,  kamu jadi istri aku dan-"

"Nggak!!" bentak Ama.

Ama meraih pistol ditangan Tara dan menembakanya pada dadanya.

Ama terjatuh, Tara mengambil pistolnya kala ada suara dobrakan pintu dari lantai bawah,  ia bergegas pergi.

Ama meraih ponselnya dengan sisa nyawanya,  dan vidio pun berakhir.

.
.
.

Fery menghentikan motornya tepat didepan pagar rumah sikembar, ia masuk dengan seragam sekolahnya berniat menjemput Lea seperti hari biasanya.

"Aa' Fery!!" teriak trio DPR dari sebrang jalan.

Ia menghampiri ketiga anak berseragam Sd itu, duduk disamping beberapa anak yang tengah menunggu mobil jemputanya.

"Nyusul teteh Lea ya?" tanya Prinses,  Fery mengangguk.

"Ihh teteh Lea kan udah berangkat A' gimana sih.."

"Beneran? " tanya Fery,  ketiga anak itu mengangguk.

Dengan cepat ia pergi, menuju sekolahnya.  Aneh rasanya, dia fikir ini masih terlalu pagi.

Sesampainya disekolah ia bergegas menuju ruang kelasnya dengan penuh kekhawatiran, benar saja Lea ada disana duduk bersama Dwi dibangkunya.

Tanpa perintah Dwi pergi dan duduk disamping Rama,  Fery duduk disamping Lea menatapnya khawatir,  namun tidak dengan Lea yang tak menatapnya sedikit pun.

"Kamu sakit? " tanya Fery menempel kan telapak tanganya pada kening Lea.

Wajah Lea pucat, matanya merah sebam,  bibirnya juga pucat kering.

Fery memutar tubuh Lea agar menghadapnya, "Kenapa??  Marah ya?? " Lea diam.

"Pms?? Bukanya baru tanggal muda ya??" Lea diam menunduk, "Sarapan? "

Fery mendongakan wajah Lea, "Yang kemarin ka-"

"Aku udah tau siapa pelakunya," potong Lea  menghela nafasnya,  "Makasih udah ada saat aku butuh kamu," katanya menyungging senyum sesaat.

"Syukur kalau gitu," Fery mengusap rambut Lea, "Tapi kamu kayanya sakit deh."

"Iya aku sakit," lirih Lea menatap Fery yang juga sedang menatapnya, "Aku mau istirahat."

Fery mengangguk lalu beranjak pergi dengan senyum tulusnya yang tak pudar sedikit pun.

.
.
.

Fery terus menatap Lea yang berdiri tak jauh darinya,  kawan mereka yang lain juga ada disana, diparkiran.

Waktu sekolah sudah selesai,  namun sejak pagi Lea terlihat aneh, ia menolak ajakan Fery, bahkan saat ini Lea tak mau pulang bersamanya dan lebih memilih pulang bersama Dea menaiki angkot.

Dwi tengah mengoceh,  menasehati kawan-kawanya, "Kalau cewek nggak ada kalian juga nggak akan ada,  kalian keluar dari rahim seorang wanita loh, jangan anggap gampang jadi wanita, jadi cowok jangan lemah dong, cewek rewel dikit ngeluh, kebanyakan ngeluh dari pada berjuangnya."

Dwi melirik Rama, "Jangan sakitin hati cewek juga," Dwi kembali menatap kawan-kawanya, "Nanti ceweknya diembat cowok lain nyesel dah."

"Udah Wi mereka dah ngerti, " kata Dea menepuk bahu Dwi.

"Mereka ini?? " Dwi menunjuk wajah teman cowoknya satu persatu, "Otak sesendok nyam-nyam gini bisa ngerti?? "

"Iya yang otaknya segede sendok semen, " ledek Rizal diikuti tawa dari kawanya.

"Udah ah capek,  pulang sekarang Yaa? " tanya Dea pada Lea,  ia mengangguk.

"Fery nebeng yak?  Sebagai tetangga yang baik lo harus mau Oke? ," tanya Dwi namun Fery terlihat tak menghiraukanya,  asik dengan lamunannya.

"Fery nebeng!!" teriak Dwi sontak Fery Mendorong Dwi sampai terhuyun menabrak Lea.
"Ryan!!  Gue tabok nih ya?? " sungut Lea mengepal tanganya,  Fery tersenyum.

Lea menggeleng, cepat-cepat berlari menyusul Dea ke halte, Fery hanya bisa menatap tingkah Lea yang cukup aneh.

Dwi menghela nafas berjalan menghampiri Rama yang terlihat menjauh padanya tak seperti biasanya.

Raut wajahnya seketika berubah menjadi sedih,  "Rama.. Gue mohon.. "

.
.
.

Eka menepuk bahu Fery yang baru saja curhat padanya pasal Lea.

"Kayanya Lea mulai sadar kalau lo ini-" Eka berhenti berbicara kala mendapat tatapan horor dari Fery.

Yaa dia tak bisa menyangkal bahwa gelar cowok  sempurna disekolahnya tak berlaku jika Fery muncul dengan tanduk dikepalanya, sudah pasti dia akan kalah.

Ia meneguk ludah,  tertawa sesaat menormalkan keadaan, "Haha..  Kayanya lo laper makan lah bunda udah panggil."

Fery mendengus,  keduanya beranjak menuju ruang makan, disana ada Tika bersama..

"Noh Lea, " kata Eka sontak Fery kembali segar menatap Lea penuh harapan, benar Lea sedang membantu bundanya.

Ia mendekat pada Lea meninggalkan Eka, "Bom hiroshima kalah sama yang namanya cinta, " gumanya geleng-geleng kepala.

Fery duduk dikursi, sengaja duduk didekat Lea yang tengah menyiapkan makanan, "Kamu kesini sendiri??" Lea mengangguk.

"Masih sakit?? Nanti aku antar pulang ya? ?" tanya Fery meminum air putih.

Lea diam mematung, sesaat melirik Fery ia kembali teringat perkataan Rizal kemarin.

"Mereka mau lo jauh dari Fery. "

Apa yang Lea lakukan ini benar??

Menjauh dari Fery ternyata sangat menyakitkan,  ia tak kuasa. Sehari menjauh dari Fery seperti langit yang berdiri sendiri tanpa awan, hampa.

"Lea? " panggil Tika, membuyarkan lamunan Lea.

"Iya tante? "

Tika tersenyum, "Kamu duduk disitu kita makan, nanti Om Tara nyusul, " Lea mengangguk.

Fery menarik kursi disampingnya, "Duduk sini," Lea tak menolak.

Eka menyodorkan piringnya pada Tika, "I love you bunda.. " katanya,  Tika faham lantas menyidukan nasi untuk Eka.

Fery tak mau kalah,  melirik Lea yang juga sedang mengambil nasi.

Ia menyodorkan piringnya pada Lea, "I love you Lea.. " katanya,  sontak pipi Lea memerah, Tika dan Eka menatapnya jahil.

"Sekalian latihan jadi menantu, " kata Tika meledek.

Mau tak mau Lea menuruti kemauan Fery.

Beberapa saat mereka mulai makan, Tara datang dengan pakaian santainya menyapa Lea ramah.

Mereka selesai makan.

Tara duduk diruang tamu bersama Lea, mengingat Lea yang katanya ingin berbincang dengan Tara tentang beberapa hal.

"Gimana kabar adik kamu Rizal??" tanya Tara.

"Baik om, " jawab Lea.

"Owh iya kamu mau tanya apa sama saya?? "

Lea diam sesaat,  meremas bajunya grogi lalu menghela nafas.

"Om saya udah tau," kata Lea sontak wajah Tara berubah dari senyum menjadi bingung.

"Tau apa Lea? "

"Mama papa, " Lea mengambil ponselnya dari tasnya dan memutar vidio Ama.

Terkejut
Tentu saja Tara terkejut, ia tak marah.

"Saya nggak marah sama om," kata Lea memasukan ponselnya kedalam tas lagi.

"Lea cuma minta om cerita yang sebenarnya sama Lea," ia mengusap air matanya, "Lea udah ikhlas."

Tara diam, tubuhnya seolah mati rasa. Matanya terus menatap Lea yang meneteskan air mata, sama seperti terakhir kali ia melihat Ama yang terisak menangis sebelum bunuh diri.

"Dua orang wanita yang dulu saya cintai," Lea mendongak, "Yang sangat saya jaga setelah ibu saya."

"Mereka berdua meninggal karena bunuh diri,"  Tara diam sesaat.

"Satu mama Fery, dan dua.. " Tara menatap Lea, menyesal rasanya,  "Mama kamu. "

Lea terkejut,  "om? "

"Iya,  saya suka sama mama kamu semenjak kita Sma, tapi Ama dan Eri mereka memang jodoh," jujur Tara menunduk tersenyum.

"Saya lupakan mama kamu,  kami masih berteman sampai saya menikah dengan Mama Fery, wanita yang sangat-sangat saya cintai. "

Suara Tara bergetar,  menahan emosi.

(╥_╥)  (╥_╥)  (╥_╥)  (╥_╥)  (╥_╥)  (╥_╥)

Rumor menyebar, tentang perselingkuhan antara pengusaha kaya dengan istri dari kawan baiknya yang juga pengusaha besar.

Ery dituduh berselingkuh dengan Aisyah, istri dari Tara. Rumor beredar cepat hanya karena foto Ery yang tengah duduk dicafe bersama Aisyah.

Ama tak mudah goyah, tak percaya akan semua rumor itu. Baik Ama dan Aisyah baru saja melahirkan anak pertama mereka beberapa bulan yang lalu, keadaan psikis mereka cukup rapuh.

Jika Ama tak percaya,  maka Tara sangat percaya akan berita itu. Jika Ery dan Ama tak menggubris berita itu,  Tara sangat peduli.

Harga diri istrinya dicoreng hanya karena Ery, baginya ini semua adalah salah Ery. Berulang kali Aisyah menjelaskan pada Tara agar tidak memikirkan berita itu,  namun hasilnya nihil.

Sampai disuatu malam,  Tara pulang dengan keadaan mabuk. Aisyah hanya bisa menangis membawa suaminya agar beristirahat, sampai..

Plak..

Pipinya ditampar keras oleh Tara,  dadanya sesak sangat. Ia pergi dari rumah, Tara dengan kesadaranya yang tersisa separuh berusaha bangun namun badanya terlalu lemas dan akhirnya jatuh pingsan.

Aisyah menaiki lift ditengah malam, berusaha untuk tetap sabar dan tegar.  Lift terbuka,  ia membuka pintu apartementnya.

Keesokan harinya, Tara berlari memecah kerumunan. Rasa khawatir sangat ia rasakan.

Matanya melebar kala melihat korban bunuh diri itu adalah istrinya, tubuh Aisyah bersimbah darah.  Tara memeluk tubuh istrinya,  tak kuasa menahan tangis.

Hari pemakaman, Tara mengecup kening Aisyah untuk terakhir kalinya sebelum dimakamkan. Ery dan Ama juga ada disana, keduanya juga sangat terpukul atas kematian sahabat mereka, Deny dan Danang pun turut hadir.

Beberapa hari semenjak kepergian istrinya,  Tara hidup bak mayat berjalan. Ia menggendong putranya dimakam istrinya,  setiap hari ia kemari dengan harapan ini semua hanyalah mimpi.

Tidak..
Itu semua nyata.

Malam tiba, Tara menitipkan putranya pada kawanya sekaligus tetangga dekatnya,  seperti biasa.

Seperti biasa pula ia akan mabuk setiap malam, padahal ia tak pernah menyentuh barang ini, namun semenjak rumor mencuat dan kematian istrinya,  ia berteman baik dengan barang haram ini.

Ia menghabiskan banyak gelas, waktu sudah menunjukan jam duabelas malam.  Ia menyetir mobil bak orang gila, menangis dan tertawa, sampai mobilnya berhenti dirumah Ery.

Ia masuk melewati halaman belakang rumah, menyelinap masuk berniat mencuri semua harta Ery. Harta Tara hampir habis, dia butuh banyak uang.

Tara masuk menuju ruang kerja Ery dengan pistol disakunya dan topeng hitam diwajahnya, ia mendapat beberapa dokumen kepemilikan namun Ery datang.

Spontan ia menembak Ery dibagian dada, suara terdengar dari luar ruangan. Seharusnya ia tau kalau Ama ada dirumah.

Ia mengejar Ama, mendobrak pintu kamar itu. Berusaha mendekat pada Ama yang terlihat ketakutan.

"Ama maafin aku," mohon Tara.

"Pergi!!" Ama terus menangis, "Kamu bunuh suamiku Taa!! "

"Suami kamu itu pembunuh,  dia buat istri saya bunuh diri!!" suara Tara bergetar.

"Aku nggak terima Taa,  kamu bunuh suamiku.. " Ama menjambak rambutnya frustasi.

"Kamu fikir saya terima atas kematian istri aku?? "

Ama menangis sejadi-jadinya.

"Kita bisa pergi,  kamu aku dan-"

"Nggak!!" bentak Ama.

"Tapi maksudku-"

Ama meraih pistol ditangan Tara dan menembakanya pada tubuhnya sendiri.

Ama terjatuh, Tara terkejut berusaha menolong Ama sekuat tenaga. Ia tak bisa kehilangan Ama yang sudah ia anggap sebagai adiknya.

Namun Ama terlihat menolak bantuan Tara, ia mendorong Tara menyuruhnya pergi.

Tara mendengar suara bayi, ia melirik kolong ranjang.  Kedua bayi Ama disembunyikan disana, ia berniat membawanya namun Ama mencegahnya lagi.

"Jangan sentuh anakku!! Kamu terlalu hina Tara!! " bentak Ama, Tara menjauh.

Suara dobrakan pintu dari lantai bawah,  ia bergegas pergi meninggalkan Ama lewat pintu belakang.

Tara mati, hatinya mati rasa.

Bertahun tahun semenjak kejadian dirumah Ery,  pelakunya pun tak ditemukan. Tara juga tak berniat menyerahkan diri, mengingat putranya yang kini hanya memiliki dirinya.

Ia menikah dengan Tika, memulai hidup baru dengan kedua putranya,  Eka dan Fery. Berusaha memberi banyak perhatian pada Eka agar merasa kalau dirinya bukan anak tiri Tara.

Kini kedua putranya sudah remaja, selama itu pula ia berusaha dekat dengan putra dan putri kawanya, Ery dan Ama.

Tara mulai memberi perhatian pada Rizal semenjak ia tau kalau Rizal adalah putra dari Danang yang artinya adalah putra Ery dan Ama, niatnya didukung oleh Rizal yang ternyata kawan Smp Fery dan Eka.

Sampai Lea datang, ia juga memberi perhatian pada Lea.  Mengajaknya berbelanja bersama Tika, Fery dan Eka. Menganggapnya seperti putrinya sendiri.

Hidupnya bernafaskan penyesalan, hanya satu orang yang selalu ada untuknya. Tika, Dia tau semua rahasia Tara, sedikit kecewa namun tetap setia disampingnya.

Karena Tika pula Tara bisa menjadi orang yang lebih baik, menjadi suami yang baik,  dan ayah yang baik.

(╥_╥)(╥_╥)(╥_╥)(╥_╥)








🌊🌊🌊🌊🌊🌊
__Like & Koment__

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
476K 43.4K 95
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.
6.3M 485K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
724K 67.6K 50
{Rilis in :1 February 2021} [Fantasy Vampire series] Ivylina terjebak di sebuah Museum kuno di negara Rumania dan terkunci di kamar yang penuh dengan...