DySam (After Marriage) [Sele...

By DAPU49

1.3M 115K 11.9K

[Sequel Possessive Samudera] (Disarankan untuk membaca Possessive Samudera terlebih dahulu biar bisa nyambung... More

DySam (bacotan author)
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
[Hiatus]
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
55
56
57
👉👈
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
Hai
Cerita Baru!!!
Cerita Baru!!!

54

14.1K 1.2K 100
By DAPU49

"Sam, Rion di mana kok kamu meluk aku gini?"

Sam memejamkan matanya, menghirup wangi tubuh Dyba yang sedang memasak makan malam untuk mereka. "Bobok."

"Di box nya gak?"

Sam mengangguk, tangannya bergerilya di bagian depan tubuh Dyba hingga membuat wanita itu memutar bola matanya malas.

"Gak usah aneh-aneh tangannya! Mendingan kamu ambil Rion terus pindahin ke kamar bawah, takutnya nanti dia nangis gak denger kita."

Sam menghela nafas panjang, ia membuat satu kissmark di leher Dyba sebelum melepas pelukannya. "Anak kamu nangis tuh bisa bangunin satu RT, bisingnya nauzubillah."

"Udah, pindahin sana! Gak tenang aku."

"Iya, iya ibu negara."

Sam membuka pintu kamarnya dengan perlahan, di sana Rion tengah tertidur sambil menghisap jempolnya. Sam menggendong dengan perlahan, menutup pintu kamar dengan hati-hati, dan berjalan ke bawah dengan pelan. Ia kembali membuka pintu kamar bawah dengan hati-hati dan meletakkan Rion di box bayi. Ia memang baru memiliki satu anak, tetapi box bayi jagoannya disediakan dua, satu di kamar utama, satu di kamar bawah.

"Udah? Gak kebangun kan?" tanya Dyba saat melihat Sam sudah memasuki ruang makan. Wanita itu meletakkan lauk pauk yang sudah ia masak di atas meja.

"Enggak, aman banget. Aku kan udah belajar jadi ayah yang baik dan benar jadi gak bakalan kebangun dia."

Dyba menganggukkan kepalanya pasrah. "Iya Sam iya."

Sam duduk di salah satu kursi, ia memperhatikan gerak-gerik Dyba yang gesit saat menyiapkan segala sesuatunya. "Kamu gak capek yang gini terus? Apa kita harus cari tambahan selain mbak Ana biar kamu gak capek?"

Dyba memberhentikan gerakannya, ia menatap Sam dengan alis terangkat. "Capek? Sebenernya ya pasti ada, tapi ini kewajiban aku sebagai istri untuk melayani kamu. Kalau mbak Ana gak baik aja mungkin udah aku pecat, gak papa aku ngurus rumah sendiri."

"No, no, mau gimanapun harus ada mbak Ana yang bantuin kamu. Aku gak mau terjadi apa-apa lagi sama kamu kalau kamu kecapean."

Dyba duduk menyamping di pangkuan Sam. Tangannya ia lingkarkan di leher Sam. "Aku kan cewek kuat."

Sam mengigit hidung Dyba. "Sekuat-kuatnya cewek pasti ada batasnya. Udah, cepet makan, entar si embul bangun kamu gak bisa makan."

Dyba mengangguk, ia berdiri dari pangkuan Sam kemudian menyiapkan nasi untuk Sam. "Pakai sayur gak?"

Sam menggeleng. "Gak. Aku terpaksa makan sayur gara-gara kamu. Tapi, untuk hari ini gak usah makan sayur dulu."

Dyba mengangguk, hanya untuk makan malam kali ini, di waktu lain ia akan memaksa lelaki itu. Sam memang tidak menyukai sayur sejak awal mereka pacaran. Dyba lah yang memaksa agar Sam mau memakannya, dan jelas dengan iming-iming sebuah pelukan.

"Dy, kamu makan kayak embek."

Mata Dyba memicing. "Mulutnya pengen disambelin emang! Aku kayak gini untuk anak kamu ya, biar air susunya lancar."

Sam mengangguk-anggukkan kepalanya. "Biar ayahnya juga kebagian minum," gumam Sam. Dengan wajah polosnya Sam malah menambahkan sayur ke piring Dyba.

"Ini kenapa kamu tambahin Sam?"

"Biar entar makin banyak juga jatah untuk ayahnya."

"Jatah, jatah, jatah. Otak kamu tuh ya pengen aku cuci pakai rinso, biar entar otak kamu bersih anti noda."

Sam menyengir, ia kembali memakan makanannya. Baru saja nasi di piringnya sudah habis tangisan Rion langsung memecah keheningan. Sam mengusap-usap dadanya. "Astaghfirullah embul."

Mata Dyba mengikuti pergerakan Sam yang sudah menghilang dari balik dinding ruang makan. Ia tersenyum, Sam ayah yang baik-- benar-benar ayah dan suami yang baik. Sam tidak peduli kapanpun Rion menangis, Sam pasti akan langsung bangun dan menggendong jagoan mereka.

"Hai bunda, tuh bunda masih makan kamu udah nangis aja," ucap Sam sambil menggerak-gerakkan tangan Rion ke arah Dyba.

Dyba tertawa, ia memasukkan satu suapan besar ke mulutnya agar makanan di piringnya sudah habis. Dyba meneguk air mineral, kemudian tangannya terulur untuk menggendong Rion. "Apa embul?"

"Aammahh ...."

Dyba terkikik, ia mencium perut Rion. "Mau mimik cucu?"

"Uuamm ... aaammm ...."

Dyba menurunkan bajunya. "Bunda baru aja makan udah diisep lagi sama kamu paling bentar lagi laper lagi nih," gumam Dyba sambil mengelus jari-jari mungil Rion.

Dyba menatap ke depan, di sana Sam sedang membereskan piring makan bekas mereka. "Duduk aja Sam, itu biar aku entar yang ngurusin."

Sam menggeleng. "Kamu aja yang duduk diem, kamu udah masak sekarang saatnya aku yang bersih-bersihin ini. Kalau enggak kamu ke kamar aja sana susuin si embul."

"Tap-"

"Gak ada penolakan sayang. Kalau gak mau ke kamar ke sofa aja sana nonton film, film jangan bokep tapi."

Dyba menggendong Rion, sebelum ke ruang keluarga Dyba mengecup pipi Sam sekilas. "Makasih."

Dyba duduk di dekat jendela, menghadap ke taman yang dipenuhi lampu tumblr. "Dek, jangan mimik terus, liat tuh banyak lampu-lampu."

Bagai mengerti Rion melepas susunya, ia menoleh dan suaranya langsung keluar saat melihat lampu-lampu yang kerlap-kerlip. Dyba mengarahkan gendongan Rion supaya bayi itu lebih jelas melihat lampu-lampu.

"Suka sayang?"

"Uumm ... aaammmahh  ...."

Dyba terkikik sendiri, ia mengecup pipi Rion. "Ngomong apa sih kamu ini?"

"Dy, kamu dicariin malah di sini ternyata."

Dyba menyengir, ia menyenderkan kepalanya di bahu Sam yang sudah duduk di sampingnya. Tangan Sam memegang jari-jari Rion. "Embul suka ya?"

"Sam ...."

Tangan Sam dilepas dari genggaman Rion, sekarang tangan itu beralih mengelus rambut Dyba. "Apa sayang?"

"Aku boleh kuliah lagi?"

"Untuk apa?"

"Ya biar aku bisa jadi psikolog Sam. Aku mau kerja di rumah sakit gitu."

Sam menghela nafas kasar, tangannya menangkup tangan Dyba, membawa tangan itu ke bibirnya. "Aku gak papa sebenernya, itu terserah kamu. Aku sebagai suami juga bakalan ngedukung apapun yang terpenting itu baik buat kamu. Tapi, sekarang kamu udah punya anak sayang, gimana sama Rion?"

"Ya maksudnya gak sekarang juga, kalau Rion udah agak gede gitu."

"Emang gak bisa kalau gak kuliah lagi?"

Dyba menggeleng. "Psikolog yang bisa kerja di rumah sakit gitu cuma lulusan S2."

"Kenapa kamu pengen banget sih kerja di rumah sakit? Suami kamu udah bisa biayain keluarga sampai tujuh turunan Dy."

Dyba mengangkat kepalanya dari bahu Sam. Tangannya mengelus-elus punggung Rion, tetapi pandangannya fokus ke depan. "Bukan masalah harta atau uang Sam. Mental healt di Indonesia jarang diperhatiin Sam. Mental healt dianggap sepele, padahal aslinya itu penting. Kalau luka fisik bisa dilihat, tapi kalau lukanya di mental susah, kita bahkan gak mengetahui kalau kita punya itu."

"Iya Dy, maaf aku salah ngomong."

"Setiap individu dapat mengalami gangguan mental. Kalau kesehatan mentalnya terganggu, ia akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikirnya menurun, hingga tindakannya dapat mengarah pada perilaku yang buruk. Dan aku gak mau generasi ke depannya bakalan kayak gitu. Setidaknya aku bisa dengerin keluh kesah mereka. Datang ke psikolog dianggap orang itu kayak orang stress, gila, padahal semua orang butuh konsultasi masalah mental healt nya. Anggapan di masyarakat tentang datang ke psikolog itu salah, makannya banyak yang mau datang tapi karena di lingkungan mereka mengatakan kalau ke psikolog berarti orang gila jadi mereka gak jadi."

"Iya sayang iya, kalau bisa aku bangun deh rumah sakit khusus psikolog gitu."

Dyba tersenyum, ia mengecup pipi Sam. "Istri orang lain pengennya buka toko kue, butik, atau apalah, istri kamu malah pengen jadi psikolog."

Sam terkekeh. "Berani beda itu baik."

Deringan ponsel milik Dyba dari kamar bawah membuat fokus keduanya terganggu. Sam berdiri. "Aku ambil dulu ya?" Dyba hanya mengangguk.

Saat sudah sampai di dekat ponsel Dyba panggilan itu sudah berakhir. Sam membuka ponsel Dyba dengan sidik jarinya kemudian dahinya mengerut. "Abian?"

Dengan rasa kepo Sam membuka aplikasi whatsapp milik Dyba dan seketika darahnya naik melihat chat Abian di pin di bawah chat miliknya. Sam kemudian membuka log panggilan dan di sana terlihat bawah Abian memanggil video Dyba di jam sepuluh pagi, itu berarti saat Sam kerja.

Sam meremas ponsel Dyba. "Adyba Bailey Zudianto!"

***

Sampai jumpa di part selanjutnya
(❁´◡'❁)

Jangan lupa vote dan comment
Terima kasih yang udah baca, vote, dan comment cerita ku ♡♡

10 Januari 2021

Continue Reading

You'll Also Like

359K 33.1K 67
Positif. Ah, tidak. Lelaki humor penyimpan sejuta luka itu sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Dimana, malam itu adalah malam tersial untuk kedu...
122K 10.2K 34
SEQUEL "ZILLO" Tentang Cinta Pertama yang tak pernah usai, tak mau terbagi, tak mau di lupakan, dan tak mau di tinggalkan. || Di sarankan untuk me...
625K 17.3K 49
Cerita sudh end ya guys, buru baca sebelum BEBERAPA PART DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT. Kata orang jadi anak bungsu itu enak, jadi anak bungsu...
31.5K 2.2K 65
Ini kisah Ricar dan gadisnya, sebuah kisah yang memberikan kesan terdalam. Kisah yang membuat seorang gadis berhasil melewati kepedihannya. Ricar, se...