16.KELUARGA CEMARA

264 83 18
                                    

"Jadi gini ya, rasanya punya keluarga? Hangat sekali!"

-Anara Bagaskara-

•••

Entah mengapa malam ini Nara merasa sangat bosan. Gadis menatap bintang yang ada di langit dengan mata berbinar dan bibir menyungging senyuman tipis.

"Mau gue ambilin bintangnya buat lo?"

Nara tersentak kaget saat mendengar suara seseorang dari arah belakang. Dia sontak menolehkan kepalanya ke sumber suara dan mendapati Daren–abang tirinya, berada di sana.

"Ih! Abang ngagetin Nara aja," ujar Nara kesal.

Daren terkekeh melihat wajah adiknya itu. "Habisnya abang lihat kamu natap bintangnya lekat banget dek."  Daren menghampiri Nara dan duduk di kursi yang ada di sana.

"Kamu mau abang ambilin bintangnya?" ujar Daren lagi dengan serius.

Nara menggeleng. "Abang ada-ada aja, mana bisa coba abang ngambil bintang di langit."

Nara duduk di samping abangnya, tetap tidak mengalihkan pandangannya dari langit malam yang indah itu.

"Bisa kok."

Jawaban yang keluar dari Daren mampu membuat Nara menoleh.

"Bisa? Gimana caranya bang?" tanya Nara polos.

Daren tersenyum jahil. Dia membisikan satu cara yang menurut Nara tidak masuk akal, tetapi polosnya Nara tetap percaya dengan perkataan abangnya itu.

"Oh, jadi kalau kita mau ambil bintang itu. Kita harus pakai tali terus sama batu terus di lempar ke bintangnya, gitu ya bang?" tanya Nara dengan wajah polosnya, bahkan kelewat polos.

Daren tertawa.

"Haha, kamu ini bego apa beneran polos sih dek? Ya kali bisa, abang tadi cuman bercanda aja kok. Percaya banget sih kamu, haha." Daren tertawa puas.

Nara memukul lengan abangnya pelan. Bisa-bisanya dia dibodohi oleh abangnya itu.

"Ih abang mah ngeselin, aku aduin bunda loh nanti," ancam Nara yang makin membuat Daren tertawa.

"Abang bercanda doang dek astaga, aduan ih kamu mah."

Daren menghapus air di sudut matanya. Dia memegangi perutnya yang terasa sedikit keram karena tertawa terlalu kencang.

"Iya deh iya."

Keheningan kembali melanda. Nara menyudahi kegiatannya dengan memandangi bintang itu.

Nara bangkit dari duduknya dan beranjak pergi meninggalkan abangnya sendirian di sana.

"Dek mau ke mana?" tanya Daren yang ikut menyusul adiknya itu.

"Mau makan, Nara lapar," sahut Nara.

Daren menepuk dahinya. "Astaga abang lupa, tadi abang itu di suruh bunda manggil kamu buat makan malam."

Daren merutuki kebodohannya itu, bisa-bisanya ia lupa. Sudah pasti malam ini ia akan mendapat wejangan dari bundanya yang tercinta itu.

"Malam bunda, ayah," ujar Nara dengan wajah sumringah.

Semenjak Nara masuk ke dalam keluarga ini. Dirinya sudah tidak pernah menangis lagi, bahkan dia merasa sangat bahagia sekali bisa berada di tengah-tengah keluarga yang hangat ini.

"Malam juga sayang," sahut bunda dan ayahnya.

Nara duduk di hadapan bundanya, di samping abangnya yang entah sejak kapan sudah berada di sana.

DEVANARAWhere stories live. Discover now