7.JADI SIAPA YANG SALAH?

542 167 12
                                    

"Kalo lo gak bisa jauhin gue, biar gue
yang jauhin lo!"

-Aldevano Felixo-

Nara membuka matanya yang terasa berat. Oh tidak, bukan hanya matanya tapi tangannya pun kini terasa berat.

Nara menoleh ke bawah, melihat benda apa yang membuat tangannya terasa berat.

Nara terkejut saat melihat Aldev sedang tidur, sambil menggenggam tanggannya!

"Devan? Kenapa dia tidur di sini? Kepalanya pasti pegel deh. Devan genggam tangan aku? Sebenernya aku masih marah sama Devan, tapi aku juga gak tega lihat dia."

Nara menatap wajah Aldev yang sedang tidur dengan damainya, jika di perhatikan lebih jelas, Aldev memang tampan, sangat Tampan!

Nara mengangkat tangannya, berusaha melepaskan genggaman Aldev dari tangannya.

Namun alih-alih dilepaskan, Aldev malah semakin erat menggenggam tangannya, seolah tidak ingin Nara pergi darinya.

"Kenapa Devan malah semakain kuat genggam tangan aku?" ujar Nara terheran. "Huh, ya sudah deh biarin aja," lanjut Nara.

Nara kembali memejamkan matanya. Gadis itu tidak kembali tidur, dia hanya memejamkan matanya saja.

Dia lelah!

Nara tersentak saat mendapat usapan lembut di kepalanya.

Siapa yang mengusap kepalanya?

Apakah Aldev?

Ingin rasanya Nara membuka mata, namun dengan cepat ia tahan rasa penasarannya itu.

Suara pintu yang di buka mengalihkan semuanya, tangan itu berhenti mengelus kepalanya.

Dan tangan Aldev yang tadi menggenggam tangannya, kini sudah terlepas. Nara yakin Aldev sudah bangun.

"Kenapa lo di sini? Mau lo apain lagi itu cewek?" ujar Gavin dengan nada yang sinis.

Aldev bangkit dari posisi duduknya itu, dia berdiri di depan Gavin. "Gue tau gue salah, tapi dia juga salah Gav," ucap Aldev membela dirinya.

"Lo masih mau nyalahin itu cewek? Lo mau limpahin semua kesalahan lo ke dia? Iya?" Gavin berusaha untuk tidak kembali tersulut dengan emosinya.

Aldev memejamkan matanya, tangannya terkepal kuat. "Logika aja Gav, buat apa dia ke club kalau dia gak tau akhirnya bakal seperti ini?"

Aldev berjalan mendahului sahabatnya itu. "Gadis bodoh kayak dia memang gak pantas hidup Gav, cuman jadi beban!"

Aldev sudah menghilang di balik pintu. Wajah Gavin merah padam, dia sungguh emosi mendengar ucapan sahabatnya itu.

"Lo gak jauh beda dari bokap lo Al, sama-sama pengecut!" ujar Gavin dengan geram, dia langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajahnya itu.

Nara membuka kedua matanya saat mendengar suara air di dalam kamar mandi. Gadis itu meringis.

"Devan benar, memang gak seharusnya aku hidup," lirihnya.

"Aku salah, aku harusnya minta maaf sama Devan karena udah nyusahin dia," gumam gadis itu dengan rasa bersalah yang besar.

Gavin keluar dari dalam kamar mandi, wajahnya sudah kembali segar. Perasaan marahnya tadi juga sudah agak mereda.

Lelaki itu meletakkan plastik obat yang tadi dia tebus di apotek depan rumah sakit, dia berjalan mendekati brankar Nara.

"Bangun, gue tau lo pura-pura tidur," ujar Gavin sembari meletakkan plastik itu di atas nakas.

DEVANARAOnde histórias criam vida. Descubra agora