12. Belum Terbiasa

12 1 0
                                    

"Kamu mau langsung pulang, Bay?"

Restiani menyapa putra sulungnya yang baru saja masuk ke ruang keluarga dari arah halaman belakang. Bayu berhenti sejenak, menoleh ke arah mamanya yang sedang duduk di salah satu sofa.

"Hmm. Aku udah ada janji," jawabnya singkat.

Restiani menghela napas berat. Putranya yang satu ini sangat sulit untuk disuruh menetap. Jangankan menetap, berkunjung ke rumahnya selama sepuluh menit pun sepertinya Bayu sangat jarang. Kecuali lelaki itu mempunyai hal yang benar-benar penting untuk disampaikan seperti saat ini.

"Janji dengan siapa? Apa nggak bisa kalau berangkatnya 15 menit lagi?" 

Menatap wajah sang mama yang sangat mengiba, Bayu sejujurnya sedikit tidak tega. Namun ia sangat tidak suka berada di rumah ini. Dan yang ia inginkan saat ini adalah cepat-cepat keluar dari tempat ini sekarang juga.

"Maaf, Ma. Kasihan Naya kalau harus nunggu lebih lama lagi."

Bayu tidak menyangka ia akan menjadikan istrinya sebagai alasan. Namun sepertinya ide tersebut adalah ide yang sangat bagus. Terbukti dari raut wajah Restiani yang langsung berubah menjadi agak cerah. Sepertinya wanita tua itu sangat menyukai menantu barunya.

"Oh, janjian sama Naya. Ya udah, sana pulang. Jangan buat istrimu nunggu lama-lama."

Benarkan? Naya ternyata bisa sangat berguna bagi Bayu untuk dijadikan alasan dihadapan mamanya.

Mengangguk sekilas, Bayu langsung pergi dari ruangan itu setelah berpamitan dengan Restiani. Saat ia berjalan menuju mobilnya yang terparkir di garasi, sebuah mobil SUV berwarna hitam memasuki rumah dan berhenti tepat di sebelah mobilnya. Bayu mendesah kasar. Ia tidak tahu Dewa akan datang juga malam ini.

"Ada angin apa tiba-tiba lo datang ke sini?"

Suara Dewa terdengar sangat sinis. Namun hal itu bukan lagi sesuatu yang Bayu baru ketahui. Justru ia akan merasa bingung jika Dewa berkata lembut dengannya.

"Apa ada larangan untuk mengunjungi rumah orang tua sendiri?" tanya Bayu dengan satu alis terangkat. Tangan kanannya yang tadi sudah hendak membuka pintu mobil kali ini kembali turun. Ia merasa kehadiran Dewa akan membuatnya menetap sedikit lebih lama.

"Gue kira lo udah nggak menganggap Mama dan Papa sebagai orang tua lo."

Kalimat itu sukses membuat Bayu membalikkan badannya. Tatapan matanya tajam mengarah kepada lelaki yang saat ini berdiri tidak jauh dihadapannya. Namun saat netranya menagkap wajah dan penampilan Dewa, Bayu sedikit mengernyitkan keningnya. Lelaki yang lebih muda darinya itu terlihat sedikit.....

.... kacau.

"You better go inside now. I don't want to---"

"Kenapa muka lo tegang begitu? Apa gue salah bicara? Bukannya apa yang gue barusan katakan itu fakta ya? Dalam setahun lo pulang ke rumah itu bisa dihitung dengan jari, itupun hanya ketika lo butuh sesuatu." 

Penampilannya saja yang berbeda. Ternyata Dewa tetaplah Dewa. Bayu mendengus kesal menyadari adiknya itu sedang mencoba untuk memancing emosinya. Seperti biasa.

"Apa peduli lo? Apa dengan gue yang nggak pernah datang ke rumah ini bisa berpengaruh terhadap reputasi lo?"

Kali ini Dewa terkekeh, namun hanya sebenter. Detik selanjutnya raut wajah lelaki itu kembali berubah serius. "Gue nggak peduli dengan reputasi. Tapi gue peduli dengan Mama dan Papa. Mereka udah tua, jadi tentu aja mereka sangat menginginkan putra sulung dari keluarga ini untuk sering mengunjungi mereka, terutama Mama."

"Ah, lo memang anak yang sangat mempedulikan Mama dan Papa, ya? Pantas aja mereka sangat membanggakan diri lo," ucap Bayu dengan penuh sarkasme.

Dewa mengambil langkah maju, membuat posisi dirinya dengan Bayu semakin mendekat. Kali ini kedua kakak beradik itu saling menatap dengan tajam dan raut wajah yang sangat serius.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 22, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The AmbitionWhere stories live. Discover now