Cedric tidak menjawab dan malah menyeringai kecil. Ia kemudian menunduk untuk mendekatkan mulutnya pada telinga Tavisha. "Mandi, kau mengatakan kata itu."

"Memangnya ada yang salah dengan kata itu ? Aku memang ingin mandi." balas Tavisha yang masih saja tidak mengerti.

"Menurut pengalamanku selama ini, jika para wanita mengatakan kata itu kepadaku, berarti mereka mengajakku untuk melakukan hal yang sama bersama." penjelasan Cedric kali ini akhirnya membuat Tavisha mengerti. Kedua mata indah wanita itu langsung melotot dan tangannya bergerak mendorong dada kokoh Cedric. "Aku bukan wanita-wanitamu, Cedric. Jadi jangan samakan aku dengan mereka. Aku memang murni ingin mandi."

Cedric terkekeh kemudian memundurkan tubuhnya. "Baiklah, aku mengerti. Please, have a shower then. Aku akan menunggumu."

Tavisha diam-diam bernapas lega saat mendapati Cedric tidak melanjutkan godaannya. "Untuk apa menungguku ?"

"Breakfast. Kita akan sarapan bersama."

"Dan sejak kapan aku menyetujui ajakanmu itu ?"

"You already know me, Tavisha. Aku tidak suka penolakan." Tavisha mendapati pandangan Cedric yang berubah dan jujur, pandangan Cedric yang seperti itu sedikit mengundang rasa takutnya. Akhirnya Tavisha memilih untuk tidak membalas dan melangkah ke kamar mandi.

"By the way, Tavisha."

"Apa lagi ?!"

"Nice bra. Aku yakin, bra hitam itu akan membuatmu semakin seksi." Tavisha rasanya menyesal sekali telah meluangkan waktu untuk mendengarkan kalimat Cedric barusan. Wanita itu pun melanjutkan langkahnya ke dalam kamar mandi dan langsung membanting pintu dengan keras.

Lalu sebagai pemanis, Tavisha berteriak, "Dasar mesuum!"

Cedric terkekeh. "Well, I am."

..........

Tavisha memandang ke sekitarnya sekali lagi sebelum menghembuskan napas kasarnya. Hal itu tentu saja menarik perhatian Cedric yang tengah menikmati kopi hitamnya. "Ada apa ?"

"Kau terlalu menarik perhatian, Cedric. Aku tidak suka." ucap Tavisha jujur. Wanita itu tidak tahan untuk mengungkapkan rasa tidak nyamannya sedari mereka masuk ke dalam restoran ini. Cedric menatap Tavisha sebentar sebelum menurunkan gelas kopinya dan meletakkannya kembali ke atas meja. "Aku pikir, kau sudah pernah mengalami hal ini bukan ? Waktu kita bersama di New York."

Tavisha menggeram sembari menyugar rambutnya kasar. "Ya dan ini menjadi salah satu alasan kenapa aku tidak suka jika kita bersama."

"Oh ya ? Kalau begitu apa alasan yang lainnya ?" balas Cedric santai.

"Kau menyebalkan, arogan, kurang ajar, mesum, dan masih banyak lagi." ujar Tavisha menggebu-gebu. Bukannya tersinggung, Cedric malah tertawa. "Astaga, baru kali ini ada perempuan yang menyebutku seperti itu. Biasanya para perempuan hanya akan memujaku."

"Mereka tidak normal kalau begitu." Tavisha menyandarkan tubuhnya ke belakang dan bersedekap.

Cedric menggeleng tidak setuju kemudian menyondongkan tubuhnya ke depan. "Bukan mereka yang tidak normal, tapi kau yang berbeda. That's why aku menyukaimu dan rela meninggalkan pekerjaan yang sangat aku cintai untuk pergi ke Indonesia." Tavisha dibuat terperangah dengan kalimat Cedric barusan. "Sepertinya, aku harus pergi. Aku tidak tahan harus berbincang dengan orang gila sepertimu."

Tavisha meraih tasnya dan berdiri, bersiap untuk pergi dari Cedric. Tapi sayang, pria itu malah mengikuti dirinya. "Untuk apa kau ikut berdiri ?"

"Tujuanku ke sini bukanlah untuk ditinggalkan oleh dirimu di sebuah restoran. Jadi, aku akan selalu mengikutimu kemana pun kau pergi." balas Cedric dengan senyum menyebalkan. "Sekalipun aku ke kamar mandi ?"

Once Upon A TimeWhere stories live. Discover now