23 - Hope, Trust, Faith

4.2K 132 70
                                    


Happy Reading

Dua malam di villa, dua malam yang panjang juga Chika dan Badrun tidak pernah keluar dari villa menikmati suasana sekitar, berjalan - jalan, berolah raga, kecuali makan. Mereka terlalu asyik menikmati seks mereka sepanjang hari. Ketelanjangan dan cumbuan menjadi hal biasa di dalam villa. Hubungan seks dimanapun mereka suka. Kamar mandi, tangga, dapur, ruang tamu di saat Eli dan Gita keluar dan mengalah demi membiarkan kedua pasangan itu meluapkan hasrat seksualnya. Gita dan Eli memilih menutup mata atas seks bebas di depan mata mereka. Chika dan Badrun tak malu - malu lagi menampakan nafsu mereka di depan sahabat mereka. Atas nama pemakluman, Gita dan Eli diam.

Badrun terlihat bingung. Ia baru mengecek ponselnya. Ada pesan masuk dari Mira yang ia abaikan dua hari lalu.

Drun,

Aku izin cuti satu bulan. Maaf aku tidak ngomong sama kamu. Aku mikir, aku yang ngga pantas untuk kamu. Aku yang salah. Aku pulang kampung. Maaf, aku pasrah dijodohkan Bapak. Dua minggu lagi aku dilamar. Minggu depannya aku menikah. Aku pasti kembali lagi bekerja di rumah Bu Richard.

Drun, jujur aku masih sayang sama kamu. Aku bingung, Drun. Aku bodoh. Yakinkan aku kalau kamu memang juga sayang sama aku. Tapi kalau kamu lebih memilih Mbak Chika juga gapapa. Aku ikhlas.

"Kenapa, Kak?" tanya Chika. Mereka sedang bersiap - siap pulang. Membereskan pakaian mereka.

"Mbak Mira cuti. Mau nikah di kampung." Badrun menunduk.

"Hah?"

Badrun menyerahkan ponselnya ke Chika, membiarkan gadis itu membacanya.

"Ngga. Ngga bisa. Mbak Mira harus nikah sama Kak Badrun. Harus," ucap Chika serius. Tangannya menggenggam bahu Badrun.

"Chika?" Badrun menatap mata Chika.

"Kak. Aku sayang sama Kak Badrun, tapi aku juga ngga rela Mbak Mira nikah sama orang lain. Mbak Mira harus nikah sama Kak Badrun." Kalimat Chika menggetarkan hati Badrun. Makin bingung dengan sikap abege itu. "Kenapa bengong, Kak? Ngomong!"

Badrun menggaruk - garuk kepalanya. "Maaf, Chik. Aduh, gimana ngomongnya. Ngga enak ngomongnya. Nanti aku dikira gimana - gimana."

Chika menunjuk Badrun, wajahnya mulai kesal. "Kalau Kak Badrun beneran ngga mau ngomong, nanti aku aduin Papa! Ga peduli Kak Badrun dipecat! Cerita atau ngga?! Cepetan!!" Ia mengancam, ujung telunjuknya mendorong tubuh Badrun.

"Ya gimana, uang aku delapan juta, Chik. Belum cukup buat lamaran sama biaya nikah?" ujar Badrun lirih, "Rencana nikah sama Mira kan juga mungkin tahun depan. Ngumpulin dulu."

Chika malah mencubit lengan Badrun keras, Badrun sampai mengaduh. "Sebel tau ngga! Anggep aku apa sih? Anak kecil? Hah? Cerita gitu aja ngga mau!"

"Bu-bukan gitu...."

Chika membentak Badrun, "....udah diem!" Tapi sehabis itu Chika menyosor bibir Badrun. Ia meraih ponselnya dan keluar kamar.

Badrun menjatuhkan pantatnya di tepi tempat tidur, mengacak - acak rambutnya. "Aaaaarrrggghhhh....." telapak tangannya ditangkupkan di wajah. Nafas kembang kempis cepat, emosi juga akhirnya. "Gara - gara elu nih tau ngga? Makanya jangan maunya ngewe mulu jadi kontol! Nyusahin lu! Gue sunat lagi baru rasa!" Badrun menunjuk penisnya di balik celana.

°°°

Dua hari kemudian

Mira dan Ibunya sedang duduk di sebuah gubuk di tepi pematang sawah dekat dengan rumah mereka. Dari situ mereka bisa melihat keramaian jalan raya di ujung sana dan anak - anak yang bermain sepeda ke sana kemari.

Bidadari Badung 3 [END]Место, где живут истории. Откройте их для себя