14 - Crazy For Him

3.5K 118 21
                                    

Happy Reading

"Filmnya gimana, Drun?" tanya Mira sepulangnya Badrun dari menemani Chika. Ia duduk sejenak di kamarnya mengganti pakaian.

Badrun terkekeh, bersandiwara. Dalam hatinya menangisi kebodohannya dan pengkhianatannya sendiri. "Ngga ngerti nonton apa. Ceritanya juga aku kurang paham tentang apaan."

"Yang milih filmnya siapa?"

"Mbak Chika. Temennya mah nurut aja.

"Mbak Chika seleranya aneh berarti."

"Mungkin ya, Mir."

"Drun, abis mandi ke kamarku ya. Pengen berduaan sama kamu. Hehehe."

Badrun mengangguk. Tersenyum. Begitu keluar kamar, semburat wajahnya berubah kesedihan dan kekecewaan. Menyadari kebodohannya sendiri. Ia merenung saja di dalam kamar mandi, mencari jalan keluar atau apapun itu. Namun hanya satu kemungkinan terburuk. Badrun pergi dari rumah itu. Dan tidak pernah kembali.

Di kamar Mira, gadis itu bercerita tentang banyak hal yang ada dipikirannya. Khayalan, keinginan akan masa depannya tentang sebuah pernikahan dan kehidupan rumah tangga. Tidak muluk - muluk dan naif. Sederhana. Sesederhana penampilan, cara berpikir, dan perkataannya. Rumah kecil, dua anak, pekerjaan suami yang tetap, usaha kecil Mira membantu ekonomi suami. Tak terpikir dari Mira permintaan yang meninggi dan menyulitkan. Kebahagiaannya adalah kebahagiaan Badrun. Cerita sedihnya sudah cukup tercurah semua kepada lelaki itu. Tak perlu lagi drama - drama yang akan membebani pikiran dan perasaan. Bahtera itu biarlah menjadi rahasia Tuhan kemana mereka akan dibawa. Gejolak, konflik, biarlah menjadi bumbu dalam rumah tangga mereka. Mira menerka alur sederhananya saja. Badrun meletakkan pondasinya. Keduanya menopang kuat akan banyaknya ombak dan angin yang menghadang di tengah samudera kehidupan kelak. Bagaimana mereka bersinergi mempertahankan tegaknya layar pada arus yang akan mereka lewati.

°°°

Mira sudah terlelap di kamarnya. Di kamarnya Badrun baru saja chat dengan Chika lalu ponselnya bergetar. Panggilan video call. Ia segera mengambil earphone dan menekan tombol hijau. Di layar Chika sedang bersandar bantal di tempat tidur memakai piyama.

"Halo. Lagi apa, Kak Badrun?"

"Mau tidur. Chika?" suara Badrun sengaja dipelankan. Ia tidak lagi memanggil Mbak.

"Iih, kok mau tidur sih. Aku kan nungguin."

"Nungguin apa?"

"Eh, suaranya kenapa pelan banget Kak Badrun?"

"Nanti kedengeran Mbak Mira."

"Ooh. Hehehe. Eh, tau kenapa make up aku belum aku hapus?"

Badrun menggeleng.

"Aku pengen keliatan cantik pas video call sama Kak Badrun."

Badrun terdiam. Chika menurunkan ponselnya ke dadanya. Kancing piyamanya ia buka satu persatu. Badrun menelan ludahnya. Perlahan Badrun bisa melihat kedua bongkahan bulat payudara Chika makin jelas seiring kancing itu lepas dari kait. Dan Chika membuka piyamanya. Memamerkan dadanya yang sudah tanpa pakaian kepada Badrun.

"Kak Badrun mau ngga?" Chika tertawa pelan. Terdengar seduktif.

"Ma-mau..."

"Sini ke kamar. Hihihi...."

Chika meletakkan ponselnya berjarak seuluran tangan darinya di sebuah tripod. Dari situ Badrun bisa melihat tubuhnya dengan jelas. Ia meremas payudaranya dan mendesah.

Bidadari Badung 3 [END]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora