21 - Vacation

3.3K 106 18
                                    


Happy Reading

Suasana di peron stasiun kereta hari Sabtu pagi itu teramat haru. Yori enggan melepaskan pelukan dari Christy. Sepanjang perjalanan dari rumah ke stasiun ia menempel terus di pelukan anak kedua Pak Richard. Chika pun rasanya berat melepas kepulangan Yori. Dari hari Senin sampai Jumat malam, Yori banyak membawa keceriaan, kegembiraan, dan keseruan. Rumah menjadi hidup penuh tawa dan canda khas anak - anak. Kerinduan akan suasana ramai dipecahkan Yori, kelucuannya ditularkan oleh Badrun. Semua cerita lucu dari Badrun dulu, diingat betul oleh Yori dan diceritakan kembali ke Chika dan Christy menjadi air mata tawa.

Tas punggung Yori sudah berisi beberapa buku cerita yang akan ia baca nanti di kereta. Sisanya dikirim kemudian. Tas Yori juga tambah penuh oleh - oleh untuk Ibunya, pakaian baru, boneka, dan mainan. Foto di tas Yori juga bertambah satu, foto Yori, Chika, dan Christy yang sudah diberi pigura. Bocil itu juga dihadiahi sebuah ponsel baru dan nomernya supaya mudah berkomunikasi.

Yori menangis di pangkuan Chika. Tangannya menggenggam erat telapak tangan Chika. Berat memang sebuah perpisahan. Rasanya seperti sudah kenal lama dengan anak itu. Cepat akrab dan mudah bergaul. Yori juga memeluk boneka kecil berbentuk kucing, yang didapat dari Chika di sebuah permainan capit boneka di mall. Seolah tak ingin berpisah. Chika mengusap puncak kepala anak itu, menenangkannya.

"Kak, Chi-Chika. Nanti sering telpon a-aku ya?"

Chika tersenyum dan mengangguk. Tangannya tetap membelai kepala Yori.

"Yori mau apalagi?"

"Kak Chika ja-jangan nangis lagi."

Menggelengkan kepala salah satu bentuk respon Chika agar Yori bisa tenang. "Yori juga ngga boleh nangis. Udah gede kan? Kalau Yori libur, ke sini lagi. Belajar yang rajin."

Yori sedikit terisak, "Yo-Yori janji. Nan-nanti pasti aku ti-tiga besar. Kurangin main mobel lejen."

"Bener ya? Pasti Yori bisa."

Yori mengangguk semangat. Senyumnya melebar, wajahnya sumringah. Memperbaiki kacamatanya.

Suara pengumuman agar para penumpang segera masuk menggema. Setengah jam sebelum kereta datang. Yori tidak menangis, ia sudah berjanji. Supaya tidak sedih nanti di perjalanan. Memeluk saja tubuh Chika, Chirsty, Mira, dan kakaknya. Mencium punggung tangan mereka sebagai bentuk pamit dan sopan santunnya. Melambaikan tangan begitu sudah melewati pintu pemeriksaan sampai naik eskalator. Tangan kirinya menggandeng tangan PakDe nya.

°°°

Pengalaman menjaga Christy ketika liburan satu malam adalah sebuah kepercayaan besar, yang menjadi dasar Pak Richard memberi Badrun izin untuk menemani Chika berlibur ke Lembang, Bandung. Kedua orang tua Chika memaklumi perasaan anaknya kepada Badrun. Tidak ada kekhwatiran dari mereka, sebab bagi mereka Badrun adalah pacar Mira. Soal rasa sayang Chika dianggap sebagai suatu ungkapan biasa seorang remaja yang sedang beranjak dewasa. Beberapa nasihat kepada Chika mereka rasakan cukup agar Chika bisa menjaga harga dirinya.

"Kamu marah?" tanya Badrun pada Mira yang diam saja dan cemberut ketika membereskan pakaian Badrun dalam tas.

Mira menggeleng. Ia tidak marah. Khawatir. Seorang gadis remaja suka dan sayang sama pacar orang lalu diizinkan liburan bareng sama ortunya. Dan menganggap mereka akan tidak melakukan apa - apa? Helloooow. Mira tidak bodoh - bodoh amat. Minimal ciuman dan saling menggerayangi tubuh akan jadi hal yang lumrah. Mira tahu betul Chika. Semua curahan hati Chika sudah diungkap semua ke Mira dan ia simpan rapat - rapat. Dan kini menjadi kekhawatiran terbesarnya.

"Mir?" panggil Badrun.

"Jaga Mbak Chika sama temen - temennya di sana. Kamu yang paling dewasa. Jaga kesehatan. Ndak telepon aku juga ndak apa," ucap Mira tanpa melirik wajah kekasihnya. Ia pura - pura sibuk menata baju di ransel Badrun.

Bidadari Badung 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang