An Advice

3K 547 25
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


izin fast update, komandan, glass-child. takut besok-besok balik lemot lagi dan malah unpublish ceritanya:(

?? jangan lupa komen sama vote?

***




"Jadi, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa masih sering bermimpi buruk?"

Itu Kim Seokjin. Dokter pribadi keluarga Jeon, yang kini menyandang status sebagai seseorang yang menangani keadaan terburuknya sejak kematian Jungwoo. Kim Seokjin juga berteman baik dengan Jungwoo sejak semasa sekolah menengah.

Biasanya, selama beberapa kali dalam seminggu Seulhee akan datang berkunjung, sekadar berbagi keluh kesah atau hanya mampir dan minum kopi bersama kemudian mendengar cerita keseharian Seokjin yang bertemu dengan wajah baru, masalah baru, keluhan baru, setiap harinya.

Tetapi semenjak menikah, si dokter tampan itu menyarankan untuk Seulhee datang satu atau dua kali saja selama seminggu, atau hanya ketika dia bermimpi buruk. Mengetahui bahwa Jungkook sudah ada di sisinya untuk waktu yang cukup lama, Seokjin berpikir ini sudah saatnya untuk Seulhee menjalani kehidupannya yang baru, bersama Jungkook, tentu saja.

Barangkali ada sebuah kesalahpahaman yang terlewat sehingga bukannya mengurangi jam bertemu, Seulhee justru sesering mungkin mengunjungi Seokjin. Tanpa izin Jungkook.

"Masih bermimpi buruk beberapa kali, tapi tidak semenakutkan biasanya. Hanya bayangan gelap mencekam yang membuatku takut untuk terpejam. Tapi, selebihnya masih dapat kutangani," jelasnya pada sosok yang sudah ia anggap seperti kakak sendiri.

Sebetulnya, Ryu Seulhee sudah lebih dulu mengenal Kak Seokjin melalui Jungwoo beberapa tahun lalu.

Usia mereka hanya berselisih empat bulan. Kak Seokjin yang lebih tua, tentunya.

Kim Seokjin mengangguk paham. Dia sedikit merasa lega karena perkembangan mental Seulhee semakin membaik dari hari ke hari. "Nafsu makanmu buruk, atau?"

Seulhee buru-buru menggeleng, "aku makan dengan sangat baik, Kak."

Kim Seokjin mengangguk lagi sembari menulis sesuatu di beberapa lembar kertas yang berada di atas meja kerjanya. Seperti memberi coretan penting di setiap pertanyaan—yang nyaris serupa setiap mereka bertemu. Tapi bagi Seulhee itu tidak masalah sekalipun pertanyaan yang di suguhkan selalu sama. Paling tidak, dia tahu bahwa semuanya semakin membaik.

"Kondisimu semakin bagus. kupikir aku hanya perlu memastikan beberapa hal lain di pertemuan selanjutnya untuk mengetahui apa kau benar-benar sudah pulih dan bisa berhenti bermimpi buruk." Kak Seokjin meletakkan kertasnya sebelum tersenyum hangat pada sosok manis di sana, "aku tidak akan memberi obat pereda nyeri atau sekedar pil penenang sekarang. Jadi, kita lihat apa kau baik-baik saja tanpa itu, mhm?"

"Aku mengerti."

Sepersekon setelahnya, pria Kim tersebut melepas jas putih miliknya dan meletakkan di punggung kursi. Menopang dagunya di kedua tangan sebelum menatap Seulhee dengan pandangan menelisik. "Ada yang ingin diceritakan?" katanya menawarkan.

Ah, dia belum berubah.

Kak Seokjin pernah bilang pada Seulhee, dulu sekali—bahwa hubungan antara dirinya ketika menjadi dokter dan setelah melepas jas itu berbeda. Saat melepas jasnya, dia akan berubah menjadi sosok kakak yang siap menampung keluh kesah si gadis sebagai seorang Ryu yang rapuh, bukan seseorang yang tengah berkonsultasi atas sakitnya.

"Kupikir ini bukan tentangku. Tapi tentang Jungkook."

"Jungkook? Kenapa dengannya?"

Satu bulan pernikahan, Seulhee sudah menandai dirinya sendiri sebagai seorang perempuan yang menyusahkan, berbelit-belit, bodoh, dan kerap bertindak gegabah.

Meski memaksakan diri untuk berubah, di akhir waktu, Seulhee tetap menunjukan sikap konyolnya dengan terus menghindari perhatian Jungkook meskipun jujur, dia senang atas segala hal yang Jungkook berikan.

"Semakin hari aku semakin melihatnya terluka." Tangan Seulhee bergetar.

Pernikahan yang mendadak.

Sikap buruknya pada Jungkook.

Tuntutan kehamilan ibu Jungkook.

Kelemahannya terhadap kematian Jungwoo.

Seulhee menoleh sekilas pada Kak Seokjin yang senantiasa memberikan tatapan hangat seperti seorang ayah sebelum kembali menunduk. "Bayang-bayangnya juga tidak berniat berhenti mendatangiku. Rasanya pegal, lelah, juga takut. Daripada bercerita pada Jungkook, aku lebih suka menghindarinya, memilih bersikap biasa saja dan berusaha melakukan tugasku sebagai seorang istri dengan benar. Tapi kenyataannya aku selalu berakhir kacau." Air mata Seulhee nyaris melesak keluar, "kukatakan padanya bahwa aku tidak akan pernah meninggalkannya, kemarin. Dia terlihat frustasi meski aku tak tahu apa penyebabnya."

Meski hubungan pernikahannya masih terbilang cukup muda. Meski sosoknya masih sangat abu-abu. Meski terlihat tak peduli. Seulhee faktanya menginjak rasa sakitnya sendiri, setiap harinya. Hanya demi memastikan bahwa Jungkook tak pergi kemana pun dan masih tetap bersamanya sampai Seulhee bisa mencintai pria itu dengan cara yang paling tepat.

Kedua matanya meredup, berembun, menyisakan sesak di dalam dada, kini kekehan kecil justru menguar dari celah bibirnya kala berkata, "demi Tuhan aku sudah mencoba, Kak. Aku sudah mematikan hatiku sendiri untuk menjadi baik untuknya, tapi pada akhirnya aku gagal. Aku membuatnya semakin jauh dari jangkauan."

Ilusi tersebut barangkali adalah satu dari sekian juta hal yang belakangan merayap menggerogoti isi kepala Seulhee. Tentang rumah tangga mereka yang berantakan, tentang Jungkook yang pergi, tentang penyesalanya yang mengundang duka. Semua hal mengerikan itu bercokol kuat di dalam kepala.

Di beberapa menit terlewati, hanya kesenyapan yang menemani mereka berdua.

Kak Seokjin hanya memandang gadis mungil di hadapannya dengan tatapan 'mencoba mengerti' di tambah dengan sebuah senyum tipis.

"Hee-ya, kau tahu tidak. Di dunia ini kita seringkali mendapat paksaan tanpa henti. Contoh kecilnya; di paksa untuk terus bahagia, untuk sabar, untuk terlihat baik-baik saja dan sempurna." Dia terlihat berpikir lebih keras, mencoba memilah-milih mana kira-kira kalimat yang cocok untuk disampaikan pada si kecil itu. "Yang paling parah adalah saat kau dilarang untuk menyerah. Orang-orang mulai beranggapan sebuah kegagalan menjadi stigma."

Seulhee semakin menekuk wajahnya gusar.

Jangan menangis.

Tidak apa-apa.

Benar begitu.

"Hei," panggil Seokjin hingga membuat si gadis mendongak, menatap kedua iris cerah miliknya. "Kau diperbolehkan menjadi lemah dan berpikir untuk menyerah. Meski berkali-kali gagal, itu tidak akan membuatmu menjadi rendah atau buruk. Kau tetap Ryu Seulhee yang hebat bagiku, mhm? Jadi jangan pernah berpikir bahwa kau buruk, ya? Aku akan membantu adik manisku supaya bisa kembali seperti dulu. Aku janji. Jadi bertahan lebih lama lagi, mau?"




Seulhee berpikir itu takkan berhasil sampai Seokjin kembali berujar, lemah lembut dan menenangkan. "Jeon Jungkook itu memiliki tingkat kesabaran yang cukup besar. Tapi itu jelas tak sebesar rasa cintanya padamu. Jangan menolak perhatiannya, hanya cukup bertahan dalam seluruh dunianya yang sekarang tersemat namamu. Lambat laun kau akan terbiasa. Aku tahu kau bisa." []

ShatterableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang