Labirin

124 8 2
                                    

          Menyusuri lorong perumahan yang sempit, sisi kanan dan kirinya hanya terdapat tembok pembatas dinding-dinding perumahan yang padat. Aku seperti sedang berjalan didalam labirin, jika aku bukan pengingat yang baik maka aku akan selalu tersesat. Awalnya seperti itu saat pertama kali aku kesini, datang menemui sahabatku yang sedang melangsungkan acara pernikahan.

           Empat hari sudah aku disini, satu persatu acara aku ikuti dengan baik. Selama aku disini tak banyak yang bisa aku lakukan, aku hanya mengenal Tia sahabatku dan kerabat dekatnya hanya itu. Sesekali aku keluar mempelajari jalanan keluar dan masuk menuju rumahnya sekalian olahraga.

           Sendiri, aku pasrah karna sahabatku sangat sibuk untuk menemaniku, aku memintanya untuk fokus pada pernikahannya tanpa menghiraukan ku.

           Kami pernah berjanji jika salah satu dari kami menikah maka salah satunya harus menginap untuk mengikuti acara  mulai dari seminggu sebelumnya. Tia mendahuluiku soal pernikahan, mungkin karna usia kami hanya terpaut bulan meski aku lebih tua satu bulan darinya dia tetap memanggilku Kakak dan melangkahiku soal ini.

           Dari kejauhan aku melihat rumah yang beberapa hari ini aku tinggali, sudah sangat familiar bagiku, beberapa gang kecil yang menembus mengarah pada rumahnya pun aku sudah mulai mengingatnya. Rumah dipenuhi banyak sekali orang berlalu lalang keluar masuk sibuk mengurusi acara tanpa menghiraukan aku. Disini aku seperti benalu yang tumbuh menyusahkan inangnya.

         "Tika, kamu udah sarapan?" Ibu Tia menghampiriku dan membawaku kedalam untuk     makan tanpa  menunggu jawabanku.
Ya benar, aku belum makan.

***

          Acara berlangsung sangat baik banyak tamu yang datang dari berbagai kota, mempelai laki-laki laki juga sudah datang dengan ketampanannya duduk di plaminan berdampingan dengan Tia.

          Seminggu aku disini Tidak sekalipun aku mengobrol dengan Tia, yang Tia tau aku datang dan menepati janji. Sahabat apa ini, apa boleh buat dia sibuk sesekali kami berpas-pasan hanya saling bertegur sapa lalu kembali melakukan aktivitas masing-masing.

***

         Setahun berlalu aku sibuk dengan karirku, wanita karir adalah impianku dan sekarang sudah terwujud. Aku jarang sekali bahkan tidak pernah menghubungi Tia begitu juga Tia. Aku hanya khawatir akan mengganggunya jika menghubunginya lebih dahulu.

          Menjadi wanita karir sudah cukup saatnya aku menjalin kasih dengan kekasih yang sudah dua tahun ini menjadi sosok yang selalu menemaniku. Aku dan dia memutuskan melanjutkan ke jenjang pernikahan.

           Sebulan lagi aku akan melangsungkan pernikahan setelah melakukan lamaran.
Aku sudah menghubungi Tia namun tak ada jawaban darinya dari setahun yang lalu. Nomornya tidak aktif lagi setelah ia menikah, ibunya juga begitu seperti sepakat untuk menjauhiku.

           Aku hanya berfikir positif saja, mungkin dia sibuk dengan status barunya dan tidak ada sinyal disana atau bisa jadi  dia mengganti kartunya karna satu hal.

"Gimana Sayang ... Masih nggk ada jawaban?" Riko menegurku menanyakan tentang Tia.

         Riko tau berapa dekatnya aku dengan Tia, selama aku berpacaran dengannya Tia slalu menjadi penengah dan pemberi solusi saat hubungan kami mulai renggang. Saat pernikahan Tia Riko hanya hadir saat pernikahan saja karna sibuk dengan pekerjaan yang hanya membolehkannya libur beberapa hari saja.

        Riko memberi saran untuk menemui langsung Tia kerumahnya, karna masih ada waktu satu bulan lagi. Jangan sampai persahabatan ini menjadi kenangan saja.

Antalogi cerpenWhere stories live. Discover now