🥀 3 🥀

5K 586 34
                                    

Esoknya, di saat Bima sudah berangkat bekerja pagi-pagi sekali di saat yang sama pula Dava terbangun dari tidurnya. Anak kecil itu memandang bingung sekitarnya kala tidak menemukan sosok sang ayah di dalam ruangan ini.

Lalu saat netranya tidak sengaja mrlihat jam, barulah Dava sadar bahwa Bima sudah pergi bekerja. Dava lantas bangkit lalu bergegas ke kamarnya untuk mandi.

Hari ini Dava akan membersihkan gudang di halaman bekalang. Sebenarnya kondisi gudangnya juga tidak terlalu kotor bahkan susunan barangnya tampak rapi. Tetapi, Dava selalu suka datang ke tempat itu.

Sebab, di dalam tumpukan kardus ada banyam foto dan kenangan tentang bunda yang Dava temukan sejak berumur enam tahun.

"Dava, ayo sarapan dulu!" seru Bibi Mey dari lantai bawah yang membuat Dava bergegas menyisir rambutnya lalu turun ke bawah.

Benar saja, di meja makan sudah tersaji beragam makanan kesukaannya. Melihat itu tentu saja cacing dalam perutnya berdemo meminta makan. Juga, matanya yang berbinar saat piringnya sudah mulai terisi penuh.

"Hari ini Dava mau minum susu atau teh hangat?" tanya Bibi Mey sambil tersenyum saat memperhatikan Dava yang tengah lahap memakan masakan buatannya.

"Dava mau teh hangat aja bi."

Bibi Mey mengganguk lalu bangkit untuk membuatkan teh hangat. Dava kembali fokus pada makanannya sampai Bibi Mey kembali.

"Bibi, apa ayah tadi sarapan?" tanya Dava tiba-tiba.

Bibi Mey tersenyum sekilas tetapi pancaran matanya terlihat redup.

"Saat bibi datang, Tuan Bima sudah tidak ada di rumah."

Raut wajah Dava berubah sedih juga anak itu yang berhenti makan. Netranya menatap tidak minat pada makanan di depannya.

"Ayah pasti lapar tapi Dava di sini malah makan enak. Bibi, ayo antar bekal buat ayah," pinta Dava sembari menatap Bibi Mey penuh harap.

Bibi Mey terdiam sejenak. Hatinya merasa sakit kala anak manis di depannya begitu menyayangi orang yang bahkan tidak menganggap kehadirannya ada.

Hati Dava entah terbuat dari apa. Dava tidak pernah lagi menangis ketika penolakan selalu di terima oleh anak malang itu. Dava, entah terbuat dari apa hatinya itu.

"Bibi, kenapa melamun?"

"Eh? Ah, mungkin saja Tuan Bima sudah sarapan di luar nak. Dava habiskan dulu sarapannya ya. Setelah itu kita bermain di taman belakang."

Dava mengangguk lesu lalu kembali menyuapkan nasi ke mulut mungilnya.

"Bibi, hari ini tidak udah main ya. Dava mau bersihin gudang."

Bibi Mey sekali lagi merasa sedih melihat sosok mungil Dava yang harus berdiri di atas kakinya sendiri kala sosok sang ayah tidak mau menopangnya.

Selepas sarapan, Bibi Mey dan Dava langsung menuju gudang. Dava sudah sibuk foto-foto milik ayah dan bundanya. Sementara itu, Bibi Mey pamit sebentat untuk menyiram bunga di dekat gudang.

"Dava rindu bunda. Bunda, ayah kapan ya mau main sama Dava? Dava iri sama Dino. Dino selalu main sama papanya. Dino juga selalu di ajak jalan-jalan sama mamanya. Dava iri bunda. Dava juga mau kayak Dino. Dava mau ayah bisa main sama Dava," lirih Dava sembari memandang sendu wajah cantik bundanya yang ada di dalam album pernikahan.

Sementara itu pasangan paruh baya tampak baru saja sampai di teras rumah megah itu. Wanita paruh baya itu tampak celingak-celinguk memperhatikan sekitar yang terlihat sepi.

"Eh, pintunya kok enggak di kunci?" tanya wanita itu saat mencoba membuka pintu utama.

Pria paruh baya di sampingnya tampak menghela nafas kesal.

Blessure (End)Where stories live. Discover now