🥀 7 🥀

3.2K 455 159
                                    

Pagi-pagi sekali semua orang sudah sibuk masing-masing. Suci bersama Lasmi sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan. Bima di kamar yang tengah bersiap untuk berangkat bekerja. Barta sendiri sudah ada di teras sambil menyeruput kopi juga menunggu kedatangan Sean yang akan ia antar ke sekolah. Jika bertanya mengenai Dava, jawabannya simpel. Dava pagi-pagi sekali sudah bangun untuk membantu Sean di kamarnya.

Seperti saat ini, Sean tengah memakai seragamnya dan Dava yang mengecek ulang buku Sean guna memastikan tidak ada yang tertinggal.

"Tugas matematika adek uda selesai, kan?" tanya Dava yang diangguki oleh Sean. Dava lantas menarik resleting tas bergambar Iron Man itu. Kemudian Dava beralih membereskan tempat tidur Sean. Lalu tidak lupa membereskan meja belajar adiknya yang nampak berantakan.

"Kak, uda rapi, kan?" tanya Sean tiba-tiba sembari memutar tubuhnya berulang kali. Dava mengangguk. Hingga netra indah itu tidak sengaja melihat pada tumpukan baju yang di susun rapi di dalam keranjang baju.

"Ini semua kenapa diluar, Dek?" tanya Dava yang membuat fokus Sean yang semula pada tablet beralih pada Dava. Ah, soal tablet Sean memang memilikinya. Biasanya kalau Sean bermain game Dava akan di sampingnya memperhatikan saja.

"Kata bunda itu bajunya mau dibuang soalnya uda kekecilan, Kak," jawab Sean enteng. Dava menjulurkan tangannya memeriksa tumpukan pakaian itu. Masih sangat layak untuk dipakai, pikirnya.

"Kakak masih mau di sini? Sean mau ke bawah, uda lapar," celetuk Sean hingga membuat Dava berjalan ke arah adiknya sembari menenteng tas sekolah milik Sean ke bawah.

"Aduh, cucu nenek uda wangi, nih," puji Lasmi sembari mencuri ciuman gemas di pipi berisi milik Sean. Dava sekali lagi hanya memperhatikan saja. Tidak lama Suci datang dengan membawa kotak bekal dan botol minuman.

"Ini bunda buatin bekal buat adek, ya. Harus habis, jangan di sisain kayak kemarin," ucap Suci.

"Siap, bunda!" seru Sean yang sudah duduk di samping Lasmi. Tidak lama Barta dan Bima datang bergabung dengan mereka.

Dava yang sudah terbiasa tidak dilihat, memandang Suci sebentar lalu mendekat ke arah wanita itu.

"Bunda, sini bekal adek biar Dava masukkan ke dalam tas."

Suci memberikan saja lalu ikut bergabung dengan yang lain di meja makan. Sementara itu, Dava berjalan ke teras dan duduk di sana untuk menunggu mereka selesai sarapan. Tidak ada seorang pun yang nenawarinya untuk sarapan. Dava tidak apa-apa meski matanya sudah berkaca-kaca.

"Dava!" seru Dino yang berdiri sambil melambaikan tangannya dengan semangat dari pagar rumah. Dava menoleh sebentar ke dalam rumah kemudian bergegas menghampiri Dino.

"Nanti sore main, yuk. Di taman banyak anak-anak yang bisa di ajak main bola, loh," ajak Dino antusias. Sementara Dava sedikit banyak tergiur dengan ajakan itu. Tetapi, sedetik kemudian raut wajah Dava berubah murung.

"Nanti sore aku mau nenemin Sean main bola juga. Lain kali aja, ya?"

Dino lantas memasang wajah cemberut.

"Huh, enggak seru. Mainnya sama Sean mulu. Enggak bosen apa?" celetuk Dino yang membuat Dava terdiam.

"Dino! Ayo, sini makan dulu! Malah kelayapan," teriak wanita yang tidak lain adalah Mamanya Dino. Dino lantas berlari kembali ke rumahnya begitu juga dengan Dava yang kembali duduk di teras.

Beberapa menit berlalu, hingga Sean keluar bersama Barta dan Bima.

"Ayah berangkat dulu, ya. Sean rajin-rajin belajarnya. Jangan nakal, oke?"

Sean mengangguk lalu mendapat usapan lembut dari Bima di atas kepalanya. Dava lantas berdiri membawa tas Sean mendekat. Dava kemudian tersenyum saat pandangan Bima tidak sengaja terarah padanya. Bima langsung membuang muka dan pergi. Membuat Dava merasa sedih.

Saat Barta dan Sean sudah berangkat, Dava hanya mampu memandang sendu kepergian mereka. Sering kali Dava berangan-angan tentang dirinya yang juga bersekolah. Pasti seru, apalagi akan ada banyak teman di sana. Dava pasti tidak akan kesepian. Tetapi, lagi-lagi itu hanya angan yang sekedar dan tidak akan menjadi nyata.

Dava menggelengkan kepalanya mengenyahkan pemikiran payah itu. Lantas kembali masuk ke dalam rumah menghampiri Suci yang sibuk mencuci piring.

"Nenek dimana, Bunda?" tanya Dava memperhatikan sekitar.

"Ada di halaman belakang," balas Suci singkat.

"Ada yang bisa Dava bantu, Bunda?" tanya Dava lagi menatap Suci yang lihai mencuci piring.

"Enggak usah."

Dava terdiam. Wajahnya sedih untuk beberapa saat. Sangat sulit mendapatkan perhatian ibu tirinya.

"Bunda, tadi di kamar adek ada banyak baju yang mau dibuang. Tapi, bajunya masih bagus. Kalau bajunya buat Dava, boleh atau enggak, Bun?" tanya Dava penuh harap hingga membuat Suci memberhentikan kegiatannya lalu menatap netra polos yang menyimpan banyak luka di dalamnya.

"Untuk apa? Bukannya baju kamu ada?" Suci balik bertanya.

"Uda kekecilan semua, Bunda," jawab Dava dengan lugunya. Suci kembali terdiam saat baru menyadari kalau baju yang saat ini Dava kenakan memang sudah kekecilan.

"Yasudah, ambil saja kalau memang kamu mau. Kalau tidak cukup taruh kembali di kamar Sean. Jangan menumpuknya di kamarmu."

Dava mengangguk antusias mendengarnya.

"Makasih, Bunda," girang Dava yang langsung berlari ke lantai atas meninggalkan Suci yang merasa tertegun sekaligus sesak saat mendengar kata terima kasih dari Dava. Hanya karena baju bekas, anak itu sudah sebahagia itu.

Sementara itu, Dava mencoba beberapa potong pakaian bekas milik Sean. Rata-rata muat bahkan besar untuknya. Meskipun Sean adiknya, nyatanya Dava memiliki tubuh yang lebih kecil. Tubuh Dava yang sangat kurus tentu saja membuatnya kelihatan seperti adik daripada kakak. Bagaimana tidak? Asupan yang seharusnya didapat tidak terpenuhi.

Selagi Dava memilih pakaian, Suci ternyata memperhatikan semuanya dari balik pintu. Suci menahan nafas saat melihat Dava yang tersenyum senang saat pakaian milik Sean pas ditubuh anak itu.

"Suci? Sedang apa, nak?" tanya Lasmi yang baru saja tiba di lantai atas.

"Ah, enggak, Ma. Tadi, barusan dari kamar Sean," alibi Suci kemudian menutup pintu kamar Sean dengan pelan.

"Yasudah, Mama ke kamar dulu, ya."

Suci mengangguk. Setelah Lasmi berlalu, Suci kembali memandang pintu kamar Sean sebentar sebelum turun untuk menyiram bunga di halaman depan.

••••••

Halo, aku update lagi, nih. Ya, ini salah satu part yang memang uda di tulis, sih.

Btw, tetap jaga kesehatan, selalu pakai masker, dan jaga jarak. Kalau kita menjaga insyaallah keluarga juga aman.

Spam next, yuk!💜

Salam manis,
Ans Chaniago

18 Agustus 2021

Blessure (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang