[Udah salting kalau gue mah:v]

"Heran gue, lo cewek kenapa nggak bisa pake dasi?"

"Karena saat SD nggak ada pelajaran cara memakai dasi yang baik dan benar," balas Vani asal.

Vano terkekeh dibuatnya, "Bisa ngelawak juga lo."

Vani mencibirkan bibirnya, malas menanggapi Vano.

Tangan Vano masih berkutat dengan dasi, tapi kedua matanya fokus menatap wajah cantinya Vani.

"Lo harus pandai memilih dalam hal mendengarkan perkataan orang lain. Sebagian perkataan orang lain memang wajib lo dengarkan. Tapi sebagiannya lagi harus lo abaikan. Karena tak semua perkataan orang lain itu baik, tak sedikit dari mereka ingin menjatuhkan kepercayaan diri lo. Pokoknya lo harus pandai memilih," ucap Vano.

Vani mendongakan kepalanya, tepat Vano menyelesaikan kalimatnya. Dan kini tatapan keduanya bertemu. Mereka saling diam hanya bertatapan mata hingga beberapa detik berlalu.

"Udah sana ke kelas. Gue ke kelas dulu," kata Vano karena salting ditatap oleh Vani terlalu lama. Bahkan Vani menatapnya dengan tatapan beda, tidak dengan tatapan galak seperti biasanya.

Baru saja lima langkah Vano berjalan, Vani berseru memanggilnya.

"Vano!"

Vano membalikkan tubuhnya, dan saat itu juga Vani berdri di depannya.

"Iya?"

"Bentar," ucap Vani sembari mencari sesuatu di dalam tasnya.

Setelah menemukan apa yang dia cari, Vani berjalan semakin mendekati Vano. Setelah itu Vani berjinjit, untuk mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Vano. Tangannya memakaikan topi dikepala Vano. Itu topi yang Vano pinjamkan saat mereka mengunjungi Candi Borobudur.

"Makasih buat topinya. Dan sorry, gue pernah salah menilai lo. Gue kira lo cuma cowok brengsek yang suka ngegombalin cewek lain. Tapi sekarang gue sadar, sebenarnya lo cowok baik," kata Vani yang masih memakaikan topi ke kepala Vano.

"Tapi covernya yang bikin gue enek," lanjut Vani dengan wajah kesalnya.

"Maksudnya?" tanya Vano sembari mengernyitkan dahinya.

"Iya covernya. Lo cowok baik tapi tertutupi tingkah lo yang sok nge-fakboi," jawab Vani.

Vano terkejut dengan perkataan Vani yang bilang 'sok nge-fakboi'. Kalimat itu menjelaskan seakan-akan Vano hanya berakting menjadi fakboi, bukan fakboi sungguhan.

"Lo tahu?" tanya Vano.

Vani mengangguk, "Iya, lo sebenarnya nggak fakboi. Cuma lo yang sok nge-fakboi. Lo bertingkah begitu cuma buat hiburan lo doang. Sebenarnya lo belum pernah pacaran kan?"

"Hem gue nggak tahu. Antara pernah sama belum. Tapi seinget gue, gue belum pernah pacaran," kata Vano. "Tapi sekarang otw taken. Doain aja ceweknya mau."

Vani yang awalnya terkekeh seketika menghentikan kegiatannya. Dirinya cukup terkejut saat mendengar ucapannya Vano. Apakah Vano akan mengungkapkan perasaanya ke cewek lain? Padahal baru kemarin Vano berkata ingin berjuang atas dirinya. Apakah secepat ini Vano menghilangkan perasaanya? Tapi mengapa Vani sedikit tak rela jika Vano ingin mengungkapkan perasaanya kepada cewek lain.

"Heh, malah bengong. Dah sana ke kelas. Oh iya entar pulang sekolah ke markas The Draks ya. Gue tungguin disini," ujar Vano memberitahu.

"Eh, tapi gue nggak-"

"Nggak terima penolakan," ujar Vano lagi. "Dah sana ke kelas."

Vani segera membalikkan tubuhnya, berjalan menuju kelasnya. Jika saja Vano tak bilang 'otw taken' dengan senang hati Vani ikut berkunjung ke markas The Draks. Tapi setelah mendengar pernyataan Vano tadi, entah mengapa tiba-tiba moodnya memburuk. Vani ingin menolak ajakannya Vano, tapi Vano tetap ingin mengajaknya ke markas besar miliknya. Entahlah, tunggu saja nanti, apakah Vani jadi ikut atau tidak.


I Love You My Pawang [REVISI]Where stories live. Discover now