DUA PULUH LIMA: Solusi Untuk Via

80 11 2
                                    

"Kak Sion!" Via menepuk pelan bahu Sion yang sedang bersiap-siap naik ke motornya. Spontan pemuda itu berbalik dan cukup terkejut karena menemukan Via sudah berdiri di sebelahnya. Ada angin apa Via menghampirinya? Biasanya gadis ini selalu menghindarinya.

"Anterin gue pulang" ucap Via cepat. Matanya sesekali melirik kearah gerbang sekolahnya.

Sion melebarkan matanya, terkejut dengan permintaan Via yang tiba-tiba. Selama ini gadis itu selalu menolak tiap kali dirinya menawarkan untuk mengantarnya pulang, lalu sekarang ini, tiba-tiba saja gadis itu meminta dirinya untuk mengantarkannya pulang.

"Lu kenapa—"

"Lu ngga usah banyak tanya, kak. Pokoknya anterin gue pulang" sela Via cepat. Matanya masih menatap kearah gerbang, seperti sedang mengamati seseorang. Sion yang curiga dengan gelagat Via, ikut mengalihkan tatapan kearah gerbang, mengikuti arah tatapan Via. Saat menemukan seorang pemuda sedang berdiri di dekat pos satpam, Sion mengangguk paham. Sion tau pemuda itu. Pemuda yang juga sedang mendekati Via, yang kemarin rutin menjemput Via, dan kemungkinan besar alasan Via menolak dirinya.

"Lu hobi banget sih ngehindarin orang" komentar Sion sembari mengenakan helmnya, "Kalau lu ada masalah ya diomongin, jangan main kucing-kucingan" lanjutnya, kemudian melirik Via. Via mendengus kesal. Sebenarnya Via juga tau itu, tapi dia hanya merasa belum siap untuk bertemu Alvin. Dia masih kesal pada pemuda itu.

"Gue lagi gak pingin denger ceramah lu, kak" Via mengulurkan tangan, meminta helm pada Sion. Sejak Via menolak Sion minggu lalu, gadis ini sudah tidak menunjukkan rasa takut sama sekali padanya. Sion menggelengkan kepalanya.

"Sekali ini aja. Gue gak mau terlibat sama urusan percintaan lu" ucapnya sembari memberikan helm pada Via. Via mengangguk paham. Walau dia sudah tidak takut dengan pemuda di depannya ini, tapi tetap saja Via tidak ingin terlibat banyak dengan kakak kelasnya ini. Demi keamanan dirinya dan masa sekolahnya.

"Thanks Kak Sion" ucap Via sebelum naik ke jok belakang motor Sion.

Setelah memastikan Via sudah duduk dengan nyaman di jok belakang, Sion mulai menjalankan motornya. Sion memelankan kecepatan motornya saat mereka berdua melewati Alvin. Dia hanya ingin melihat bagaimana raut wajah Via saat mereka melewati Alvin. Sion melirik spion motor dan mengulum senyum saat melihat adik kelasnya itu terlihat serba salah di jok belakang. Via terlihat menunduk saat motor Sion melewati Alvin dan baru menegakkan kepalanya saat mereka sudah melewati gerbang. 

Via memukul helm Sion, "Lu sengaja kan?" omel Via dengan suara agak keras. Tawa yang sejak tadi ditahan Sion akhirnya pecah. Dia tertawa puas sembari kembali menaikkan kecepatan motornya. Sementara Via bersungut-sungut di jok belakang. 

"Jadi, rumah lu dimana?" tanya Sion setelah tawanya mulai reda. Pemuda itu masih tetap menatap jalan di depannya.

Via mengabaikan pertanyaan kakak kelasnya itu. Ada sesuatu yang tiba-tiba mengganggu pikirannya. Saat melewati Alvin tadi, Via bisa melihat tatapan kecewa Alvin saat tanpa sengaja tatapan mata mereka bertemu. Via menggigit bibirnya, perasaannya gusar. Tiba-tiba saja dia merasa sangat bersalah pada pemuda itu.

"Silvia, rumah lu dimana?" ulang Sion karena Via belum juga memberi jawaban. 

Via masih diam, menimbang-nimbang. Dia belum ingin pulang. Dia butuh bercerita pada seseorang. Masalahnya, tidak banyak yang  tau soal masalah 'cinta segitiganya' ini. Keke dan Irva—teman terdekatnya di sekolah saja belum tau. Jadi dia harus bercerita pada siapa?

"Via!" panggil Sion agak keras sembari melirik kearah spion motornya. Sedikit kesal karena merasa diabaikan sejak tadi.

"Anterin gue rumah temen gue aja, kak" putus Via, akhirnya setelah beberapa lama.

Berbagi Arah (TAMAT)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ