DELAPAN: Menghindar

102 9 2
                                    

Alvin mengendarai mobilnya dengan pelan. Lalu lintas yang macet membuatnya tidak bisa menambah kecepatan mobilnya. Agni yang berada di sebelahnya menatap keluar jendela mobil, sibuk mengamati kendaraan yang berlalu lalang. Mereka berdua baru selesai latihan dan sedang menuju rumah Cakka. Riko dan Rio sudah menuju rumah Cakka lebih dulu sepulang sekolah tadi.

"Cakka kenapa gak masuk?" Alvin akhirnya membuka suara. Matanya melirik Agni sekilas, lalu kembali memperhatikan jalan di depannya.

"Abis sok jagoan dia" Alvin mengerutkan dahinya.

"Maksud lu? Cakka abis berantem?" Alvin menatap Agni dengan wajah terkejut. Agni hanya mengangguk pelan.

"Sama siapa?"

"Mantannya Shella" Agni menjawab dengan singkat. Ada hubungannya dengan Shella ternyata, batin Alvin.

Agni kemudian mulai bercerita tentang kejadian yang terjadi kemarin sore. Agni hanya garis besarnya saja, dia terlalu lelah sehabis latihan. Alvin mengangguk paham setelah Agni menyelesaikan ceritanya.

"Cakka bisa marah juga ternyata. Kirain itu anak gak bisa serius"

"Gue aja kaget, Vin"

"Emang lu gak pernah liat dia berantem sebelumnya?"

"Pernah, tapi udah lama banget" jawab Agni dengan pandangan menerawang kedepan.

Seingat Agni, terakhir kali dia melihat Cakka benar-benar marah itu saat kelas 5 SD. Saat itu seorang teman kelasnya tidak sengaja mendorong Agni dan kepalanya membentur sudut meja. Agni masih ingat bagaimana ekspresi marah Cakka saat memukul teman kelas yang mendorongnya. Agni juga masih ingat bagaimana wajah panik Cakka saat melihat kepala Agni berdarah, bagaimana Cakka menungguinya di klinik bersama gurunya, bagaimana Cakka mengelus kepala Agni saat dia mengeluh bekas jahitan di pelipisnya terasa nyeri. Agni masih ingat semua itu dengan jelas.

"Agni"

"Kenapa, Vin?" Alvin diam sebentar, lalu menggelengkan kepalanya.

"Gak jadi, Ag" Agni mengerutkan keningnya, bingung.

"Mau nanyain Via ya?" Agni mengerling jahil. Alvin berdehem, mencoba bersikap biasa saja setelah Agni menyebutkan nama gadis itu.

"Ga—gak kok. Via? Via siapa?" Agni mengulum senyumnya. Dia bisa melihat kegugupan yang coba ditutupi oleh Alvin. Ternyata Alvin bisa gugup juga.

"Gak usah pura-pura deh, Vin. Via udah cerita ke gue"

"Cerita apa? Lu ngomong apa sih, Ag?" Alvin masih berusaha menghindar.

"Apa perlu gue sebutin semua yang di ceritain Via? Soal kalian yang saling kenal, soal kalian yang satu SMP, soal lu yang ngehindarin—"

"Oke, fine. Bener ya kata Rio, lu itu bahaya" potong Alvin cepat. Rio pernah bilang pada Alvin kalau Agni itu berbahaya. Kata Rio, Agni punya intuisi yang tajam dan bisa membaca situasi dengan cepat. Alvin tidak tau saja kalau sebenarnya tadi itu Agni hanya ingin menggoda Alvin, tidak disangka tebakannya benar. Agni tersenyum penuh kemenangan.

"Jadi Via udah cerita kalau kami berdua sebenarnya saling kenal?" Agni mengangguk singkat, perhatiannya tertuju pada jalanan di depannya yang sangat macet. Tumben semacet ini, fikir Agni.

"Via juga udah cerita kalau gue ngehindarin dia?" Agni kembali mengangguk.

"Berarti lu udah tau kalau Via pernah nolak gue?" Agni baru akan mengangguk lagi saat menyadari apa yang baru saja dikatakan Alvin. Alvin mencebik kesal saat menyadari kebingungan di wajah Agni, merutuki dirinya yang kelepasan bercerita.

Berbagi Arah (TAMAT)Where stories live. Discover now